LAPORAN
BACA
BUKU
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION)
Diserahkan kepada:
Dosen: Paskah Purba M.Pd.K
Sebagai bagian
dari Tugas Mata Kuliah
PANCASILA
Nama:
Roy Damanik
SEKOLAH
TINGGI THEOLOGIA BASOM
Oktober 2012
LAPORAN BACA
Saya sudah membaca buku yang
berjudul Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), yang ditulis oleh : Asep
Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd, Cetakan I, Penerbit
Fokus Media, Bandung, April 2011, yang terdiri dari 154 halaman. Adapun yang
bisa saya laporkan yaitu :
Mulai Bab I
halaman 1 sampai Bab III halaman 40, pada tanggal 30 September 2012, dengan
ringkasan sebagai berikut :
BAGIAN - I
PENDAHULUAN
LANDASAN HUKUM DAN SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu komponen kurikulum
nasional yang wajib ada pada setiap penyelenggaraan pendidikan tinggi. Landasan
hukum dari PKn ialah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Sedangkan fungsi dan tujuannya disebutkan bahwa
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggungjawab.
Ada beberapa defenisi-defenisi mengenai civic education, namun dari semuanya
diambil kesimpulan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan yakni pendidikan
nasionalisme di satu sisi dan pendidikan demokrasi di sisi lain
BAGIAN - II
BANGSA DAN IDENTITAS NASIONAL
DEFENISI BANGSA
Bangsa
merupakan salah satu bagian saja dari kategori-kategori pengelompokan umat
manusia, khususnya pengelompokan dari sudut pandang politik. Menurut Ernest
Renan (1823-1892), bangsa adalah “satu jiwa yang melekat pada sekelompok
manusia yang merasa dirinya bersatu, karena mempunyai nasib dan penderitaan
yang sama pada masa lampau dan mempunyai cita-cita yang sama tentang masa
depan”. Sedangkan Kranenburg berpandangan bahwa pembentukan sesuatu bangsa
selain faktor perasaan juga dipengaruhi kuat oleh faktor kesadaran. “bangsa ialah setiap individu anggota
masyarakat pada umumnya sadar berkeinginan untuk mengorganisir secara merdeka,
sadar akan perasaan seia-sekata, dan sadar akan keberartiannya untuk hidup
bersama dengan golongan lain dalam satu organisasi atau Negara”. Pandangan ini
menegaskan bahwa sesuatu bangsa, pertama-tama dipersatukan oleh hal-hal yang
bersifat ideal, yaitu, persamaan
nasib dan cita-cita; kemudian oleh hal-hal yang bersifat psikis, yakni, perasaan, kesadaran dan kehendak; bahkan oleh hal-hal yang bersifat fsikal, seperti ras, agama, suku, bahasa, dan adat istiadat.
BANGSA DAN NASIONALISME
Bangsa
dalam pengertian mutakhir, sebenarnya baru dikenal pada akhir abad ke-18.
Nasionalisme adalah perasaan atas dasar kesamaan asal-usul, rasa kekeluargaan,
rasa memiliki hubungan-hubungan yang lebih erat dengan sekelompok orang
daripada dengan orang-orang lain, dan mempunyai perasaan berada di bawah satu
kekuasaan. Kemudian, berdasarkan proses pembentukannya, nasionalisme (Nurcholis
Madjid) mengandung beberapa prinsip umum, antara lain :
1.
Kesatuan (Unity).
2.
Kebebasan (Liberty).
3.
Kesamaan (Equality).
4.
Kepribadian (Identity).
5.
Prestasi.
Sebelum nasionalisme muncul, telah ada paham kosmopolis, yakni paham yang mengajarkan
bahwa manusia bukan warga sesuatu Negara, tetapi warga dunia. Dan nasionalisme
dalam perkembangannya mengarah kepada chauvinisme
yakni suatu paham yang terlalu mengagung-agungkan bangsa sendiri dan
merendahkan bangsa lain.
PROSES PEMBENTUKAN NEGARA-NEGARA
Dr. Friederich Hertz
mengemukakan bahwa kesadaran bernegara dari suatu bangsa atau natie mengandung empat unsur, yakni :
1.
Hasrat untuk mencapai kesatuan bangsa;
2.
Hasrat untuk mencapai kemerdekaan bangsa;
3.
Hasrat untuk mencapai keaslian bangsa;
4.
Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa.
PEMBENTUKAN IDENTITAS BERSAMA
Proses pembentukan identitas bersama menurut Ramlan
Surbakti, adalah :
1.
Primodial, yakni, ikatan kekerabatan (darah dan keluarga) dan
kesamaan suku bangsa, daerah, bahasa, dan adat istiadat.
2.
Sacral, yakni, kesamaan agama yang dipeluk oleh suatu
masyarakat, atau ikatan ideology
doktriner yang kuat dalam suatu masyarakat.
3.
Tokoh, yakni, kepemimpinan dari seorang tokoh yang disegani
dan dihormati secara luas oleh masyarakat.
4.
Sejarah, yakni, persepsi yang sama tentang asal-usul nenek
moyang dan atau persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu seperti
penderitaan yang sama yang disebabkan
oleh penjajahan tidak hanya melahirkan solidaritas (sependeritaan dan sepenanggungan),
tetapi juga tekad dan tujuan yang sama antar kelompok masyarakat.
5.
Bhineka Tunggal Ika, yakni, prinsip bersatu dalam perbedaan (unity in diversity).
6.
Perkembangan Ekonomi, yakni, perkembangan ekonomi (industrialisasi) akan
melahirkan spesialisasi pekerjaan yang beraneka sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
7.
Kelembagaan, yakni lembaga-lembaga pemerintahan dan politik,
seperti birokrasi, angkatan bersenjata, dan partai politik.
IDENTITAS NASIONAL
Ada
tiga unsur yang membentuk identitas nasional, unsur pertama adalah suku bangsa. Di sini suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak
lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Yang kedua agama, yakni keyakinan dan
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan yang ketiga kebudayaan, yakni pengetahuan manusia sebagai makhluk social
yang isinya perangkat-perangkat atau model-model pegetahuan secara kolektif.
BAGIAN – III
PANCASILA
PANCASILA
KONSEPSI DAN SEJARAH RUMUSAN PANCASILA
Dalam perspektif etimologi, kata Pancasila berasal
dari bahasa Sansekerta, yaitu panca berarti
lima dasar atau lima asas. Dalam perspektif terminology, Pancasila adalah
fasafah dan dasar Negara Republik Indonesia. Pengertian falsafah itu sendiri
dalam Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah anggapan, gagasan, dan
sikap batin yang paling dasar yang dimiliki orang atau masyarakat. Sejak Negara
Republik Indonesia merdeka, konsepsi Pancasila di atas dirumuskan dalam
berbagai dokumen resmi Negara, yaitu :1. Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – 22 Juni 1945.
2. Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-Undang Dasar – 18 Agustus 1945.
3. Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – 27 Des 1949.
4. Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara – 15 Agus 1950.
5. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama dengan merujuk pada Dekrtit Presiden – 05 Juli 1959.
6. Rumusan Keenam : Rumusan kedua dan kelima yang termuat dalam UUD 1945 hasil amandemen I (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000), amademen II (18 Agustus 2000 – 09 November 2001), amandemen III (09 November 2001 – 10 Agustus 2002), amandemen IV (10 Agustus 2002 – Sekarang).
KEDUDUKAN, PERANAN, DAN FUNGSI PANCASILA
Terdapat beberapa predikat Pancasila yang bisa
menggambarkan peranan dan fungsinya. Di antaranya :a. Pancasila sebagai dasar Negara.
b. Pancasila sebagai ideologi Negara, terdiri dari empat aspek :
a. Ideologi memiliki fungsi umum untuk membentuk subjek.
b. Ideologi sebagai pengalaman yang dijalani tidaklah palsu.
c. Ideologi sebagai pemahaman yang keliru tentang kondisi nyata eksistensi adalah palsu.
d. Ideologi terlibat dalam reproduksi formasi-formasi social dan relasi mereka terhadap kekuasaan.
c. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa.
d. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.
e. Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
f. Pancasila sebagai kepribadian Bangsa Indonesia.
g. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
h. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia.
i. Pancasila sebagai satu-satunya azas dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
j. Pancasila sebagai moral pembangunan.
Dilanjutkan
dengan Bab IV halaman 41 sampai Bab VI halaman 81, pada tanggal 31 September
2012, dengan ringkasan sebagai berikut :
BAGIAN – IV
KEWARGANEGARAAN
DEFENISI KEWARGANEGARAAN
Secara bahasa kewarganegaraan
berarti hal yang berhubungan dengan warga Negara, atau keanggotaan sebagai
warga Negara. Istilah ini dahulu biasa disebut hamba atau kaula Negara.
ASAS-ASAS KEWARGANEGARAAN
Pertama, penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal atau
berdomisili di dalam wilayah Negara. Kedua,
pengertian warga Negara ialah mereka yang berdasarkan hukum merupakan
anggota dari suatu Negara. Ada tiga unsur dasar atau asas yang menentukan warga
Negara atau kewarganegaraan seseorang.
1.
Asas “keturunan atau pertalian darah” atau ius sanguins (law of the blood).
2.
Asas “kedaerahan” atau “territorial” atau “ius soli” (law of the soil).
3.
Asas “pewarganegaraan” atau “naturalisasi”
Kita juga mengenal “empat status” warga Negara, yakni :
1.
Status Positif, warga Negara yang memperoleh fasilitas dan jaminan
untuk mendapatkan kemakmuran dari Negara;
2.
Status Negatif, Negara tidak akan mencampuri hak asasi rakyatnya bila
tidak perlu;
3.
Status Aktif, warga Negara ikut dalam pemerintahan Negara;
4.
Status Pasif, tunduk pada ketentuan-ketentuan Negara.
CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN INDONESIA
Proses mendapatkan
status warga Negara dijelaskan dalam Undang-Undang No. 62 tahun 1958. Ada tujuh
cara memperoleh kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
1.
Karena kelahiran;
2.
Karena pengangkatan;
3.
Karena dikabulkannya permohonan;
4.
Karena pewarganegaraan, dapat ditempuh melalui syarat-syarat sebagai
berikut :
a.
Berusia 18 tahun atau sudah kawin.
b.
Telah bertempat tinggal di Indonesia paling singkat 5 tahun
berturut-turut, dan paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut.
c.
Sehat jasmani dan rohani.
d.
Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan UUD
1945.
e.
Tidak pernah dijatuhi pidana.
f.
Tidak memiliki kewarganegaraan ganda.
g.
Mempunyai pekerjaan dan penghasilan tetap.
h.
Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara.
i.
Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara
tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas bermaterai cukup kepada Presiden
melalui Menteri.
j.
Berkas permohonan pewarganegaraan disampaikan kepada pejabat.
5.
Karena perkawinan;
6.
Karena turut ayah dan ibu, serta;
7.
Karena pernyataan.
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA INDONESIA
Hak-hak warga Negara
itu adalah Hak Asasi Manusia yang rumusan lengkapnya dimuat dalam pasal 28 UUD
1945 hasil amandemen kedua :
1.
Hak kebebasan beragama dan beribadat sesuai dengan kepercayaannya.
2.
Bebas untuk berserikat dan berkumpul.
3.
Hak atas pengajuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil.
4.
Hak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
5.
Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
6.
Hak atas status kewarganegaraan.
Sedangkan masalah kewajiban bagi setiap warga Negara
misalnya adalah :
1.
Membayar pajak sebagai kontrak utama antara Negara dengan warga.
2.
Membela tanah air.
3.
Membela pertahanan dan keamanan Negara.
4.
Menghormati hak asasi orang lain dan mematuhi pembatasan yang tertuang
dalam peraturan.
DINAMIKA UU KEWARGANEGARAAN RI
Ada tiga alasan mendasar terbitnya UU,
1.
Secara Filosofis, UU No. 62 Tahun 1958 masing-masing mengandung
ketentuan yang tidak sejalan dengan falsafah pancasila.
2.
Secara Yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang Nomor
62 Tahun 1958 adalah UUDS Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada UUD 1945.
3.
Secara Sosiologis, UU Nomor 62 Tahun 1958 sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat
internasional dalam pergaulan gobal, yang menghendaki adanya persamaan
perlakuan dan kedudukan warga Negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan
dan keadilan gender.
BAGIAN V
NEGARA
KONSEPSI NEGARA
Secara literal istilah
Negara semakna-sebangun dengan istilah dari bahasa asing, yakni baladun (bahasa Arab), state (bahasa Inggris), staat (bahasa Belanda dan Jerman), dan etat (bahasa prancis). Khusus kata staat, state dan etat diambil dari sitilah latin, yakni status atau statum, yang
berarti keadaan yang tehak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat
yang tegak dan tetap. Sementara secara terminologi
pengertian Negara dapat diartikan dari pandangan beberapa ahli, yang
kemudian secara sederhana Negara adalah “organisasi masyarakat tertinggi yang
memiliki territorial dan kekuasaan untuk mengatur dan memelihara rakyatnya
(masyarakat) dibawah perundang-undangan (hukum).
TEORI ASAL MULA NEGARA
Terdapat dua mainstream pendekatan yang menjelaskan
bagaimana asal-mula Negara. Pertama, pendekatan
faktual, pendekatan ini didasarkan pada kenyataan yang benar-benar terjadi,
yang dapat ditelusuri dari pengalaman dan sejarah, pendekatan factual sangat
menekankan pada kenyataan sejarah, antara lain :
1.
Suatu wilayah atau daerah beum ada yang menguasai, kemudian diduduki
oleh suatu bangsa.
2.
Suatu wilayah atau daerah yang semula termasuk wilayah Negara tertentu,
kemudian melepaskan diri dari Negara itu dan menyatakan kemerdekaannya.
Kedua, pendekatan teoritis, pendekatan ini didasarkan pada
penggunaan metode falsfah, yaitu membuat dugaan-dugaan berdasarkan kerangka
pemikiran yang logis, seperti : teori Ketuhanan, teori hukum alam, teori
kekuasaan, teori perjanjian masyarakat, teori organis, dan teori garis
kekeluargaan.
UNSUR-UNSUR NEGARA
Negara terdiri dari
beberapa unsur pembentuk, ada yang bersifat mutlak atau konstitutif, adan ada yang bersifat tambahan atau deklaratif. Ada beberapa unsur pembentuk
Negara, antara lain :
1.
Rakyat.
2.
Wilayah.
3.
Pemerintah.
4.
Pengakuan dari Negara-negara lain.
TUJUAN DAN FUNGSI NEGARA
Tujuan Negara dapat
diartikan juga sebagai visi Negara. Secara umum tujuan akhir setiap Negara
adalah menciptakan kebahagiaan bagi rakyatnya, tujuan kebahagiaan tersebut,
seperti : keamanan dan keselamatan, serta kesejahteraan dan kemakmuran. Menurut
Roger H. Soltau tujuan Negara, sebagaiman dikutip Miram Budiardjo, adalah
memungkinkan rakyatnya “berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas
mungkin”. Terlepas dari ragam tujuan Negara, fungsi Negara ialah :
1.
Melaksanakan penertiban.
2.
Megusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
3.
Pertahanan, yakni untuk menjaga segala kemungkinan serangan dari luar.
4.
Menegakkan keadilan, yakni yang dilaksanakan melalui
badan-badan pengadilan.
BAGIAN 6
KONSTITUSI
DEFENISI
KONSTITUSI
Bila
ditelusuri secara literal kata konstitusi (constitution)
berasal dari bahasa Prancis contituir,
yang berarti membentuk. Kemudian dalam bahasa Belanda, kata konstitusi dikenal
dengan istilah Groundwet, yang
berarti UUD (ground=dasar, wet=undang-undang), dalam bahasa jerman kata konstitusi juga dikenal dengan istilah Grundgesetz, yang juga berart UUD (grund=dasar, dan gesetz=undang-undang). Abu
Daud Busroh dan Abu Bakar Busroh, mengutip dari Dede Resyada et al, membagi
pengertian konstitusi ke dalam dua pengertian, yakni :1. Pengertian Sosiologis dan Politis, konstitusi merupakan shintesa faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat.
2. Pengertian Yuridis, konstitusi adalah suatu naskah yang membuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
CIRI-CIRI DAN
TUJUAN KONSTITUSI
Menurut
Miriam Budiardjo, setidaknya setiap konstitusi memuat lima ketentuan, adapun
kelima ketentuan tersebut adalah :1. Organisasi Negara.
2. Hak-Hak Azasi Manusia.
3. Prosedur mengubah UUD.
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
5. Memuat cita-cita rakyat dan azas-azas ideologi Negara.
Disamping
kelima hal diatas, konstitusi menurut Sovernin Lohman yang dikutip Dede
Rosyada, et al, harus memuat unsur-unsur sebagai berikut :
1.
Konstitusi dipandang sebagai
perwujudan perjanjian masyarakat.
2. Konstitusi
sebagai piagam yang menjamin hak-hak azasi manusia dan warga negara sekaligus
penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga negara dan alat-alat
pemerintahannya.
3.
Konstitusi sebagai forma
regimenis yaitu kerangka bangunan pemerintahan.
Ada beberapa tujuan konstitusi,
antara lain :
1.
Pembatasan sekaligus pengawasan
terhadap proses-proses kekuasaan politik;
2. Melepaskan
kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri;
3. Memberikan
batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya;
4.
Aturan main fundamental bagi
setiap kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara.
PERUBAHAN
KONSTITUSI
Adapun
prosedur yang dapat digunakan untuk mengubah suatu konstitusi menurut Miriam
Budiardjo adalah ada empat macam, yaitu :
1.
Sidang badan legislatif dengan
ditambah dengan beberapa syarat;
2. Referendum
atau plebisit;
3. Negara-negara
bagian dalam negara federal;
4.
Musyawarah khusus.
Sedangkan menurut CF. Strong,
prosedur perubahan konstitusi, antara lain :
1.
Dilakukan oleh pemegang kekuasaan
legislatif, akan tetapi menurut pembatasan-pembatasan tertentu;
2. Dilakukan
oleh rakyat melalui referendum;
3. Dilakukan
oleh sejumlah negara-negara bagian;
4.
Dilakukan dalam suatu konvensi
atau suatu lembaga negara khusus.
Sedangkan menurut K.C. Where,
antara lain :
1.
Beberapa kekuatan yang bersifat
primer.
2. Perubahan
yang diatur dalam konstitusi.
3. Penafsiran
secara hukum.
4.
Kebiasaan yang terjadi dalam
bidang ketatanegaraan.
Untuk
Indonesia, wewenang mengubah UUD berada di tangan lembaga tertinggi negara, yaitu
MPR, dengan ketentuan :
1.
Quorum adalah 2/3 dari anggota
MPR;
2.
Sedangkan usul-usul perubahan UUD
harus diterima oleh 2/3 dari anggota yang hadir
Di Indonesia ada delapan praktik
perubahan konstitusi, antara lain :
1.
UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember
1949);
2. Undang-Undang
Dasar Indonesia Serikat / Kostitusi RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950);
3. UUDS
RI 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959);
4. UUD
1945 (5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999);
5. UUD
1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000);
6. UUD
1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000 – 9 Nopember 2001);
7. UUD
1945 dan Perubahan I,II, dan III (9 Nopember 2001 – 10 Agustus 2002);
8.
UUD 1945 dan Perubahan I,II,III
dan IV (10 Agustus 2002 – sekarang).
HIREARKI
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Hirearki Peraturan
Perundang-undangan Indonesia Menurut TAP MPR Nomor III/MPR/2000
Hirearki Peraturan Perundang-Undangan Indonesia menurut UU Nomor 10 Tahun 2004,
Hirearki Peraturan Perundang-Undangan Indonesia menurut UU Nomor 10 Tahun 2004,
Terakhir saya
membaca Bab VII halaman 83 sampai Bab XII halaman 154, pada tanggal 06 October
2012, dengan ringkasan sebagai berikut :
BAGIAN VII
GOOD GOVERNANCE
PEMERINTAH DAN
PEMERINTAHAN
DEFENISI DAN
PILAR-PILAR GOOD GOVERNANCE
Ada
empat pengertian yang menjadi arus utama, yakni : Pertama, good governance dimaknai sebagai kinerja suatu lembaga. Kedua, good governance dimaknai sebagai
penerjemahan kongkrit dari demokrasi dengan meniscayakan civic culture sebagai penopang keberlanjutan demokrasi itu sendiri.
Ketiga, good governance diartikan
sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik. Keempat,
good governance diartikan dengan istilah aslinya atau tidak diterjemahkan
karena memandang luasnya dimensi.
PRINSIP-PRINSIP
GOOD GOVERNANCE
Masyarakat Transparansi Indonesia
merumuskannya sebagai berikut :
1.
Partisipasi Masyrakat;
2. Tegaknya
supremasi hukum;
3. Transparansi;
4. Peduli
pada stakeholder;
5. Berorientasi
pada konsensus;
6. Kesetaraan;
7. Efektifitas
dan Efisiensi;
8. Akuntabilitas;
9. Visi
Strategis.
PEMERINTAH DAN
PEMERINTAHAN
1.
KONSEPSI, Pemerintah adalah
aparat yang menyelengarakan tugas dan kewenangan negara, sedangkan pemerintahan
adalah tugas dan kewenangan negara itu sendiri.
2. Bentuk
Pemerintahan : Monarki, Oligarki dan Demokrasi.
3. Bentuk
Pemerintahan : Kerajaan dan Republik.
4. Sistem
Pemerintahan : Pemerintahan Presidensial dan Pemerintahan Parlementer.
BAGIAN VIII
HUBUNGAN SIPIL – MILITER
MILITER DAN POLITIK
Berbicara hal ini, ada beberapa
pertanyaan yang sering muncul, misalnya, mengapa militer cenderung terlibat
dalam bidang non-militer atau arena politik.
1. Militer
yang berbasis karakteristik organisasi militer profesional Barat seperti
komando sentralistik, hirarki, disiplin dan kohesif. Di sini fungsi militer
berkaitan dengan management of violence.
Sementara perilaku politik tentara dalam organisasi lebih banyak ditekankan
kapada dinamisasi internal organisasi militer daripada keluar dari tataran
lingkungan kemiliteran.
2. Aliran
pemikiran yang lebih menekankan kepada aspek kemasyarakyatan sebagai suatu
keseluruhan unit analisa dari aturan-aturan kemiliteran. Di sini keterlibatan
atau intervensi militer ke dalam politik, seperti diterangkan S.E. Finer,
dihasilkan dari kondisi lingkungan masyarakat yang rendah atau minimal dalam
budaya.
3.
Aliran pikiran yang lebih
menekankan kepada dinamisasi internal dan hirarkhi kemiliteran, klik atau
perkomplotan internal militer, kepentingan korporasi, ambisi pribadi dan
perilaku khas dari militer dalam menjelaskan perilaku politik militer.
POLA HUBUNGAN
SIPIL-MILITER DAN KEAMANAN INTERNASIONAL
Ada beberapa alasan mengapa minat
hubungan sipil-militer tidak menonjol, antara lain :
1.
Para pemimpin sipil tidak begitu
tertarik untuk membicarakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi menyangkut
hubungannya dengan militer, sebab persoalan-persoalan itu akan membuat sipil
lemah.
2. Milter
tidak ingin menyoroti dan melemahkan kontrol sipil disebabkan gagasan
subordinasi militer terhadap otoritas sipil telah berurat akar dalam kultur
profesional militer.
3.
Minat publik terhadap hubungan
sipil-militer telah berkurang secara dramatis sejak pasca perang dingin dan
melemahnya kontrol sipil atas militer tampak dengan mudah.
DINAMIKA
HUBUNGAN SIPIL-MILITER INDONESIA
Ada
beberapa penjelasan tentang persoalan hubungan sipil-militer di indonesia.
Diantaranya dapat dijalsakan melalui pendekatan kualitas demokrasi dan
pendekatan akar historis.
KUALITAS
DEMOKRASI
Demokrasi
Indonesia masih berwajahkan “transisi”, dan menurut Guillermo O`Donnel dan
Schmitter paling tidak ada lima kemungkinan yang bisa terjadi dari suatu proses
demokrasi transisi.
1.
Terbentuknya restorasi atau sistem otoriter dalam bentuk baru
2. Terjadi
revolusi sosial yang disebabkan
menajamnya konflik-konflik kepentingan di tengah masyarakat.
3. Liberalisasi
terhadap sistem otoriter, yang dilakukan oleh penguasa pasca masa transisi,
dengan tujuan untuk mendapat dukungan politis dan mengurangi tekanan-tekanan
masyarakat.
4. Merupakan
kebalikan dari yang ketiga, penyempitan proses demokrasi dari sistem liberal
kepada demokrasi limitatif dan terbentuknya pemerintahan yang demokratis.
AKAR HISTORIS
Pendekatan ini setidaknya dapat
tergambarkan dalam sketsa sejarah berikut :
1.
Masa demokrasi parlementer atau
demokrasi liberal, 1945-1959, pada masa ini militer Indonesia benar-benar di
bawah pemerintahan sipil. Dimasa inilah terjadi rasionalisasi tentara dan
pembentukan ABRI.
2. Masa
demokrasi terpimpin, 1959-1966, pasa masa ini Indonesia dipimpin oleh tokoh
sipil (Ir. Soekarno) yang bergaya militer.
3. Masa
demokrasi Orde Baru. Pada masa ini rakyat Indonesia diperintah oleh tokoh
tentara (Jenderal Besar Soeharto) dengan otoriterian militer. Kontrol militer
terhadap kehidupan sipil menjelma dan dilembagakan melalui kebijakan politik
dwi fungsi ABRI (sekarang TNI).
4. Awal
era Reformasi, 1998-1999. Di awal era ini elit tentara kembali melakukan
langkah-langkah yang tidak populer dalam menangani beberapa peristiwa politik,
misalnya penculikan aktivis, penembakan mahasiswa, dan pelanggaran HAM di
Timor-Timur. Sehingga menimbulkan tuntutan terbuka, sehingga diambil kebijakan
: Dicabutnya dwi fungsi ABRI, Keluarnya tentara dari lembaga legislatif DPR, Kebijakan
pengarusutamaan profesionalisme TNI.
BAGIAN IX
AGAMA DAN NEGARA
KONSEP RELASI
AGAMA DAN NEGARA
Dalam
perkembangannya, pertanyaan yang muncul apakah ada hubungan Agama dan Negara,
melahirkan dialektika dan polarisasi pandangan yang berkecenderungan berpola
dan tidak banyak berubah, yakni pandangan teokrasi, sekularis, komunis, dan
moderasi, adapun keempat pola pandangan tersebut adalah :
1.
Teokrasi, pandangan yang
menganggap atau menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
negara dan agama. Dalam arti kata lain, antara agama dan negara diyakini oleh
aliran pandangan ini sebagai dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
2. Sekularis,
yakni, paham yang menganggap bahwa antara negara dan agama itu tidak memiliki
hubungan satu sama lain. Artinya paham ini memisahkan dan membedakan anatara
agama dan negara.
3. Komunis,
yakni, paham yang berpandangan radikal bahwa hubungan agama dan negara
berdasarkan pada filosofi materialisme-dialektis
dan materialisme-historis. Output dan outcome dari pandangan ini adalah paham atheis atau pandangan yang
meniadakan Tuhan.
4.
Moderasi, yakni, paham sintesa
antara paham teokrasi dan sekuler. Paham ini beranggapan bahwa antara negara
dan agama tidak memiliki hubungan seperti hubungan yang diyakini oleh paham
teokrasi.
BAGIAN X
MASYARAKAT
MADANI
DEFENISI
MASYARAKAT MADANI
Adi
Suryadi Culla (1999) melihat setidaknya ada empat perspektif dalam memandang civil society :
1.
Perspektif yang memandang
hubungan masyarakat dan Negara secara berhadapan secara dyadic;
2. Masyarakat
dan Negara sebagai dua entitas yang secara rasional dan fungsional tidak
terpisahkan;
3. Perspektif
yang memandang hubungan masyarakat dan Negara tidak dalam konteks dyadic, sebagai dua entitas yang selalu
berhadapan, dalam situasi konflik;
4.
Perspektif yang memandang civil society dipisahkan dari tiga
entitas lainnya, Negara, Masyarkat Politik, dan Masyarkat Ekonomi.
DINAMIKA PERAN
MASYARAKAT MADANI DI INDONESIA
Di
Indonesia, jatuhnya Orde Baru tak lepas dari berperannya secara efektif
aktor-aktor prodemokrasi yang menurut Anders Uhlin (1998), terdiri dari 4
kategori aktor :
1.
Kelompok Pemmbangkang Elit dan
Intelektual;
2. Generasi
LSM Senior;
3. Aktivis
Mahasiswa;
4.
Generasi Baru LSM prodemokrasi
dan HAM
Secara umum melihat dinamika
gerakan mahasiswa sejak 1998 hingga 2003, ada beberapa karakteristik yang
melekat pada gerakan mahasiswa, yakni :
1.
Gerakan Mahasiwa Indonesia
bagaimana bukan sebuah entitas yang tunggal tetapi heterogen.2. Gerakan Mahasiswa Kontemporer tampak tidak dapat lepas dari interaksinya dengan kalangan LSM, PARPOL, Tokoh-Tokoh ORMAS, dan kalangan “interest group” lain, sehingga dapat melancarkan gerakan mahasiswa kerap dicurigai telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak di luar dirinya.
3. Mahasiswa Indonesia masih amat terjebak pada kubangan persoalan-persoalan klasik internal, dalam banyak hal juga eksklusifitas, di samping kurang dapat melakukan proses olah data secara optimal, dalam menghadapi banyak isu.
BAGIAN XI
DEMOKRASI
DEMOKRASI
DEFENISI DEMOKRASI
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani Athena, yakni “demos”
yang berarti rakyat atau penduduk setempat, dan “cratein” atau “kratos” yang
berarti pemerintahan. Jadi secara etimologis demokrasi adalah pemerintahan
rakyat, pemerintahan kerakyatan atau pemerintah rakyat banyak. Dalam pengertian
peristilahan (terminologis), Abraham Lincoln (1808-1865) Presiden Amerika
Serikat yang ke-16 mengatakan bahwa “democracy
is government of the people, by the people and for people” atau “demokrasi
itu adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Demokrasi
sangat membutuhkan berbagai lembaga sosial dan politik yang dapat menopang bagi
keberlangsungan suatu sistem demokrasi yang baik. Menurut Robert A. Dahl
setidaknya ada enam lembaga yang dibutuhkan dalam penerapan sistem demokrasi,
yakni :1. Para pejabat yang dipilih;
2. Pemilihan Umum yang jujur, adil, bebas dan berperiodik;
3. Kebebasan berpendapat;
4. Akses informasi-informasi alternatif;
5. Otonomi asosiasional, yakni warga negara berhak membentuk perkumpulan-perkumpulan atau organisasi-organisasi yang relatif bebas, termasuk partai politik dan kelompok kepentingan;
6. Hak kewarganegaraan yang inklusif.
BENTUK-BENTUK
DEMOKRASI
Untuk
mengetahui bentuk-bentuk demokrasi, dapat menggunakan pendekatan dari berbagai
sudut pandang, antara lain :
DARI SUDUT
PANDANG “TITIK TEKAN”
1.
Demokrasi Formal, demokrasi yang
menjunjung tinggi persamaan dalam bidang politik, tanpa disertai upaya untuk
mengurangi atau menghilangkan kesenjangan dalam bidang ekonomi.2. Demokrasi Material, yakni demokrasi yang menekankan pada upaya-upaya menghilangkan perbedaan dalam bidang ekonomi, sedangkan persamaan dalm bidang politik kurang diperhatikan, atau bahkan dihilangkan.
3. Demokrasi Gabungan, yakni demokrasi sintesis dari demokrasi formal dan demokrasi material.
DARI SUDUT
PANDANG “CARA PENYALURAN”
1.
Demokrasi Langsung, yakni rakyat
secara langssung mengemukakan kehendaknya di dalam rapat yang dihadiri oleh
seluruh rakyat.2. Demokrasi Perwakilan atau Demokrasi Repersentatif, yakni rakyat menyalurkan kehendaknya, dengan memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam DPR.
3. Demokrasi Perwakilan atau Sistem Referendum, yakni gabungan antara demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.
SUDUT PANDANG
“TUGAS-TUGAS DAN HUBUNGAN ANTARA ALAT-ALAT PERLENGKAPAN NEGARA”
1.
Demokrasi Dengan Sistem
Parlementer, yakni dalam demokrasi ini terdapat hubungan erat antara badan
legislatif dengan badan eksekutif.2. Demokrasi Dengan Sistem Pemisahan Kekuasaan, yakni demokrasi dalam arti kekuasaan dipisahkan menjadi kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
3. Demokrasi
Dengan Sistem Referendum, yakni demokrasi perwakilan dengan kontrol rakyat
secara langsung terhadap wakil-wakilnya di DPR.
PERIHAL
GELOMBANG DEMOKRASI
Ada beberapa deskripsi sederhana
perihal gelombang demokrasi, yakni :
1.
Demokrasi Negara, adaoun praktik
dari demokrasi ini, adalah :
a. Aktor
Militer.
b. Sistem
kepartaian terbatas.
c. Ketiadaan
otonomi partisipasi.
d. Ketiadaan
partisipasi langsung.
2. Demokrasi
Masyarakat, biasanya dilakukan melalui :
a. Mengeluarkan
perwira-perwira militer yang ikut terlibat dalam persoalan sosial-politik
wilayah sipil.
b. Penguatan
pembentukan sistem kepartaian yang mendukung terhadap berkembang dan berdayanya
sistem parlementer guna terwujudnya keterbukaan pertanggungjawaban pada masyarakat.
c. Membuka
keran-keran partisipasi seluas mungkin agar tuntutan dan dukungan warga dapat
teragregasi dengan maksimal.
d. Menumbuhkan
dan mengembangkan otonomi partisipasi yang selama ini selalu dimobilisasi.
3. Demokrasi
Pasar, adapun alasan munculnya demokrasi pasar, antara lain, karena :
a. Demokrasi
ada dalam situasi kompetitif;
b. Terbuka
bagi keinginan publik;
c. Dengan
apa individu-individu mendapatkan kesempatan untuk membuat keputusan-keputusan ;
Adapun
karakter dari demokrasi pasar, antara lain :
a. Keinginan
atau kemauan publik bukanlah yang asli, melainkan suatu kemauan yang dibuat,
yakni dibuat dengan cara-cara yang “tepat sama dengan cara-cara periklanan
komersial”
b. Publik
tidak mengangkat dan memutuskan masalah-masalah, sebaliknya masalah itu sendiri
yang menentukan keberadaan mereka.
c. Aspirasi
publik dalm kontestasi politik merupakan bagian yang esensial dalam proses
demokrasi.
d. Partai
politik sama dengan wiraswastaan dalam suatu ekonomi yang memburu laba.
Demokrasi
Ideal dalam pemikiran robert Dahl mencakup lima kriteria sebagai standar sebuah
pemerintahan demokratis, yaitu :
1.
Partisifasi Efektif.
2. Persamaan
Suara.
3. Pemahaman
Yang Cerah.
4. Pengawasan
Agenda.
5.
Pencakupan Orang Dewasa.
Kecenderungan
sebuag demokrasi ideal menurut Dahl hanya bisa tumbuh berkembang dalam unit
yang berskala kecil, seperti partai politik, sebuah kepanitiaan, dan sebuah
asosiasi. Di mana dalam unit demokrasi yang lebih kecil dari Negara, belum
tentu memerlukan lembaga-lembaga demokrasi sebgaimana yang diperlukan oleh
sebuah negara demokrasi.
BAGIAN XII - HAK
ASASI MANUSIA
ISTILAH DAN
DEFENISI HAK ASASI MANUSIA
Miriam
Budiardjo dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik menyebutkan bahwa hak asasi
manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya
bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 1
disebutkan bahwa : “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang maha esa dan
merupakan anugrahNya yang wajib dihormati., dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat bangsa”.
SEJARAH
PERKEMBANGAN HAM
Sejarah perkembangan HAM dapat
kita lihat dalam naskah-naskah berikut :
1.
magna
Charta, (Piagam Agung, 1215), suatu dokumen
yang mencatat beberapa hak yang diberikan Raja John dari Inggris kepada
beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka.
2. Bill Of Rights (UU
Hak, 1689), suatu UU yang diterima oleh parlemen Inggris sesudah berhasil dalam
tahun sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu
revolusi tak berdarah (The Glorious
Revolution of 1688).
3. Declaration des droits de I`homme
et du citoyen (pernyataan hak-hak manusia dan warga
Negara, 1789), suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Prancis,
sebagai perlawanan terhadap kewenangan dari rezim lama.
4.
Bill
of Rights (UU Hak), suatu naskah yang disusun oleh
rakyat Amerika dalam tahun 1789 (sama tahunnya dengan Deklarasi Perancis), dan
menjadi bagian dari UUD pada tahun 1791.
Franklin D.
Roosevelt, Presiden Amerika Serikat, mencetuskan empat kebebasan atau terkenal
dengan istilah The Four Freedom,
yakni :
1.
Freedom
of Speech, kebebasan untuk berbicara dan
menyatakan pendapat.
2. Freedom of Religion, kebebasan
beragama.
3. Freedom of Fear, kebebasan
dari rasa takut.
4.
Freedom
of Want, kebebasan dari kemiskinan dan
kemelaratan.
BENTUK-BENTUK
HAK ASASI MANUSIA
Pertama,
hak personal, hak legal, hak sipil dan politik dalam
DUHAM pasal 3-21 terdiri dari:
1.
Hak untuk hidup, kebebasan dan
keamanan pribadi.
2. Hak
bebas dari perbudakan dan penghambaan.
3. Hak
bebas dari penyiksaan atau perlakuan atau hukuman yang kejam, tak berperikemanusiaan
ataupun merendahkan derajat kemanusiaan.
4. Hak
untuk memeperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi.
5. Hak
untuk memperoleh pengampunan hukum secara efektif.
6. Hak
bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan sewenang-wenang.
7. Hak
untuk peradilan yang interpenden dan tidak memihak.
8. Hak
untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah.
9. Hak
bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
keluarga, tempat tinggal maupun
surat-surat.
10. Hak
bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik.
11. Haka
atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu.
12. Hak
bergerak.
13. Hak
memeperoleh suaka.
14. Hak
atas satu kebangsaan.
15. Hak
untuk menikah dan membentuk keluarga.
16. Hak
untuk mempunyai hak milik.
17. Hak
bebas berpikir, berkesadaran dan beragama.
18. Hak
bebas berpikir dan menyatakan pendapat.
19. Hak
untuk berhimpun dan berserikat.
20.
Hak untuk megambil bagian dalam
pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.
Kedua,
hak ekonomi, sosial dan budaya dalam DUHAM terdiri dari :
1.
Hak atas jaminan sosial.
2. Hak
untuk bekerja.
3. Hak
atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.
4. Hak
untuk bergabung ke dalam serikat-serikat buruh.
5. Hak
atas istirahat dan waktu senggang.
6. Hak
atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan.
7. Hak
atas pendidikan.
8.
Hak untuk berpartisipasi dalam
kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
Kemudian,
bentuk-bentuk HAM di Indonesia terdapat dalam UUD 1945 (hasil amandemen I-IV),
yakni terdiri dari :
1.
Hak kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat.
2. Hak
kedudukan yang sama di dalam hukum.
3. Hak
kebebasan berkumpul.
4. Hak
kebebasan beragama.
5. Hak
penghidupan yang layak.
6. Hak
kebebasan berserikat.
7.
Hak memperoleh pendidikan atau
pengajaran.
Sementara itu
secara operasional lagi bentuk-bentuk HAM terdapat dalam UU No. 39 tahun 1999
tentang HAM, yakni :
1.
Hak untuk hidup.
2. Hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan.
3. Hak
mengembangkan diri.
4. Hak
memperoleh keadilan.
5. Hak
atas kebebasan pribadi.
6. Hak
atas rasa aman.
7. Hak
atas kesejahteraan.
8. Hak
turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak
wanita.
10.
Hak anak.
Demikianlah
laporan baca ini, saya nyatakan bahwa laporan bacaan diatas benar saya
laksanakan dihadapan Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus.
Selasa, 23
Oktober 2012
Pembaca
Roy Damanik