REFLEKSI LAPORAN BACA
KOMPENDIUM SEJARAH
GEREJA ASIA
Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah
SEJARAH GEREJA ASIA
Yang
Dibina Oleh :
Julianus Bani, S.Th
Nama : Roy Damanik
Buku Kompendium Sejarah Gereja Asia ini sangat
menarik untuk dibaca. Diawali dengan sejarah gereja di Asia pada zaman
Perjanjian Baru sampai dengan zaman Konstantinus, dilanjutkan dengan perselisihan Kristologis, Perang Salib, dan
masuk kepada keruntuhan gereja di Asia pada abad ke-14 dan ke-15. Buku
ini juga menceritakan tentang kelanjutan “Gereja Tua” di Timur Tengah dan India
Selatan, dilanjutkan dengan sejarah
Roma Katolik di Asia pada abad ke-16 dan ke-17. Krisis Misi Roma-Katolik di Asia pada abad ke-18, menjadi awal permulaan
Misi Protestan di Asia pada abad
ke-19 dan awal abad ke-20.
Selain hal diatas, buku ini juga menyampaikan
bagaimana perjalanan gereja-gereja yang masuk ke berbagai daerah melalui
pekerjaan Misionaris, dimana para Misionaris harus berjuang dengan keras untuk
menjadi gereja yang dapat diterima sepenuhnya oleh budaya dan masyarakat
setempat.
Buku
ini dengan begitu jelas memaparkan, dimulai dari awal abad-5, sudah ada organisasi Gerejawi di Kerajaan Persia,
yaitu Mesopotamia dan Persia. Disamping enam propinsi Gerejawi yang lama di
Mesopotamia, juga sudah ada
propinsi Gerejawi di Persia. Beth-Madhaye (Media), Margaiana dan Partia. Dilanjutkan dengan Kekristenan di abad ke-7, di
daerah Asia di bagian Timur Tengah, awalnya Kekristenan hidup berdampingan
dengan umat Islam. Namun, dalam perkembangannya kedua belah pihak mulai saling
memperluas daerah kekuasaan untuk menyebarkan ajaran masing-masing dengan menggunakan
berbagai cara. Salah satunya memanfaatkan kerajaan-kerajaan sebagai sarana
untuk memperkuat dan menjadi langkah pertama untuk menguasai suatu wilayah. Hal
tersebutlah yang menjadi faktor tantangan dan peristiwa yang sangat berpengaruh
bagi perkembangan gereja. Perluasan kekuasaan menjadi awal perselisihan hingga
sampai kepada Perang Salib yang berlangsung selama dua abad dan hasilnya hanya
merugikan kedua belah pihak yang berselisih.
Namun perjalanan Kekristenan tidak berhenti begitu
saja karena adanya permasalahan-permasalahan. Para Misionaris tetap setia
melakukan tugas misi pelayanannya dengan
gigih. Berawal dari krisis misi yang terjadi dalam tubuh Gereja Roma Katolik,
misi Protestan mulai masuk ke wilayah-wilayah di Asia, salah satu Misionaris
yang cukup dikenal yakni, William Carey yang diutus ke India pada tahun 1793
oleh BMS (Baptist Missionary Society) yang merupakan perkumpulan lembaga
pengutus misi ke luar negeri yang pertama di Inggris. Carey memulai
pelayanannya di Benggala dan pos misi BMS pertama didirikan pada tahun 1795 di
Dinajpur. Namun yang menjadi pusat berbagai kegiatan Carey yaitu di Serampore
di negara bangian Benggala Barat. Kemudian pada tahun 1816 dibuka pusat misi
BMS di Dakka yaitu ibukota dari Bangladesh. Gerakan misi Protestan BMS inilah
yang menjadi gerakan misionaris Protestan yang tertua di Bangladesh. Carey
hanyalah salah satu dari begitu banyak para Misionaris yang tetap gigih
memperjuangkan dan memperkenalkan Kekristenan.
Di akhir buku ini, penulis juga menyampaikan
perkembangan yang sangat besar yang terjadi dalam Kekristenan di Asia. Dimana
ada 4 negara yang mengalami kegerakan massal pada abad-20, yakni negara India,
Korea Selatan, Indonesia dan yang paling besar adalah di negara Tiongkok.
Selain negara tersebut, ada juga beberapa negara lain yang mengalami
perkembangan besar Protestantisme, yakni : Taiwan, Hongkong, Singapura,
Myanmar, dan Filipina serta di Nepal dan Siberia. Gereja Kristen yang diawali
dari Asia telah semakin meluas dan Kekristenan di Asia telah menjadi pokok
penting dari gereja Yesus Kristus di seluruh dunia .
Pendapat :
Buku Kompendium Sejarah Gereja Asia ini sangat baik
untuk dibaca, dan juga memiliki alur yang sistematis. Buku ini juga tidak hanya
menyoroti sejarah misi penginjilan tetapi juga meyakinkan kita bahwa misi dan
sejarah gereja berada di bawah pemeliharaan Allah dan Allah menggunakan sejarah
untuk mengajar gerejanya.
Namun, ada sedikit kendala dalam pembacaan buku ini.
Dimana pada awalnya buku ini ditrbitkan dalam bahasa Jerman, kemudian
diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Sebagian penterjemahannya mengikuti pola
“Ejaan yang belum disempurnakan”, sehingga kesulitan untuk memahami apa yang
dimaksudkan, karena untuk masa kini, kita sudah terbiasa dengan “Ejaan yang disempurnakan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar