Halaman

Senin, 07 Oktober 2013

SEMESTER 2 (PAPER - SEJARAH PERANG SALIB)


PAPER
SEJARAH PERANG SALIB


Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah
PENGANTAR SEJARAH MISI

Yang Dibina Oleh :
Ibu Debora Y.S. Kim, M.A

Nama: Roy Damanik
NIM : 2012.86208.04
Prodi : PAK

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA BASOM
Komp. Jodoh Park No. 17 Sei Jodoh Batam






BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG


Penyebab Perang Salib adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus Urbanus II untuk menolong Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan karena sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium telah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert. Dan kekalahan ini berujung kepada dikuasainya hampir seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modern). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Ortodoks Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas permohonannya.

Setelah Dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak bebas lagi beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis. Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 adalah kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan faktor yang penting dan kaum Kristen yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat sulit untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Para ksatria Kristen ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan asing yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka dapat berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh faktor ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa Reconquista adalah kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan ke-Kristen-an suatu Negara[1].

Secara singkat latar belakang terjadinya Perang Salib, antara lain :

1.      Kestabilan secara politik.
2.      Kemajuan secara ekonomi.
3.      Perkembangan produksi pertanian.
4.      Memperbesar wewenang Sri Paus melalui reformasi Gereja dan pertambahan penduduk.
5.      Yerusalem (tempat suci).
a.       Diserang Seljuk Turk ( A.D 1076).
b.      Hambatan tempat Ziarah.
6.      Pemulihan Yerusalem.
a.       Timbulnya semangat yang kudus.
b.      Siapkan perang salib.
7.      Serangan Islam ke Roma Timur.
a.       Kaisar Roma meminta militer kepada Eropa.
b.      Menyelamatkan Israel.
8.      Yerusalem dikotori; dinodai jadi harus direbut kembali.



B. TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuan pembahasan Paper Perang Salib ini diharapkan agar mahasiswa Teologia Kristen mengetahui Sejarah Peradaban Kristen mengenai Perang Salib, tentang penyebabnya, tujuan perang serta dampak yang diakibatkan oleh Perang Salib.


BAB II
PEMBAHASAN


A. SEJARAH PERANG SALIB


Situasi orang Kristen di Palestina dan di Asia Kecil pada akhir abad ke-11 menjadi lebih sulit. Pada tahun 1071 tentara Bizantium dikalahkan oleh tentara Turk-Seljuk di Mantzikert, oleh karena itu Bizantium kehilangan kontrol atas perbatasannya di Asia Kecil Timur. Akibatnya, sejak tahun 1072 mulai terjadi imigrasi orang Turki yang beragama Islam ke Asia Kecil. Juga pada tahun 1071 Yerusalem ditaklukkan oleh tentara Turk-Seljuk. Dan sejak itu ziarah orang kristen dari Eropa ke Yerusalem sangat dihambat. Kaisar Bizantium meminta pertolongan dari Paus Gregor VII (1073-1085). Paus Gregor VII menggabungkan jeritan minta tolong Kaisar Bizantium dengan tujuan membebaskan Yerusalem, dan inilah untuk pertama kalinya muncul ide perang salib. Konsep lain lagi yang masih kuat dalam Gereja Roma-Katolik, yaitu mempersatukan kembali Gereja Kekaisaran Romawi Bagian Barat (Roma-Katolik) dengan Gereja Kekaisaran Romawi Bagian Timur (Yunani Ortodoks) di bawah pimpinan Paus Roma-Katolik. Ini disebut “Ide Hirearkhis Perang Salib”, yang tidak menuju ke Yerusalem dengan tujuan membebaskan Yerusalem, tetapi Konsep Hirearkhis itu menuju ke Konstantinopel, untuk mempersatukan Gereja Yunani Ortodoks dengan Gereja Roma-Katolik. Konsep itu masih ikut konsep yang dibentuk oleh Eusebius dari Kaisarea, yaitu kesatuan atau hubungan akrab kekaisaran Romawi dengan Gereja[2].

Pada bulan November tahun 1905 dilaksanakan pertemuan sinode di Clermont, Perancis, yang dihadiri oleh Paus Urbanus II (1088-1099). Pada kesempatan peretemuan sinode ini diumumkan bahwa Paus Urbanus II akan menyampaikan pengarahan yang sangat penting di pertemuan umum pada tanggal 27 November 1095. Pada tanggal itu ribuan orang berkumpul di depan Katedral di Clermont. Paus Urbanus II dalam pidatonya menyerukan supaya orang Kristen di Eropa menolong orang Kristen di Timur Tengah, khususnya terhadap orang di Turki, yang sudah menguasai banyak daerah Kristen dan banyak tempat suci. Bukan Paus Urbanus II yang mengucapkan, tetapi Tuhan sendiri menghendaki itu. “Saya sampaikan kepada hadirin, dan minta agar pengarahan ini disampaikan kepada yang tidak hadir, sebab Kristus yang memerintahkan. Semua yang hadir, melalui ketaatan itu, langsung memperoleh pengampunan dosa.” Reaksi ribuan hadirin itu sangat emosional, dan mereka berseru : “Deus Vult, Deus Vult” (Allah yang menghendaki). Seorang uskup bangkit berdiri dan mengucapkan, bahwa dia bersedia untuk ikut dalam perang Salib itu, dan mengambil tanda Salib yang merah dan menyepitkan pada jubahnya. Ratusan orang ikut teladannya, dan kemudian gerakan itu dibawa kemana-mana di Eropa.[3]

Perang Salib yang berlangsung hampir 200 tahun itu tidak berlangsung secara terus menerus, tetapi secara bertahap. Permusuhan pun tidak berlangsung terus menerus karena ada masa damai, kerena itulah perang salib dibagi beberapa periode.


B. PERIODE PERANG SALIB


B.1. PERANG SALIB PERTAMA (1095-1101)[4]
Tidak seperti Gregory VII, Paus Urban II berada dalam posisi untuk menjawab permintaan Timur. Pada November 1095, dia memanggil Konsili Clermont di Prancis Selatan dimana dia meminta dengan sangat pada hadirin yang terdiri dari bukan hanya Uskup dan Kepala Biara, tapi juga kaum bangsawan, ksatria dan rakyat sipil untuk memberikan bantuan kepada Kekristenan Timur. Telah terjadi banyak peperangan antar sesama Bangsa Eropa dan pada pertemuan yang diadakan di tempat terbuka tersebut, Paus mendorong mereka untuk berdamai satu sama lain dan memusatkan kekuatan militer mereka untuk tujuan yang konstruktif , membela Kekristenan dari aggresi Muslim, membantu Kristen Timur, dan mengambil alih kembali Kubur Kristus. Dia juga menekankan perlunya pertobatan dan motif spiritual dalam melakukan kampanye ini, menawarkan indulgensi total bagi mereka yang berkaul untuk melakukan tugas ini. Jawaban dari para hadirin sangat antusias, para hadirin berteriak "Deus Vult!" (Tuhan menghendakinya!). Dalam Kosnili Clermont juga ditetapkan bahwa mereka yang pergi untuk melaksanakan tugas akan memakai Salib Merah (Latin : Crux). yang kemudian membuat kampanye ini disebut Perang Salib. Persiapan dimulai di seluruh Eropa. Kebanyakan tidak terorganisasi ataupun tidak mempunyai semangat seperti yang didengungkan Paus. Beberapa prajurit begitu kurang persiapan sehingga mereka menjarah untuk memenuhi kebutuhan. Beberapa orang German membantai orang Yahudi. Beberapa tidak pernah sampai di Konstantinopel. Beberapa anggota dari "People's crusade" yang tidak terorganisasi dan begitu tidak disiplin dan dikirim oleh Kaisar pada Agustus 1096 menuju ke Bosphorus, lebih dulu dari pasukan utama Perang Salib, mereka dibantai oleh tentara Turki. Prajurit Salib utama terdiri dari empat pasukan yang berasal dari Perancis, German dan Normandia, dibawah pimpinan Godfrey dari Boullion, Bohemond dan Tancred (keduanya orang Normandia), Raymond dari Saint-Giles, dan Robert dari Flanders. Namun, Kaisar Byzantin Alexius tidak ingin tentara yang begitu banyak berada di Konstantinopel dan kemudian dikirimnya mereka ke Asia Minor sesuai dengan urutan kedatangan mereka. Sang Kaisar juga mensyaratkan agar kepala Pasukan bersumpah bahwa mereka akan mengembalikan tanah yang mereka rebut dari pihak Muslim yang dulunya adalah daerah Byzantine.

Pada Juni 1097, Nicea diambil alih oleh Byzantine dan para Prajurit Salib. Bulan berikutnya Prajurit Salib dan Byzantine mendapatkan kemenangan besar melawan Turki ketika mereka diserang di Dorylaeum. Kemajuan lebih lanjut cukup sulit dan nampaknya beberapa orang menjadi putus semangat. Salah satunya adalah Alexius, yang berjanji untuk membantu kota Antioka yang terkepung. Ketika sang Kaisar berhenti untuk berusaha, para Prajurit Salib merasa bahwa kewajiban untuk menyerahkan Dorylaeum kembali ke Kaisar, telah hilang karena sang Kaisar sendiri tidak mampu mempertahankannya (Alexus telah hilang semangat). Karena itu, saat Dorylaeum diambil alih pada Juni 1099, kota tersebut jatuh ke tangan orang Normandia. Bulan berikutnya Fatimid Muslim dari Mesir mengambil alih kembali Yerusalem dari kaum Seljuk Turky, jadi para Prajurit Salib melakukan serangan bukan kepada bangsa Turky. Ini terjadi pada 1099. Selama sebulan para Prajurit Salib, yang telah berkurang separuh dari kekuatan awal, mendirikan kemah disekeliling Yerusalem sementara Gubernur Fatimid menunggu bantuan tentara dari Mesir. Disisi lain Prajurit Salib mendapatkan persediaan makanan dan kebutuhan dari pelabuhan Jaffa dan memulai gerkan mereka.

Pada 8 Juli Prajurit Salib berpuasa dan berjalan dengan telanjang kaki mengelilingi kota menuju ke Gunung Zaitun (tempat Yesus mengalami Sakral Maut), dan pada tanggal 13, mereka mengepung tembok kota. Pada tanggal 15, beberapa prajurit berhasil melewati tembok dan membuka salah satu gerbang kota yang membuat pasukan utama mampu menyerbu kedalam. Di Menara Daud, Gubernur Fatimid menyerah dan diantar keluar dari kota. Dari dalam Mesjid Al-Agsa dekat Bukit Kuil (Temple Mount), Tacred, salah satu pimpinan Prajurit Salib, menjanjikan perlindungan bagi warga Muslim dan Yahudi di kota tersebut. Sayangnya, meskipun ada upaya tersebut, pembantaian tetap terjadi. Bulan selanjutnya Prajurit Salib mengejutkan dan memukul balik pasukan bantuan dari Mesir yang dinanti-nanti Gubernur Fatimid. Prajurit Salib mengkokohkan kendali warga Kristen di Yerusalem, meskipun banyak kota pelabuhan masih berada dalam kendali Muslim. Kebanyakan Prajurit Salib kemudian pergi kembali ke rumah setelah merasa bahwa tujuan dan kaul mereka telah tercapai.

Sebagai hasil dari Perang Salib pertama, telah terbentuk empat negara bagian Kristen dari wilayah yang telah direbut Prajurit Salib : Kerajaan Jerusalem terdahulu, Principality Antioka (Prinsipality = daerah yang dikuasai pangeran/prince), Countship Edessa (Countship = daerah dalam kekuasaan Count. Count = semacam bangsawan) dan Countship Tripoli. Negara-negara bagian ini, yang menggunakan sistem feodal dalam konteks yang terlepas dari permusuhan lokal seperti yang terjadi di Eropa, telah disebut-sebut sebagai model administrasi Medieval. Namun, hubungan antara negara bagian, kekaisaran Byzantine dan daerah Muslim disekitarnya sering rumit. Untuk mempertahankan negara-negara bagian baru ini, sebuah pasukan baru terbentuk ordo-ordo Ksatria, seperti Hospitaleer oleh St John dari Yerusalem dan Templars. Ini adalah kelompok ksatria yang berkaul religius dan melakukan aturan-aturan religious. Untuk suatu saat negara-negara bagian akibat Perang Salib berkembang. Seiring dengan waktu, negara-negara bagian tersebut membesar meliputi kota-kota pelabuhan yang ditinggal dan tidak diakui oleh siapapun sebagai daerah kekuasaan. Meskipun begitu, negara-negara bagian tersebut masih lemah. Pada 1144 negara bagian utara Edessa ditawan oleh Pasukan Muslim.

Untuk suatu saat negara-negara bagian akibat Perang Salib berkembang. Seiring dengan waktu, negara-negara bagian tersebut membesar meliputi kota-kota pelabuhan yang ditinggal dan tidak diakui oleh siapapun sebagai daerah kekuasaan. Meskipun begitu, negara-negara bagian tersebut masih lemah. Pada 1144 negara bagian utara Edessa ditawan oleh Pasukan Muslim.


B.2. PERANG SALIB KEDUA (1146-1148)[5]
Sebagai respon, Paus Eugenus III memanggil Perang Salib baru, yang diserukan di Prancis dan Jerman oleh St. Bernard dari Clairvux. Raja Perancis, Louis VIII, dan istrinya, Eleanor dari Aquitaine, segera merespon, meskipun Kaisar Jerman, Conrad III, harus dibujuk. Kaisar Byzantine saat itu, Manuel Comnenus, juga mendukung Perang Salib, meskipun dia tidak menyumbangkan pasukannya. Meskipun pada suatu waktu Perang Salib ini melibatkan pasukan terbesar, Perang Salib kedua ini tidak diikuti oleh antusiasme seperti antusiasme pada Perang Salib yang pertama, karena pada saat itu Yerusalem masih dikuasai Kristen. Jalannya kampanye kedua ini juga dipenuhi kepentingan-kepentingan dari pihak yang terlibat, yang kesemuanya menghambat kemajuan. Kesulitan perjalanan juga semakin menambah kesulitan. Ketika tidak mampu untuk sampai ke Edessa, para Prajurit Salib berkonsentrasi untuk mengambil alih Damaskus. Tapi konflik intern membuat mereka mengundurkan diri.

Kegagalan dari Perang Salib kedua begitu mematahkan semangat, dan banyak di Eropa merasa bahwa Kekaisaran Byzantine merupakan halangan dalam mencapai kesuksesan. Kegagalan ini juga merupakan tiupan moral yang kuat bagi Pasukan Muslim yang telah berhasil secara sebagian mengurangi kekalahan mereka di Perang Salib pertama. Posisi dari negara bagian para Prajurit Salib saat itu lemah, dan di tahun tahun selanjutnya mereka dikelilingi oleh kekuatan Muslim yang telah berkonsolidasi yang diikuti oleh hancurnya Kalifah Fatimid di Mesir. Meskipun saat itu ada gencatan senjata dengan Komandan Muslim, Saladin, gencatan tersebut pecah pada 1887. Pada saat krisis suksesi di kerajaan Yerusalem, sebuah karavan Muslim diserang, dan Saladin me-respon dengan menyatakan Jihad.

Pasukan Latin mengalami kekalahan yang memalukan pada Tanduk Hattin (Sebuah formasi geologis yang menyerupai dua tanduk di perbukitan), dan Saladin kemudian meneruskan dan mengambil alih Tiberias dan kota pelabuhan Acre sebelum menyerang Yerusalem, yang jatuh pada 2 Oktober. Pada 1189, hanya ada beberapa negara bagian yang masih dikuasai kaum Kristen.


B.3. PERANG SALIB KETIGA (1188-1192)[6]
Seiring dengan jatuhnya Yerusalem, Paus Gregory VIII menyerukan Perang Salib ketiga. Sayang waktunya bersamaan dengan matinya raja-raja yang pertama kali menjawab panggilan. Raja pertama yang menjawab seruan tersebut adalah William II dari Sisilia. Dia mengirimkan armada ke Timur tapi kemudian mati pada 1189. Henry II dari Inggris setuju untuk berpartisipasi, tapi juga mati di tahun yang sama. Kaisar Jerman, Frederick Barbarossa, yang telah ber-rekonsiliasi dengan Gereja (setelah sebelumnya sempat di ekskomunikasi), berpartisipasi dengan memimpin tentara yang besar yang mengalahkan Pasukan Seljuk pada 1190. Tapi bulan berikutnya, Kaisar yang sudah lanjut ini mati tenggelam saat dia berusaha berenang untuk mengintai.

Dua raja yang akhirnya memimpin Perang Salib ini adalah Richard I ("Si Hati Singa, Lion-Hearted) yang gagah tapi falmboyan, keturunan Henry II dan penerusnya. Dan Raja Philip II Agustus dari Prancis. Dalam perjalanan ke Tanah Kudus, Richard I berhenti di Cyprus dan saat itu dia diserang oleh Pangeran Byzantine Isaac Comnenus. Ricahrd I kemudian mengalahkan sang Pangeran dan mengambil alih pulau tersebut sebelum berlayar ke kota pelabuhan Acre yang diserang oleh Prajurit Salib. Dengan datangnya bala bantuan, kota pelabuhan Acre akhirnya bisa direbut dan pasukan Muslim akhirnya menyerah. Philip II kemudian merasa kaul Perang Salibnya terpenuhi dan kembali ke Prancis. Saladin kemudian setuju untuk menukarkan tawanan dengan relikui dari Salib yang asli. Persetujuan ini kemudian pecah ketika Richard memasalahkan pemilihan tawanan yang akan dikembalikan dan kemudian memerintahkan untuk menghukum mati tawanan Muslim dan keluarganya. Richard berkehendak untuk menekan ke Yerusalem dan berhasil mendapatkan beberapa kota, termasuk Jaffa, tapi pada akhirnya tidak mampu mencapai Kota Suci. Hubungannya dengan Saladin akrab. Keduanya sepertinya saling menghormati. Pada akhir 1192 keduanya menandatangani perjanjian damai 5 tahun yang mengijinkan Umat Kristen memiliki akses ke tempat kudus. Daerah kekuasaan Kristen di Tanah Kudus saat itu telah berkurang menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang terdiri dari kota pelabuhan besar.


B.4. PERANG SALIB KEEMPAT (1201-1204)[7]
Perang Salib Keempat, meski lebih dipersiapkan dan lebih heboh, tetap gagal bahkan berakibat pahit, yaitu penjarahan Constantinople. Tentara Salib menjarah Constantinople. Perang Salib IV dimulai pada tahun 1201, saat Count Tibald of Champagne mengusulkan hal ini kepada Paus Innocent III, yang menyetujui rencana ini. Setahun kemudian, diputuskan bahwa tujuan Perang Salib IV ini adalah Mesir. Satu-satunya cara mencapai Mesir adalah melalui laut. Venesia bersedia menyediakan 4.500 kesatria, 9.000 squire dan sergeant, 20.000 infantri, dan 20.000 kuda, dengan imbalan 85.000 silver mark dan 50% jarahan. Masalahnya Count Tibald meninggal. Tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh Boniface de Monferrate. Boniface dipilih karena ia merupakan paman Putri Maria of Jerusalem. Hubungan ini menjamin Tentara Salib IV akan diterima oleh penguasa Kerajaan Salib (Crusade Kingdom) di Tanah Suci. Boniface sendiri merupakan teman Pangeran Philip of Swabia. Istri Philip adalah Putri Irene Angelica of Byzantium. Saat itu, terjadi kudeta di Kekaisaran Byzantium. Kaisar Isaac Angelus dikudeta oleh saudaranya Alexius III, dibuat menjadi buta dan ditahan dalam penjara bawah tanah (dungeon). Irene meminta Boniface untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan ayahnya, Isaac Angelus, dan saudaranya, Alexius. Ternyata Alexius berhasil melarikan diri dan sampai kepada Boniface. Alexius meminta bantuan Boniface untuk merebut kembali kekaisarannya. Boniface setuju.

Latar belakang yang cukup penting lagi adalah sikap Venesia. Mesir, bagi Venesia, adalah pasar yang bergairah. Mereka tidak ingin Mesir dihancurkan. Pada April 1202, hanya 2 bulan sebelum Tentara Salib IV dikirim, Venesia berhasil membuat kesepakatan dengan Sultan Mesir, al-Adil, bahwa Tentara Salib IV tidak akan sampai di Mesir. Pada Juni 1202, Tentara Salib telah berkumpul, siap diberangkatkan. Venesia menuntut sisa bayaran 35.000 silver mark mereka. Doge Enrico Dandolo of Venice berunding dengan Boniface. Enrico membenci orang Yunani, bukan saja karena mereka adalah saingan dagang Venesia, melainkan karena ia memiliki dendam pribadi. Enrico selama muda pernah terlibat perkelahian di Constantinople yang menyebabkan dia hampir buta total. Enrico akhirnya setuju memberangkatkan Tentara Salib IV. Enrico memiliki rencananya sendiri. September 1202 merupakan saat di mana Tentara Salib IV merebut Zara dari raja Hungaria. Kota Zara dulunya adalah milik Venesia, kemudian direbut oleh Hungaria, dan sekarang Enrico mengingikannya kembali. Meski enggan, Tentara Salib IV terpaksa menuruti permintaan pengangkut mereka. Tentara Salib IV, dari Gereja Katolik akhirnya menyerang wilayah Hungaria, sesama anggota Gereja Katolik. Paus Innocent III segera meng-ekskomunikasi Tentara Salib IV tetapi setelah mengetahui bahwa mereka dipaksa oleh Venesia, ekskomunikasi dicabut.

Saat di Zara, Pangeran Alexius of Byzantium, menjanjikan bila Tentara Salib IV membantunya merebut kembali kekaisarannya, dia akan melunaskan utang Tentara Salib IV kepada Venesia, memasok Tentara Salin IV dengan 10,000 prajurit Byzantium, menyediakan 500 pasukan berzirah untuk membantu mempertahankan Mesir bila berhasil direbut, dan menjanjikan Gereja di Constantinople mengakui keutamaan Roma. Perjanjian yang sangat menguntungkan, terutama bagi Venesia yang kini bersedia mengangkut Tentara Salib IV dari Zara pada April 1203. Juni 1203, kapal Venesia berhasil melewati “pertahanan rantai” Constantinople. Kaisar Alexius III melarikan diri. Isaac Angelus dibebaskan, dan Pangeran Alexius dimahkotai sebagai Kaisar Alexius IV pada 1 Agustus 1203. Masalah segera muncul karena Alexius III telah mengosongkan perbendaharaan Kekaisaran sebelum kabur dan Gereja di Constantinople menolak mengakui keutamaan Paus. Bingung, Kaisar Alexius IV merampok Gereja Orthodox, meski tetap tidak bisa memenuhi janjinya. Beberapa kelompok Tentara Salib berkeliaran selama Kaisar belum mampu mengumpulkan uang. Sebuah masjid di Constantinople dibakar oleh tentara Prancis. Kebakaran yang terjadi melebar dan menghanguskan seluruh seksi kota di mana masjid itu ada.

Januari 1204, kemenakan Alexius III, Alexius Marzuphlus, ingin melakukan kudeta. Dia menghasut massa Constantinople mengadakan kerusuhan. Massa mengangkat Nicolas Cannabus sebagai Kaisar baru. Marzuphlus memimpin sejumlah tentara menuju istana, memenjara Cannabus, membunuh Alexius IV dengan mencekiknya dengan senar busur, dan memukul Isaac Angelus hingga meninggal beberapa hari kemudian. Kehilangan penjamin mereka, Tentara Salib IV menyerang Constantinople pada 6 April 1204 dan berhasil berkat mesin pengepung Venesia dan kebakaran dalam Constantinople yang nampaknya dilakukan oleh mata-mata Venesia. Melihat kemenangan di depan mata, Tentara Salib IV memilih Kaisar baru untuk Constantinople yang berasal dari mereka. Venesia setuju dengan syarat bila Kaisar adalah orang Frankish, Patriarch yang baru harus orang Venesia. Semua setuju. Kemudian mereka melangkah ke kesepakatan pembagian jarahan. Istana, dan 25% kota Constantinople dan tanah Byzantium menjadi miliki Kaisar baru. Sisa 75% tanah akan dibagi rata di antara Tentara Salib IV dan Venesia. Tujuan Mesir terlupakan, sesuai dengan tujuan awal Venesia. Enrico melangkah lebih jauh. Setelah berhasil memasuki Istana Byzantium, Enrico membalas dendam pribadinya dengan mengumumkan bahwa para prajurit diizinkan menjarah kota selama tiga hari. Setelah 3 hari, prajurit ditertibkan lagi dan diharuskan membawa jarahan ke tiga tempat di kota. Seorang prajurit Prancis yang menyembunyikan jarahan akhirnya digantung. Sekarang pembagian jarahan. Setelah Venesia menerima pembayaran yang dijanjikan Alexius IV, sisa jarahan dibagi rata antara Tentara Salib IV dengan Venesia. Venesia menerima 400.000 mark, sesuatu yang sangat luar biasa. Kemudian pembagian tanah. Boniface mendapatkan tanah yang cukup luas temasuk Kreta, yang kemudian dibeli oleh Venesia. Pada tanggal 16 Mei 1204, Count Baldwin of Flanders dimahkotai menjadi Kaisar Latin Byzantium. Seluruh Tentara Salib IV di-ekskomunikasi oleh Paus Innocent III. Mesir telah dilupakan. Venesia mendapatkan keuntungan melebihi perkiraan mereka.


B.5. PERANG SALIB KELIMA (1217-1221)[8]
Ini adalah Perang Salib terakhir dimana Gereja berperan, Perang salib ini diserukan oleh Paus yang menyerukan Perang Salib sebelumnya, Innocent III, dan juga oleh Konsili Ekumenis ke 12, Lateran IV. Dan seperti upaya sebelumnya, target dari perang Salib ini bukanlah Palestina tapi Mesir, basis dari kekuatan Muslim, yang diharapkan oleh para Prajurit Salib untuk dijadikan bahan tawaran untuk pembebasan Yerusalem. Tidak seperti Perang Salib sebelumnya (Keempat) yang menjadi tidak terkendali ditangan awam, upaya kali ini diletakkan dalam otoritas wakil kepausan, Cardinal Pelagius. Dia mempunyai pengetahuan militer dan secara rutin berperan dalam keputusan militer. Usaha kali ini mengalami kesuksesan awal, dan Pasukan Muslim yang terkejut menawarkan syarat damai yang sangat menguntungkan, termasuk pengembalian Yerusalem. Tapi, Prajurit Salib, dianjurkan oleh Kardinal Pelagius, menolak ini. Sebuah blunder militer mengakibatkan Prajurit Salib kehilangan Damietta yang mereka dapat di awal kampanya ini. Pada 1221, Pasukan Kristen menerima perjanjian gencatan senjata dengan syarat yang jauh kurang menguntungkan dari yang pertama. Banyak yang menyalahkan Pelagius, beberapa menyalahkan Paus. Banyak juga yang menyalalahkan Kaisar German Frederick II yang tidak tampil di Perang Salib kali ini tapi yang akan tampil utama di Perang Salib berikutnya.


B.6. PERANG SALIB KEENAM (1228-1229)[9]
Innocent III telah mengijinkan Frederick II untuk menunda partisipasinya di Perang Salib supaya dia bisa mengatasi masalah di Jerman. Penerus Innocent III, Gregory IX, kesal terhadap penundaan terus menerus Frederick memperingatkan Frederick untuk memenuhi kaulnya. Saat sang Kaisar menunda lagi dengan alasan sakit Paus langsung meng-ekskomunikasi dia. Saat Frederick akhirnya berangkat, dia berperang dalam kondisi ter-ekskomunikasi.

Situasi aneh ini mengawali suatu Perang Salib yang aneh. Sebagian karena ekskomunikasi dari Frederick sedikit orang yang mendukung dia sehingga dia tidak mampu menggalang kekuatan militer yang besar. Karena itu dia memakai diplomasi dan mengambil kesempatan atas terjadinya perpecahan didalam Muslim. Dia melakukan perjanjian dengan Sultan Al-Kamil dari Mesir pada 1229. Menurut perjanjian tersebut Yerusalem (Kecuali Kubah Batu dan Mesjid Al-Aqsa), Betlehem, Nazareth dan beberapa daerah tambahan, akan dikembalikan ke Kerajaan Yerusalem

Frederick II yang masih ter-ekskomunikasi, kemudian dimahkotai sebagai Raja Yerusalem di Gereja Kuburan Kristus dalam suatu upacara non-religius (Karena Yerusalem dilarang oleh Gereja untuk melakukan upacara religious akibat status Frederick II yang masih ter-ekskomunikasi). Tahun selanjutnya Frederick II diterima kembali ke Gereja. Namun dia tidak mampu memerintah dengan sukses Kerajaan Yerusalem dari jauh karena baron lokal menolak untuk bekerja sama dengan wakil dia. Tahun 1239 dan 1241 ada dua Perang Salib kecil yang dilakukan oleh Thibaud IV dari Champagne dan Roger dari Cornwall. Dua upaya si Syria dan melawan Ascalon tidak sukses.[10]


B.7. PERANG SALIB KETUJUH (1249-52)[11]
Inisiatif untuk Perang Salib ini diambil oleh Raja Louis IX dari Prancis. sekali lagi, strateginya adalah untuk menyerang Mesir dan dijadikan tawaran untuk Palestina. Prajurit Salib dengan cepat mampu mengambil alih Damietta tapi harus membayar mahal ketika mengambil alih Kairo. Serangan balasan Muslim berhasil menangkap Louis IX. Dia kemudian dibebaskan setelah setuju untuk mengembalikan Damietta dan membayar uang tebusan. Setelah itu Louis IX tetap di Timur beberapa tahun untuk bernegosiasi mengenai pelepasan tawanan dan mengkokohkan kekristenan di wilayah tersebut


B.8 PERANG SALIB KEDELAPAN (1270)[12]
Perang Salib terakhir juga dipimpin oleh Louis IX. Di tahun-tahun kemudian, perubahan di dunia Muslim mengakibatkan munculnya sejumlah serangan baru ke wilayah Kristen di Tanah Kudus. Warga lokal meminta bantuan militer pada Barat, tapi cuma sedikit bangsa Eropa yang tertarik untuk melakukan kampanye besar. Satu orang yang sekali lagi mau memanggul beban adalah Louis IX. Namun kampanye yang dia lakukan kali ini mencapai kurang dari apa yang dicapai sebelumnya bagi Kerajaan Yerusalem. Tidak diketahui mengapa, tapi Tunisia di Afrika Utara dijadikan saran awal. Setelah disana, wabah mengambil nyawa banyak orang, termasuk Louis yang saleh. Saudaranya, Charles Anjou, tiba dengan kapal-kapal Sisilia dan berhasil mengungsikan sisa tentara. Meskipun ini adalah Perang Salib terakhir, ini bukanlah ekspidisi militer terakhir yang bisa disebut sebagai Perang Salib. Kampanye terus diserukan atas berbagai sasaran (bukan hanya Muslim) oleh Prajurit Salib, orang yang berkaul untuk melakukan perang. Umat Kristen di Palestina ditinggalkan tanpa bantuan lebih lanjut. Meskipun mengalami kekalahan terus menerus, Kerajaan Yerusalem tetap bertahan sampai 1291, ketika akhirnya musnah. Umat Kristen masih tetap hidup di daerah tersebut bahkan setelah kejatuhan Kerajaan Yerusalem.


C. TUJUAN DAN DAMPAK PERANG SALIB


C.1. TUJUAN PERANG SALIB
Tujuan Perang Salib ada dua. Pertama membantu Gereja Timur menangkal serangan Islam, sebagaimana yang mereka minta. Kedua, menguasai Yerusalem lagi yang telah ditaklukkan oleh Islam sehingga orang Kristen dapat berziarah dengan aman. Ketika berada di bawah kekuasaan tentara Arab Islam, umat Kristen tetap diberi kebebasan menjalankan ziarah ke Yerusalem (kecuali saat kekuasaan Kalifah Hakim si Gila, yang menghancurkan gereja dan menganiaya orang Yahudi dan Kristen). Hal ini berbeda saat dunia Islam dipimpin oleh bangsa Turki (Kekhalifahan Ottoman). Mereka menutup kota Yerusalem. Orang Kristen dilarang berziarah. Tentara Salib tidak pernah berniat menduduki Jazirah Arab, rumah kelahiran Islam. Ini menandakan bahwa Perang Salib murni bersifat bertahan.[13]


C.2. DAMPAK PERANG SALIB
Perang Salib mempunyai akibat fatal bagi seluruh kekristenan. Beberapa hal yang menjadi dampak nya antara lain[14] :
1.      Perang Salib menyebabkan atau memperkuat permusuhan antara dunia Arab dan Eropa. Sejak Perang Salib tidak ada keterbukaan lagi satu dengan yang lain, dan kedua belah pihak tidak dapat saling mengerti.
2.      Perang Salib juga berarti serangan Gereja Barat (Roma Katolik) pada GerejaTimur (Yunani Ortodoks). Perang Salib dengan demikian juga menyebabkan kecurigaan antara orang Kristen di Timur Tengah terhadap kekristenan Eropa.
3.      Kegagalan Perang Salib menyebabkan keputusasaan dan kekecewaan di Eropa, sehingga banyak orang Eropa menjadi ragu-ragu dan skeptis. Ini menyebabkan timbulnya sekularisme, ateisme, dan permusuhan terhadap Gereja dan kekristenan.
4.      Melalui Perang Salib situasi orang Kristen di Timur Tengah dipersulit. Mereka mengalami kecurigaan sampai penganiayaan oleh karena dianggap mendukung tentara Perang Salib.
5.      Motivasi tentara-tentara Perang Salib bersifat campuran antara agama dan duniawi.
6.      Dibidang agama, konsep yang mendukung Perang Salib sudah meninggalkan Doktrin Alkitabiah. Disamping banyak pemujaan orang suci, dan relikwi, tampak jelas perubahan di bidang doktrin tentang pembenaran. Mengambil bagian dalam Perang Salib menjadi usaha untuk memperoleh Surat Indulgensi dari Gereja Roma Katolik yang berisi pembebasan dari denda dosa dalam api penyucian. Sering terjadi kesalahpahaman, sehingga banyak orang ikut serta dalam Perang Salib untuk memperoleh keselamatan dan hidup kekal. Berkembangnya praktik dan selanjutnya teori Indulgensi disebabkan oleh Perang Salib. Justru Indulgensi itu akhirnya menjadi alas an timbulnya Reformasi.
7.      Secara Psikologis Perang Salib bias diartikan sebagai reaksi terlambat dari pihak Eropa terhadap kemenangan bangsa Arab dan agama Islam di duapertiga wilayah dunia Kristen disekitar laut Tengah pada abad ke-7 dan ke-8. Reaksi itu bukan reaksi rohani, tetapi reaksi itu amat sangatbersifat “sarkinos” atau “kedagingan” (I Kor. 3:1; bd. I Kor. 3:3 “sarkikos”.


D. KEGAGALAN PERANG SALIB
Pada zaman Perang Salib, tentara Islam tumbuh menjadi kekuasaan adidaya dunia. Mereka mengusai perdagangan dan ilmu pengetahuan. Salah satu hal penting lainnya adalah tentara Islam lebih bersatu dibandingkan kerajaan Eropa. Tentara Salib berasal dari Eropa, menempuh perjalanan jauh hingga ke Timur Tengah. Saat itu, transportasi tidak sebagus sekarang. Korban jatuh dengan cepat selama perjalanan, entah karena kelelahan atau kecapaian. Medan pertempuran juga berbeda. Medan Eropa berupa hutan di mana kuda adalah suatu keuntungan sementara di Timur Tengah, medan perang berupa padang pasir panas di mana unta adalah keuntungan. Belum lagi peristiwa bodoh tenggelamnya Kaisar Barbarossa. Ini menandakan Tentara Salib tidak menguasai medan dengan baik. Sistem logistik belum berkembang. Tentara Salib bertempur dengan baju zirah yang cocok di udara sejuk Eropa tetapi baju perang tentara Islam yang simpel terbukti lebih cocok untuk udara gurun. Sering terjadi perdebatan kekuasaan antara pemimpin Tentara Salib yang baru datang dengan penguasa Kerajaan Salib yang sudah ada duluan. Ini disebabkan karena kerajaan Kristen Eropa bukan suatu kerajaan tunggal sehingga persaingan kuasa terjadi. Belum lagi, kudeta dan perang yang terjadi di daerah asal sementara sang raja berperang di Timur Tengah. Semua hal ini menyebabkan kekalahan Tentara Salib.


BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan paper ini dapat disimpulkan bahwa perang salib bukanlah perang karena Agama, tetapi perang perebutan kekuasaan daerah. Perang ini dinamakan perang Salib karena angkatan tentara perang menggunakan tanda salib, dengan memakai simbol salib pada setiap peralatan perang, menempelkan tanda salib pada bahu atau dadanya sebagai tanda bahwa mereka mau pergi merebut Yerusalem, tempat Yesus disalibkan. Mereka menganggap bahwa perang itu adalah suci terlihat dari sebuah semboyan yang menyerukan “Veus Dult” atau “Allah menghendakinya!”. Mereka mengikut sertakan kemuliaan dari nama Allah dalam perang ini. Dengan demikian perang salib merupakan sebuah perang yang bersifat Politik, perang Salib ini juga mendapat restu dari Paulus di Roma. Angkatan perang ini terjadi  sebanyak 8 kali. Perang salib memakan waktu yang sangat lama. Membawa pengaruh besar pada semaraknya lalu lintas perdagangan Asia dan Eropa. Mereka banyak mengetahui hal-hal baru seperti adanya tanaman rempah-rempah dan lain-lainnya.

Perang Salib adalah usaha bangsa Kristen Eropa untuk membebaskan Timur Tengah dari cengkraman Islam. Para Tentara Salib adalah orang-orang saleh yang rela menanggung derita perang demi tujuan mulia. Meski kenyataannya Perang Salib tidak sukses besar, ini tidak berarti Tuhan meninggalkan umatnya. Tuhan dapat membawa kebaikan dari sesuatu yang nampaknya tidak baik. Perang Salib bukanlah kesalahan sejarah. Perang Salib adalah peristiwa Abad Pertengahan sehingga analisis mengenainya harus menggunakan kacamata Abad Pertengahan, bukan kacamata zaman modern. Perang Salib memang harus terjadi. Deus Vult.


DAFTAR PUSTAKA

2.      Wetzel Klaus, Kompendium Sejarah Gereja Asia (Malang : GandumMas, 2000), hal. 87.
3.      Wetzel Klaus, Kompendium Sejarah Gereja Asia (Malang : Gandum Mas, 2000), hal. 88.
6.      Wetzel Klaus, Kompendium Sejarah Gereja Asia (Malang : Gandum Mas, 2000), hal. 85-86.

[2] Wetzel Klaus, Kompendium Sejarah Gereja Asia (Malang : GandumMas, 2000), hal. 87.
[3]Wetzel Klaus, Kompendium Sejarah Gereja Asia (Malang : Gandum Mas, 2000), hal. 88.
[14]Wetzel Klaus, Kompendium Sejarah Gereja Asia (Malang : Gandum Mas, 2000), hal. 85-86.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar