Halaman

Kamis, 04 Desember 2014

SEMESTER V (LAPORAN BACAAN: PUDARNYA KEBENARAN)

TUGAS LAPORAN BACAAN

BUKU: PUDARNYA KEBENARAN
Membela Kekristenan Terhadap Tantangan Postmodernisme
Karya: Douglas Groothuis

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah :
TEOLOGI KONTEMPORER

Yang Dibina Oleh :
Dr.© Martomo Wahyudianto, M.A.,C.E.,M.Th

Nama : Roy Damanik

Setelah saya membaca buku Pudarnya Kebenaran Membela Kekristenan Terhadap Tantangan Post Mordernisme, karangan Douglas Groothuis. Saya akan meringkaskan beberapa hal yang saya temukan dalam buku tersebut dalam bentuk bab per bab.

BAB 1
KEBENARAN DALAM ANCAMAN BAHAYA
Ketika Kebenaran mulai diragukan, tentu diikuti dan dipicu oleh alasan tertentu. Memudarnya kebenaran bermula dari pemikiran-pemikiran para filsuf yang dipengaruhi oleh pemahaman filsuf lainya. Richard Rorty mengatakan bahwa kebenaran merupakan jalan bagi seseorang untuk meloloskan diri. Para filsuf berpendapat bahwa kita saat ini sedang berada dalam era postmodern, dimana kebenaran yang mutlak, objektif dan universal tidak lagi dapat dipercaya. Pemudaran kebenaran ini tidak hanya berkembang dalam dunia filsuf, namun juga mulai memasuki Gereja, Seminari dan Perguruan Tinggi Kristen. Beberapa pendukung pertumbuhan Gereja menasehatkan agar Gereja mengurangi penekanan mereka atas kebenaran objektif dari doktrin Kristen, karena orang-orang dalam postmodern hanya memiliki perhatian yang kecil untuk kebenaran itu dan mereka hanya tertarik dengan berbagai kebutuhan yang mereka rasakan. Kaum Injili tidak mempercayai kebenaran mutlak atau supremasi Kristus. Mereka lebih setuju bahwa Tujuan hidup adalah untuk menikmati dan mendapat pemenuhan diri. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi pudarnya kebenaran, yakni: Visi abad Pencerahan yang mau memakai kekuatan akal manusia di dalam mengejar pengetahuan universal dan penguasaan teknis atas dunia ini telah gagal; Ideologi kemajuan tidak menepati janji-janji manisnya; Modernisme telah dikalahkan postmodernisme, yang menurut Jean-Francois Lyotard, dicirikan dengan “ketidakpercayaan pada metanarasi”.

BAB 2
DARI MODERNISME MENUJU POSTMODERNISME
Postmodernisme beranggapan bahwa kebenaran itu pragmatis, dimana jika kebenaran tidak menunjuk  pada realitas, maka ia akan menjadi alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Postmodernisme dan Modernisme pada umumnya bersifat nonteistis, keduanya menolak teisme serta menegaskan agnostisisme yaitu menegaskan kepercayaan kepada Allah yang berpribadi. Mereka menolak eksistensi objektif dari Allah dan hal yang supernatural serta menganggap dunia materi adalah segalanya yang ada. Postmodernisme menempatkan bagitu banyak tantangan terhadap Teologi Kristen. Orang yang menerimanya percaya bahwa Teologi Kristen harus meninggalkan sisa-sisa keterikatannya dengan modernisasi dan menerima model baru yang lebih sesuai dengan pemikiran postmodern. Postmodernisme dan modernisme saling bertentangan.

BAB 3
PANDANGAN ALKITABIAH TENTANG KEBENARAN
Dalam Alkitab Kebenaran disebut sebagai “emet” dalam bahasa Ibrani. Kata “emet” berkaitan dengan kebenaran yang berarti dukungan dan stabilitas. Alkitab menyatakan bahwa kebenaran diwahyukan oleh Allah yang berpribadi dan bermoral, yang membuat diri-Nya diketahui. Ia mewahyukan diri-Nya secara umum melalui ciptaan dan hati nurani. Selain itu Allah juga mewahyukan kebenaran akan keselamatan melalui karya-Nya. Allah merupakan sumber dari kebenaran objektif yaitu kebenaran yang tidak tergantung pada perasaan, hasrat, dan kepercayaan subjektif. Allah adalah benar dan setia kepada firman-Nya dan di dalam tindakan dan sikap-sikap-Nya. Kebenaran itu bersifat universal artinya diterapkan dimana saja, meliputi apapun dan tidak meluputkan apapun. Kebenaran Alkitab juga berlaku secara kekal baik dari zaman modern, postmodernis. Kebenaran Allah tidak memiliki tanggal kedaluarsa dan tidak membutuhkan pembaharuan apapun. Semua kebenaran merupakan kebenaran Allah.


BAB 4
KEBENARAN TENTANG KEBENARAN
Sebuah pernyataan bisa dibuktikan salah jika bisa ditunjukkan bahwa pernyataan itu tidak sesuai dengan realitas objektif. Sedangkan dalam pemahaman orang Kristen  secara historis menegaskan pandangan korespondensi kebenaran mempercayai adanya alasan-alasan historis yang baik untuk percaya bahwa Yesus Kristus bangkit dari kematian didalam sejarah, ruang dan waktu yang membuktikan otoritas ilahi-Nya. Maka bagi orang Kristen, pandangan korespondensi kebenaran bukan hanya satu dari sekian banyak pilihan. Pandangan ini merupakan satu-satunya pandangan kebenaran yang berdasarkan Alkitab dan logika. Mengabaikan dan menyangkalnya hanya menyebabkan bahaya yang besar dan kehancuran bagi diri kita sendiri. Pemudaran kebenaran tidak bisa dihentikan tanpa pandangan ini. Postmodernisme menolak pandangan korespondensi kebenaran sebagai fiksi modernis. Mereka mengklaim bahwa kebenaran tidak dibangun diluar pikiran atau budaya yang membentuk kepercayaanya. Kata kebenaran hanya sebuah ciptaan bahasa yang memiliki banyak penggunaan  dalam berbagai budaya.

BAB 5
TANTANGAN POSTMODERNISME TERHADAP TEOLOGI
Teologi Kristen diperhadapkan dengan tantangan untuk meninggalkan sisa-sisa keterikatannya dengan modernisme dan menerima model baru yang lebih sesuai dengan pemikiran postmodern. Agar teologi Kristen bisa memegang dasarnya dan maju didalam mengkonfrontasi tantangan-tantangan, Teologi Kristen harus kuat dalam menegaskan kebenaran proporsional Alkitab yang diilhamkan Allah  dan kemampuan Alkitab untuk diketahui secara rasional. Lebih jelas lagi yang menjadi tugas Teologi adalah mengidentifikasi dan merumuskan secara logis, koheren, dan meyakinkan kebenaran yang diwahyukan didalam Alkitab. Wahyu ilahi selalu diberikan kepada orang banyak didalam beragam masyarakat. Akan tetapi sumber wahyu bukanlah masyarakat itu, melainkan Allah yang bekerja melalui masyarakat untuk menjadikan kebenaran objektif diketahui. Ketika postmodernis berupaya merendahkan metanarasi, mendekonstruksi kebenaran menjadi permainan bahasa dan menjadikan spiritualitas sebagai campuran dari unsur-unsur yang hanya mengikat secara subjektif, maka kaum injili harus kembali mengedepankan kebenaran objektif.

BAB 6
POSTMODERNISME DAN APOLOGETIKA
Dalam berapologet kita harus  meninggalkan ide-ide rasional, kebenaran objektif dan penekanan pada proposisi dan lebih memilih apologetika yang lebih bersifat komunal dan eksperensial. Alkitab mengajarkan bahwa kebenaran Allah itu objektif dan personal. Yesus mempersonifikasikan kebenaran karena semua yang dikatakan-Nya adalah benar dan hidup-Nya mencerminkan dan mewujudkan kekudusan yang sempurna. Ketika kepercayaan dicampurkan dengan kebenaran, dan tidak ada standart kebenaran apapun yang terpisah dari kepercayaan, maka tidak mungkin ada alasan yang rasional untuk mengubah kepercayaan seseorang, karena suatu kepercayaan hanya mengacu pada diri sendiri. Para pengikut Kristus harus setia atau konsisten dengan kebenaran Allah.

BAB 7
APOLOGETIKA TERHADAP ORANG POSTMODERN
Postmodern mendeskripsikan ulang kebenaran, maka para apologet harus teliti saat mereka membuat pesan Kristen manjadi relevan terhadap kebutuhan yang dirasakan oleh orang-orang non-Kristen. Pada umumnya apa yang relevan bagi mereka bukanlah pandagan Alkitab akan kebenaran atau kebenaran-kebenaran Alkitab itu sendiri. Ketika orang mengajukan pertanyaan yang salah atau tidak mengajukan pertanyaan, orang-orang Kristen perlu memperkenalkan konsep-konsep baru yang menyarankan cara berfikir yang baru. Dalam konteks kita yang pluralitas dan postmodern kita perlu merumuskan kebenaran Kristen dalamperbandingan dengan pandangan-pandangan yang berlawanan hal ini bukan untuk berselisih melainkan untuk menjelaskan apa yang telah dikemukakan dan apa yang tidak. Para apologet juga  harus melakukan upaya apologetika baik yang negatif maupun yang positif. Apologetika negatif ada dua makna yaitu menagkis kritis terhadap wawasan dunia Kristen dan secara filosofis mengkritik wawasan-wawasan dunia non-Kristen. Apaologetika positif berhhubungan dengan pemberian bukti dan argumentasi bagi klaim-klaim inti Kristen. Keduanya ini merupakan upaya strategis didalam konteks Postmodren.


BAB 8. ETIKA TANPA REALITAS ALA POSTMODERNIS
    Postmodernis memilih etika yang sepenuhnya terkontekstualisaikan sebagian dikarenakan ketakutan mereka akan kuasa metanarasi yang bisa mengekang dan sudut pandangnya yang objektif. Kririk yang sering dinyatakan mereka adalah dengan megutuk semua obat dikarenakan obat terbukti fatal, atau sama dengan mengutuk semua mobil karena begitu banyak pengendara yang mati kecelakaan. Postmodernisme mencampurkan sebuah kategori umum dengan sejumlah anggota dari kategori tersebut yang telah menyimpang. Dengan hal ini Postmodernis menciptakan kesalahan yang begitu mudah ditolak.

BAB 9. RAS, GENDER, DAN POSTMODERNISME
Alkitab menaggapi kebenaran dalam ras dan gender yaitu Allah yang menciptakan alam semesta melalui firman-Nya. Dunia merupakan ekspresi dari kuasa dan rancangan Allah. Sang pencipta melihat dunia sebelum adanya manusia ini sebagai dunia yang baik dan melihat manusia, yang dijadikan seturut gambar dan rupanya. Manusia  dari kedua gender dan semua ras sama-sama diciptakan dalam gambar Allah dan sama-sama berdosa. Dosa mengenakan bentuk yang berbeda pada budaya yang berbeda dan waktu yang berbeda, tetapi para wanita dan pria  dari semua ras kehilangan kemuliaan Allah. Hal ini mengajarkan bahwa setelah kejatuhan, pria akan berkuasa pada wanita ini merupakan sebuah konsekuensi dosa yang telah meracuni dunia melalui pemberontakan manusia terhadap karakter dan perintah-perintah Allah. Kaum wanita dan orang-orang dengan kulit berwarna lain yang merasa tertekan akan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda pada teks Alkitab dan dengan demikian menemukan kebenaran yang diabaikan atau diminimasikan oleh pihak-pihak lain. Kebenaran ini tidak didekonstruksi melainkan ditemukan. Orang-orang Kristen akan setuju dengan asumsi bahwa semua manusia diciptakan di dalam gambar dan rupa Allah dan harus dihormati (Kej 1:26), khususnya mereka yang paling tidak berdaya, karena Allah memanggil kita untuk memelihara dan melestarikan hidup (Kel 20:13). Postmodernis memilih etika yang sepenuhnya terkontekstualisasikan, sebagian dikarenakan ketakutan mereka akan kuasa metanarasi yang biasa mengekang dan sudut pandangnya yang objektif.

BAB 10
KEINDAHAN YANG SEBENARNYA
Dari beberapa penyebab pudarnya kebenaran dalam kekristenan, salah satunya adalah ide Postmodern yang membawa seni tidak mengekspresikan nilai objektif, seni tidak bisa dievaluasi atau diberikan peringkat berdasarkan properti dan nilai-nilai estetika yang melampaui selera, pilihan dan gaya budaya yang subjektif. Meskipun seni bisa mengekspresikan gaya, emosi, hasrat politis dan tren-tren budaya yang terus berubah, seni tidak bisa menyampaikan kebenaran objektif. Banyak orang Kristen yang telah menganut sejumlah sensibilitas postmodern mengenai kebenaran artistik. Suatu penghormatan terhadap keindahan dan keunggulan estetika telah meredup. Orang-orang Kristen seharusnya menghargai seni sebagai medium kebenaran dan keindahan, dan dengan demikian menolak godaan-godaan postmodern.  Keindahan bukan hanya ada didalam mata orang yang melihat. Orang yang menghormati Alkitab memiliki alasan yang baik untuk mempercayai nilai estetika yang real dan untuk menolak relativisme postmodern didalam seni dengan kekuatan penolakan yang sama seperti dalam estetika atau teologi.

BAB 11
TITIK TETAP DALAM SATU DUNIA POSTMODERN
Titik yang tetap didalam dunia yang terus bergerak ini adalah kebenaran Alkitabiah dan semua hal yang sesuai dengannya, karena semua kebenaran adalah kebenaran Allah. Kebenaran berakar di dalam Allah yang adalah benteng yang kuat, tembok perlindungan yang teguh. Dengan mengkhianati kebenaran, maka akan kehilangan suara, otoritas, dukungan realitas, dan integritas. Jika kita ingin mampu melawan pemudaran kebenaran, maka kebenaran haruslah menjadi milik yang paling kita hargai. Kebenaran memudar sebagian besar dikarenakan orang-orang yang seharusnya menjadi penutur dan penyandang kebenaran terlalu sering menghindari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan secara ilahi, melalui sikap pengecut dan ketidakacuhan atau keduanya. Jika kita menggunakan karunia-karunia kita yang sesungguhnya untuk tujuan-tujuan yang bernilai, hal ini pastilah memberikan rasa sukacita yang begitu melimpah dan bahkan rasa petualangan ketika kita mengetahui bahwa kita bergerak didalam kehendak Allah bagi hidup kita (Roma 12:1-2). Ucapan-ucapan Yesus di dalam kitab Wahyu terbukti menjadi pengikat yang teguh bagi orang-orang yang bertekad untuk setia kepada-Nya. Sebagai titik yang tetap bagi kita. Yang Awal dan Yang Akhir.

KESIMPULAN PEMBACA
Setelah saya membaca dan meringkaskan buku Pudarnya Kebenaran ini, maka saya menyimpulkan beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya Pemudaran Kebenaran, antara lain :
1.      Visi abad Pencerahan yang mau memakai kekuatan akal manusia di dalam mengejar pengetahuan universal dan penguasaan teknis atas dunia ini telah gagal; Ideologi kemajuan tidak menepati janji-janji manisnya; Modernisme telah dikalahkan postmodernisme, yang menurut Jean-Francois Lyotard, dicirikan dengan “ketidakpercayaan pada metanarasi”.
2.      Situasi sosial masyarakat yang hidup di lingkungan kosmopolitan yang dipenuhi media, menyebabkan wawasan dunia yang tunggal tak dimungkinkan. Ide  menemukan kebenaran objektif ditengah-tengah zaman internet merupakan ilusi  utopis dan harus ditinggalkan.
3.      Bahasa merupakan ciptaan manusia yang kontingen. Bahasa tidak bisa merepresentasikan satu pun realitas yang diketahui secara objektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar