Halaman

Minggu, 08 Juni 2014

SEMESTER IV (TUGAS REFLEKSI BACAAN BUKU : SUPREMASI KRISTUS)

TUGAS REFLEKSI BACAAN
BUKU : SUPREMASI KRISTUS
Ajith Fernando

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah
DOGMATIKA 3 - KRISTOLOGI
Yang Dibina Oleh :
Simon Andreas, S.Th


Nama : Roy Damanik

YESUS ADALAH KEBENARAN

BAB I
SUPREMASI KRISTUS DAN TANTANGAN PLURARISME

Filsafat pluralisme merupakan pemikiran gerakan Zaman Baru dan juga beberapa teologi “Kristen”. Filsafat ini juga melekat dalam pikiran penganut Buddha dan Hindu. Pluralisme agama mendukung ide baru terhadap pewahyuan. Selama ini orang Kristen mengerti wahyu sebagai pernyataan Allah kepada manusia tentang kebenaran. Dia melakukan ini secara umum dan bisa diketahui semua orang, contohnya melalui alam dan hati nurani, serta secara khusus dalam Alkitab dan yang terutama dalam Yesus Kristus. Menurut pandangan baru ini, kebenaran tidak dinyatakan kepada kita tapi ditemukan oleh kita melalui pengalaman. Perbedaan agama adalah perbedaan ekspresi tentang yang Absolut. Masing-masing berisi lapisan kebenaran. Namun orang-orang yang mempelajari agama secara cermat mengakui bahwa masing-masing agama memiliki poros yang berbeda. Sebenarnya, kesamaan yang ada di antara Kekristenan dan agama-agama lain hanya pada bagian luarnya saja, bukan pada inti dari iman. Maka mengatakan bahwa agama pada intinya mengajarkan hal yang sama merupakan suatu kesalahan. Pelayanan Paulus di Atena (Kis. 17:16-34) dan Surat Paulus kepada jemaat di Kolose dan Efesus merupakan contoh yang baik dari perlawanan tersebut. Meskipun pandangan yang menolak supremasi Kristus mungkin mendapat pendukung di seluruh dunia, kehidupan dan pekerjaan Yesus sendiri menunjukkan dasar yang dapat diterima untuk percaya bahwa Yesus memang memiliki supremasi.

BAB II
YESUS ADALAH KEBENARAN ABSOLUT

Kita sering berkata bahwa Yesus adalah kebenaran. Dia berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh. 14:6). Ketika Yesus berkata bahwa Dia adalah kebenaran ini berarti Dialah personifikasi atau perwujudan kebenaran. Pendukung pluralisme berkata bahwa apa yang kita sebut wahyu sebenarnya catatan pengalaman keagamaan yang dialami oleh manusia. Kita mengatakan hal itu dinyatakan oleh Allah bukan ditemukan oleh manusia. Dari pengajaran Yesus dalam Yohanes 14:6-7, dapat disimpulkan bahwa kebenaran absolut bisa dikenal karena yang Absolut telah menjadi nyata dalam sejarah dalam pribadi Yesus (lihat juga Yoh. 1:14-18). Inilah pembelaan kita terhadap pernyataan bahwa kita percaya akan kebenaran yang absolut. Kita menyatakan Yesus adalah Allah.

BAB III
PERKATAANNYA MENEGASKAN KEABSOLUTANNYA

Dalam Yohanes 14:10b, Yesus menjelaskan bagaimana kita dapat mempercayai pernyataan-Nya bahwa Dia sama dengan Allah. “Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.” Kita mungkin mengira Yesus berkata, “Bapa berbicara melalui aku.” Sebaliknya Dia berkata, “Bapa yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaanNya.” Ini dikarenakan, seperti kata Archbishop William Temple, “perkataan Yesus adalah pekerjaan Allah.” Apa yang dikatakan Yesus di sini adalah kita harus menganggap serius perkataanNya karena saat Dia berbicara, Tuhan berbicara. PerkataanNya menegaskan keilahianNya. Nilai keaslian perkataan Yesus terletak dalam dua wilayah. Pertama, relevansi dan pengertiannya yang mendalam menunjukkan ini bukan manusia biasa yang berbicara. Di dalam perkataan-Nya ada jawaban Allah bagi masalah hidup. Kedua, pernyataanNya mengenai diri-Nya membuat kita harus berkesimpulan kalau Dia melihat Dirinya sebagai Allah.

BAB IV
PEKERJAANNYA MEMBUKTIKAN KEBENARAN PERKATAANNYA

Yesus berkata dalam Yohanes 14:11, “Percayalah kepada-Ku bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.” Maksud Yesus, jika kita melihat pekerjaan-Nya, kita akan tertantang untuk memperhatikan perkataan-Nya secara serius. Hal pertama untuk melihat pekerjaan-Nya adalah kehidupan-Nya yang tidak berdosa. Hal kedua melihat pekerjaan Yesus adalah mujizat-mujizat yang dilakukanNya. Di dalam kitab-kitab Injil, mujizat sering kali digunakan sebagai bukti untuk mendukung pernyataan Kristus. Ketika orang banyak membicarakan pernyataan Yesus kepada orang lumpuh bahwa dosanya sudah diampuni, Dia menyembuhkan orang lumpuh tersebut “supaya kamu tahu bahwa Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa di bumi ini” (Mrk. 2:8-11). Saat orang Yahudi menuduh Dia menghujat Allah dengan berkata, “sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah” (Yoh. 10:33), Yesus menjawab, “Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku, janganlah percaya kepada-Ku, tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa” (Yohanes 10:37-38).

BAB V
YESUS, MUJIZAT DAN PELAYANAN MASA KINI

Kaum liberal menyajikan sebuah pendapat dimana Yesus adalah manusia ideal. Kaum liberal juga lebih memfokuskan pengajarannya kepada Injil Sinoptik. Injil Yohanes dianggap terlalu Theologis, sedangkan tulisan Paulus dianggap merupakan penafsiran ulang pesan Kristus. Sehingga, tulisannnya tidak diberikan tempat penting. Penekanan kaum liberal lebih kepada Yesus sebagai Juruselamat karena teladanNya, dan teladanNya harus diikuti. Sedangkan kaum Injili fokus terhadap karya salib, dimana Yesus telah mati bagi dosa, dan keselamatan diberikan kepada manusia dengan mati menggantikan kita. Dalam dunia penginjilan, kehidupan Kristus haruslah menjadi fokus utama. Karena kematian dan karyaNya tidak akan pernah bisa dipisahkan dari dunia penginjilan. Dalam pelayanan Yesus selama hidupnya sebagai manusia Allah, Yesus merupakan pribadi yang melakukan mukjizat. Ada 3 alasan mengapa Dia melakukannya :
   1.     Menunjukkan belas kasih;
   2.     Memuliakan Allah; dan
   3.     Memberi bukti.

BAB VI
APAKAH KITAB-KITAB INJIL MEMILIKI KEAKURATAN HISTORIS

Jika kita percaya bahwa Injil memberikan catatan objektif mengenai kehidupan Kristus, maka kita tidak bisa menerima pandangan kaum pluralis masa kini. Ketuhanan Yesus yang absolut tidak berasal dari beberapa teks bukti dalam beberapa perikop tersendiri dalam kitab-kitab Injil. Tetapi terdapat di seluruh kitab-kitab Injil. Jika kita mengeluarkan perikop-perikop yang berisi pengajaran tentang Ketuhanan Kristus yang absolut, kita tidak memiliki catatan mengenai kehidupan Kristus. Materi yang sama yang membuktikan bahwa Dia adalah manusia yang baik juga membuktikan Dia adalah Allah yang absolut. Sulit untuk mengatakan bahwa Dia itu baik tetapi tidak absolut. Pandangan kaum pluralis mengenai hal ini tidak bisa dipertahankan. Tentu saja, kaum pluralis menolak historisitas dari tulisan-tulisan dalam kitab-kitab Injil dan dengan dasar itu menolak pernyataan yang ada dalam kitab-kitab Injil tersebut mengenai Yesus. Banyak orang dari kaum pluralis berkata bahwa pernyataan-pernyataan ini tidak dibuat oleh Yesus sendiri tetapi dikarang oleh para penulis Injil, berdasarkan pengalaman subjektif mereka dan pikiran mereka tentang Kristus.  Masing-masing orang tertarik terhadap aspek-aspek yang berbeda dari pembelaan terhadap absolutisitas Kristus. Pembelaan ini bersifat menyeluruh. Ketika mereka membuka hati mereka bagi satu aspek, maka aspek lainnya akan mengikuti.

BAB VII
PERTANYAAN-PERTANYAAN YANG LEBIH MENDESAK

Daya tarik utama dari Injil adalah dampak kumulatif dari seluruh aspek. Sebagian orang telah mengajarkan hal-hal yang Yesus ajarkan. Baru-baru ini seorang pengacara terkemuka di Sri Lanka menyajikan pembahasan yang dianggap sebagai pembelaan terbaik terhadap keunikan agama Kristen dengan menunjukkan bahwa ajaran etika Yesus juga ditemukan dalam agama lain. Hal ini, sampai batas tertentu memang benar. Namun ajaran Yesus bukan hanya terdapat dalam kitab-kitab Injil. Hal yang membuat Injil istimewa adalah kelengkapannya. Yesus merupakan contoh sempurna manusia yang kudus dan kasih. Dia mengajarkan kebenaran mulia, menyatakan diri setara dengan Allah, dan melakukan mujizat untuk menegaskan pernyataan-Nya. Hal yang terpenting, Dia mengorbankan hidup-Nya, menyatakan Diri mati untuk menyelamatkan dunia. Tuhan membuktikan kebenaran rencana keselamatan ini dengan membangkitkan-Nya dari kematian. Hal terakhir ini merupakan alasan yang menentukan, dan kita belum sampai di sana. Hal yang terunik mengenai Injil Yesus adalah kematian dan kebangkitanNya untuk menyelamatkan dunia. Hal ini yang membedakan Injil dari agama lain di dunia.

BAB VIII
SUKACITA KEBENARAN

Sukacita atas kebenaran lebih kuat di zaman Perjanjian Baru. Saat kita datang kepada Yesus, saat kita berhubungan dengan kebenaran, kita menyadari telah bersentuhan dengan yang Absolut. Inilah dasar yang teguh, inilah yang diinginkan manusia. Betapa sukacitanya menemukan kebenaran itu! Kebenaran tersebut memberi kita dasar yang di atasnya kita dapat membangun kehidupan kita. Serta hal ini akan membuat kita merasa. Saat kita mengalami kebenaran, kita terbebas dari ketergantungan terhadap dunia ini, terbebas dari kuasa dosa, terbebas untuk berdiam dalam lingkungan kekal di mana terdapat sumber sukacita kekal (Mazmur 16:11) yang akan memuaskan keinginan terdalam kita. Mengenal Yesus sebagai Kebenaran merupakan pengalaman yang tidak bisa dibandingkan dengan agama lain. Ini adalah pengalaman akan Allah yang kekal, dan hanya Allah yang kekal yang bisa memberi kita sukacita yang kekal.

YESUS ADALAH JALAN

BAB IX
ARTI SALIB

            Kekristenan adalah Kristus, dan salib-Nya adalah kunci untuk mengerti Dia. Halaman yang diberikan bagi minggu terakhir sebelum Penyaliban menjadi bukti betapa penting para murid melihat arti kematianNya. Pembahasan tersebut menghabiskan 30 persen Injil Matius, 37 persen Injil Markus, 25 persen Injil Lukas, dan 41 persen Injil Yohanes. Keseluruhan Kristus baik di sorga atau bumi diletakan pada hal yang diperbuat-Nya di salib. Saat Yesus berkata Dia adalah jalan pada Yohanes 14:6, Dia ingin mengatakan bahwa Dia akan menjadi jalan melalui kematian. Melalui penyaliban Kristus telah dicapai enam konsep yang ditemukan dalam Perjanjian Baru.

   1.     Pengganti
Aspek yang paling mendasar dari kematian Kristus adalah Dia menggantikan kita dan menanggung hukuman akibat dosa kita. Dia menggantikan kita. Petrus, yang pertama kali memberontak terhadap pemikiran Yesus akan disalibkan, sesudah peristiwa tersebut menuliskan dua pernyataan penting tentang hal tersebut: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1 Petrus 2:24) dan “Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk dosa-dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah” (1 Petrus 3:18).

   2.     Pengampunan
Hasil langsung dari kematian Kristus adalah pengampunan dosa. Kematian itu harus ada agar pengampunan diberikan. Ibrani 9:22 menjelaskan “hampir segala sesuatu disucikan menurut hukum Taurat dengan darah, dan tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” Pesan pengampunan adalah salah satu aspek revolusioner dari Injil Kristen, dan pesan ini tidak terlihat dalam sistem agama lainnya.

   3.     Penyucian
Berasal dari kehidupan keluarga, dimana hal-hal yang kotor dibersihkan. Dimata Allah kita seorang perawan, itu juga merupakan hasil penyucian dari kenajisan dan dosa.

   4.     Propisiasi
Hal ini berhubungan dengan ritual yang diadakan di bait Allah, di mana korban bakaran dipersembahkan kepada Allah untuk mengalihkan murka-Nya atas dosa. Propisiasi berfokus pada seriusnya dosa dan murka Allah atasnya, yang ditanggung oleh Yesus. Salah satu alasan kita sulit menerima hal ini karena doktrin tentang murka Allah telah diabaikan oleh gereja. Pada masa kini kita terkejut melihat penggambaran Allah seperti ini: “Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman” (Habakuk 1:13). Kita telah kehilangan rasa jijik terhadap dosa seperti yang ditemukan dalam Alkitab. Namun baik Perjanjian Baru dan Lama, murka adalah bagian esensial dari natur Allah.

   5.     Penebusan
Penebusan berbicara mengenai keselamatan dibeli sesuai harga dosa kita. Efesus 1:7 berkata, “Sebab di dalam Dia kita beroleh penebusan oleh darah-Nya, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan anugerah-Nya.” Di sini fokusnya ada pada kebebasan yang kita terima dari penawanan dosa, melalui harga yang dibayar oleh Kristus.

   6.     Pembenaran
Berarti “dinyatakan, diterima dan diperlakukan sebagai yang benar.” Kata ini menunjukkan “suatu tindakan hukum dari kuasa hukum – dalam hal ini menyatakan yang tertuduh tidak bersalah, dan membatalkan seluruh tuntutan.” Roma 4:25 berkata, “Yesus yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan untuk pembenaran kita.

   7.     Rekonsiliasi
Paulus berkata, “Sebab di dalam Kristus, Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya tanpa memperhitungkan pelanggaran mereka dan Dia telah mempercayakan berita pendamaian itu kepada kami” ( 2 Korintus 5:19 ). Rekonsiliasi diperlukan karena dosa adalah pemberontakan melawan Allah dan hasilnya permusuhan antara Allah dan umat manusia. Roma 5:10 berkata, “Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya.” Hasilnya adalah “hidup damai dengan Tuhan” (Roma 5:1) dan diangkat menjadi anak ke dalam keluargaNya (Yohanes 1:12).

BAB X
SALIB MENANTANG KEMANDIRIAN MANUSIA

Yesus merupakan jalan keselamatan, Dia datang ke dunia untuk membawa keselamatan bagi manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kita tidak bisa menyelamatkan diri sendiri dan tidak ada jalan lain menuju keselamatan kecuali melalui Yesus. Kekristenan adalah agama anugerah, Allah bertindak di dalam Kristus untuk menyelamatkan kita. Sebagian besar orang yang melawan kepercayaan Kristen dalam anugerah bertanya, “Mengapa kita tidak bisa menyelamatkan diri sendiri? Mengapa harus ada yang mati bagi kita?” Sebagian besar orang ingin menyelamatkan diri sendiri. Stephen Neill berkata, “Hal yang paling tidak diinginkan orang modern yang individualistis adalah bergantung pada orang lain.” Pesan salib menusuk inti kesombongan manusia, yang menjadi inti dosa. Dosa Adam dan Hawa adalah mereka ingin menyelamatkan diri sendiri, bebas dari Allah. Mereka tidak mau bergantung pada Allah bagi keselamatan atau hal lainnya. Hal yang sama terjadi dimasa kini. Orang sering berpikir mereka sedang menyelamatkan diri sendiri. Kepercayaan Hinduisme dan gerakan Zaman Baru yang mengatakan kita semua adalah bagian dari yang ilahi. Ini sangat berlawanan dengan Alkitab yang mengatakan kita bersalah di hadapan Allah dan memerlukan keselamatan. Swami Muktananda yang berpengaruh besar terhadap Werner Erhard pendiri EST, seminar pengembangan diri. Dia menyatakan dengan jelas perasaan orang di masa kini dengan pernyataannya: “Sembahlah dirimu. Hormati dan pujalah dirimu. Allah berdiam di dalam engkau sebagai Engkau.” Seorang pengamat Zaman Baru Theodore Roszak berkata tujuan kita adalah “membangunkan allah yang berdiam di dalam diri manusia.” Manusia yang telah jatuh sudah sewajarnya memiliki sifat memberontak terhadap Allah, dan lebih memilih pendekatan keselamatan seperti ini. Dia menciptakan kita untuk hidup dengan Diri-Nya. Tapi kita memilih untuk hidup terpisah dari-Nya. Oleh sebab itu kita meletakkan beban rasa bersalah di atas diri sendiri. Mereka yang berusaha mengatasi hal ini dengan usaha sendiri akan menemukan bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya. Sekuat apa pun usaha mereka, tetap saja tidak bisa menggerakkan arah hidup mereka ke arah ketidakberdosaan. Injil Kristen berkata, walaupun keadaan kita tidak berpengharapan, Pencipta kita tidak membuang kita. Dia mendatangkan hukum kasih. Dia membiarkan hukum itu menyelamatkan kita. Tapi Dia melakukannya tanpa melanggar hukum keadilan atau membatalkan tuntutannya. Apa yang Dia lakukan dalam kasih adalah untuk memuaskan tuntutan tersebut. Tuntutan keadilan tidak pernah diabaikan atau dibatalkan. Tuntutan tersebut dipenuhi dan satu-satunya cara Allah dapat melakukan hal ini adalah dengan membuat Anak-Nya yang tidak bersalah menanggung hukuman yang seharusnya kita tanggung. Ini merupakan kasih yang luar biasa. Dia melakukan hal yang tidak mungkin kita lakukan bagi diri sendiri. Kita menyebutnya anugerah, hasilnya adalah keselamatan.

BAB XI
KEADILAN SALIB

Ada tuduhan ketidakadilan dalam Kekristenan, salah satunya adalah Lord Byron. Dia menyampaikan bahwa, dasar agama Kristen adalah ketidakadilan dimana Anak Allah yang murni yang tidak bersalah, dikorbankan bagi yang bersalah. Namun, dalam hal ini kita harus pahami bahwa dengan menyerahkan anakNya demi kita, Allah tidak gagal. Karena sebagai pencipta, dan Tuhan atas semesta alam, dia bisa memutuskan bagaimana hukumNya bisa dipenuhi. Dalam beberapa hal, orang yang menolak kebenaran ini mulai bertanya, bagaimana mungkin kematian Yesus bisa memuliakan Allah?. Bukankah itu penghinaan bagi Allah, dimana Allah harus mati demi manusia. Namun sesunggunya itu bukanlah penghinaan, karena dengan mati Yesus membuktikan bahwa ia dapat mengalahkan kematian. Dan melalui kematian Yesus, Dia membuka pintu agar orang percaya dapat masuk kedalam kerajaan sorga. Begitu banyak pertanyaan tentang keadilan salib :  Apakah hal ini adil bagi yang menggantikan; apakah hal ini adil bagi pihak yang menjadi korban; bukankah Allah dapat langsung mengampuni tanpa mengorbankan Yesus; apakah kematian satu orang cukup untuk membayar dosa semua orang; apakah kuasa itu masih berlaku hingga setelah duaribu tahun. Salib dan kematian Kristus, merupakan inti dari Injil. Diatas salib semuanya pertanyaan itu diselesaikan, rencana Allah digenapi dan Allah dipermuliakan. Dan untuk semua keberatan tersebut diatas, injil menjawabnya dengan baik.

YESUS ADALAH HIDUP

BAB XII
KARUNIA HIDUP KEKAL

Salah satu aspek penting dari supremasi Kristus adalah Yesus adalah hidup (Yoh. 14:6). Hidup kekal adalah hasil utama dari karya penyelamatan Kristus (Yohanes 3:16; 5:24). Yesus sering berkata bahwa hidup ini datang melalui hubungan yang kita miliki dengan Dia. Di dalam Yohanes 17:3 Dia berkata, “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.” Dalam Yohanes 10:11 Yesus mengajarkan bahwa hubungan yang kita miliki dengan-Nya didasarkan pada komitmenNya bagi kita : “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” Selanjutnya Yesus merujuk pada orang-orang egois yang mengecewakan kita, orang yang tidak memiliki komitmen seperti itu. Mereka membiarkan kita disaat kita membutuhkan pertolongan bukannya memperhatikan kita seperti yang Yesus lakukan. Dia berkata, “sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu” (Yohanes 10:12-13). Yesus tahu bahwa dunia ini penuh dengan hubungan yang gagal. Faktanya, luka yang dalam yang disebabkan oleh orang yang mengecewakan kita telah memiliki tempat yang sangat kuat dalam kehidupan emosi kita. Fakta bahwa komitmen kasih-Nya untuk menyembuhkan kita dari luka yang kita terima dalam hidup adalah aspek penting dari keunikan Kristus. Dalam Yohanes 10:10, Yesus menggambarkan hidup yang Dia berikan dengan berkata, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10). Itu merupakan pemenuhan dari suatu hubungan kasih dengan Allah. Itu bukan kesenangan yang tanpa relasi atau “kesenangan” yang Dia berikan kepada kita melalui pengalaman tertentu. Semua cara hidup yang lain tidak menyamai kepenuhan hidup yang hanya dapat diberikan oleh Pencipta kita. Inilah yang ditemukan oleh Francis of Assisi (1182-1226). Dia adalah anak dari seorang pedagang yang kaya. Setelah kebangkitan rohaninya di umur dua puluhan, ayahnya yakin kalau dia sudah gila dan memutuskan hubungan. Francis menjalani gaya hidup miskin. Tapi dia tidak rindu terhadap kekayaan yang ditinggalkannya. Dia berkata, “Bagi manusia yang telah merasakan Allah, seluruh kemanisan dunia terasa pahit.” Yesus menjelaskan pemenuhan yang sama saat berkata, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh. 6:35). Allah menciptakan kita untuk dapat memiliki hubungan dengan Dia. Tanpa hubungan ini kita sama saja dengan mati. Seperti kata Yohanes, “Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup” (1 Yoh. 5:12). Saat manusia yang diciptakan untuk hidup, tidak memiliki tujuan ini, mereka resah. St. Agustinus (354-430) berkata, “Engkau menciptakan kami untukMu, dan hati kami resah sampai kami berdiam bersama dengan Engkau.” Penemu dan ahli matematika terkenal dari Prancis Blaise Pascal (1623-62) menyebut keresahan ini sebagai tempat kosong yang hanya bisa diisi oleh Tuhan di setiap diri manusia. Karya Kristus di dalam hidup kita melenyapkan keresahan tersebut dan memberi kita kelimpahan yang kita cari dalam hidup. Ini adalah aspek subjektif dari keunikan Kristus, dan dalam dunia yang sangat menekankan pengalaman pribadi, hal ini merupakan aspek yang paling menarik dari Kekristenan bagi mereka yang masih ada di luar iman kita.

BAB XIII
UMAT MANUSIA YANG BARU

Allah juga membentuk kita untuk memiliki hubungan satu sama lain, dan Injil memenuhi kebutuhan ini dengan cara yang unik, melalui apa yang kita sebut manusia baru. Salah satu dampak terbesar dari karya Kristus adalah membentuk manusia baru, yang Paulus sebut tubuh Kristus. Yesus berbicara mengenai manusia baru dalam Yohanes 10. Dia berkata, “Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala” (Yoh. 10:16). Sebagian orang menggunakan pernyataan ini untuk menegaskan adanya keselamatan bagi mereka yang berada di luar gereja. Menurut mereka karya Kristus adalah bagi semua manusia, baik yang di dalam maupun di luar gereja. Tetapi kecil kemungkinannya satu kitab yang sama yang berbicara begitu banyak mengenai pentingnya percaya pada Yesus untuk mendapatkan keselamatan tidak akan mengajarkan kemungkinan manusia diselamatkan tanpa kepercayaan tersebut. Kata kerja pisteuo, “percaya,” muncul 98 kali dalam Injil Yohanes. Di sini Yesus sebenarnya ingin berkata, “mereka juga akan mendengarkan suara-Ku.” Implikasinya adalah mereka akan menjawab panggilan Injil. Ketika Yesus mengatakan “kandang domba ini,” dia sedang menunjuk orang Yahudi. Sehingga “domba lain” adalah orang non-Yahudi. Yesus ingin mengatakan bahwa kematian-Nya akan membawa orang non-Yahudi masuk ke dalam kawanan. Tema ini juga muncul dalam Injil Yohanes (11:52; 12:20-21). Hal ini tersirat dalam pernyataan yang menegaskan Yesus sebagai Juruselamat seluruh dunia (Yohanes 1:29; 3:16-17). Hasil dari membawa domba ke dalam kawanan adalah penciptaan manusia baru “di dalam Kristus.” Paulus membandingkan manusia baru dan manusia lama dalam Roma 5:10-20 dan 1 Korintus 15:20-22. Bagian-bagian ini mengatakan, mereka yang ada di dalam Adam ikut berdosa akibat dosa Adam, sedangkan mereka yang berada dalam Kristus mengalami penyelamatan Yesus. Yohanes 10:16 mengajarkan, kematian Kristus memungkinkan domba-domba lain masuk ke dalam kawanan domba Kristus. Tapi caranya adalah melalui gereja yang menjangkau keluar dan membawa mereka masuk. Yohanes 10:16 menjadi ayat yang dipakai berkaitan dengan misi. William Barclay, mengomentari ayat ini, “impian Kristus bergantung pada kita; kitalah yang menolong dia menjadikan dunia ini menjadi sekawanan dombaNya.” Maka penggambaran kematian Yesus dalam Yohanes 10:11-15 sangat tepat dengan puncaknya pada tantangan untuk bermisi dalam ayat 16. Teolog besar Skotlandia bernama James Denney (1856-1917) ketika berbicara dalam pertemuan misionaris menghabiskan waktunya membahas arti dari propisiasi, hal ini mengejutkan bagi semua yang hadir. Dia berkata bahwa jika propisiasi benar, maka membawa pesan Injil kepada dunia (misi) harus menjadi prioritas kita. Pada bagian akhir Yohanes 10:16, Yesus mengatakan hasil dari masuknya domba-domba lain ini: “mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” Di sini kita memiliki pernyataan awal mengenai gereja universal yang Paulus ajarkan kemudian secara lebih detail. Dia menggunakan kiasan tubuh Kristus yang menunjukkan gereja dan melihat orang-orang yang berada “di dalam Kristus” melalui iman menjadi bagian di dalamnya. Yesus ingin mengatakan bahwa orang-orang non-Yahudi akan masuk, dan menjadi satu kawanan dengan orang-orang Yahudi. Jika orang-orang Yahudi yang mendengar bisa mengerti maksud perkataan Yesus ini, hal ini tetap merupakan suatu pikiran yang revolusioner bagi mereka. Mereka selalu menganggap bangsa mereka berbeda dan lebih tinggi dari bangsa lain karena mereka adalah umat pilihan Allah. “Hanya dengan menjadi warga penuh seorang non-Yahudi bisa masuk ke dalam kelompok agama Yahudi.” Yesus ingin mengatakan bahwa kematian-Nya membuat hal tersebut tidak diperlukan lagi. Aspek penting dari gambaran Alkitab tentang pekerjaan Kristus adalah penekanan Alkitab tentang bagaimana Salib dan Kebangkitan menghancurkan tembok pemisah di antara manusia. Ini adalah tema yang Gereja sering gagal beritakan dan lakukan, tetapi merupakan aspek yang unik yang Injil tawarkan bagi dunia yang telah tercabik-cabik oleh pertengkaran dan prasangka dalam masyarakat.

BAB XIV
SALIB DAN MASALAH PENDERITAAN

Dilema manusia didunia ini adalah kejahatan dan penderitaan. Agama-agama lain menawarkan jawaban mereka masing-masing untuk dilema tersebut.
   1.     Buddhisme, memiliki dasar Empat Kebenaran Mulia, dan mereka percaya terhadap “karma”
   2.     Hinduisme, menjelaskan bahwa penderitaan adalah merupakan akibat dari karma.
  3.     Zoroastrianisme, agama persia kuno, percaya bahwa kejahatan berasal dari roh perusak yang sifatnya kejam dan merusak.
  4.     Plato, filsuf Yunani kuno, dan filsuf-filsuf modern lainnya seperi : John Stuart Mill, Edgar Sheffield Brightman, dan Peter Bertocci berusaha menjawab masalah kejahatan dengan menyatakan bahwa walaupun Allah itu baik, Dia terbatas.
   5.     Jawaban orang Muslim, melihat penderitaan merupakan suatu hukuman atas kesalahan dan juga sebagai ujian iman. Orang muslim berjuang dan menunjukkan militansi yang kuat ketika harus berjuang bagi Allah dan agamanya, seperti yang ditunjukkan oleh komitmen Jihad atau perang suci mereka.

Alkitab menjawab bahwa kejahatan berasal dari kejatuhan manusia kedalam dosa. Iblis mendapat tempat berpijak dalam ciptaan Allah melalui pemberontakan manusia. Namun, penderitaan juga bisa merupakan akibat langsung dari dosa manusia. Alkitab mencatat bahwa penderitaan manusia bisa merupakan hukuman Allah atas dosa mereka. Orang-orang benar juga turut bergumul dalam dilema, karena memang orang benar juga ada yang mengalami penderitaan, misalnya Ayub. Kejatuhan manusia kedalam dosa, menjadikan dunia terkutuk. Itu sebabnya dosa dan dilema penderitaan dan kejahatan ada diantara manusia. Namun, walaupun Alkitab mengatakan bahwa dunia terkutuk akibat dosa dan pelanggaran yang dilakukan manusia. Manusia diberi rasa solidaritas dan saling menolong untuk tetap berjalan dalam dunia, sehingga dalam kekristenan penderitaan tidaklah dianggap sebagai sebuah karma. Rasa solidaritas terhadap sesama pada akhirnya mendorong orang Kristen untuk menanggung penderitaan secara sukarela. Panggilan utama bagi orang Kristen, termasuk panggilan untuk menderita (Matius 16:23-24). Namun muncul pertanyaan, mengapa Allah tidak langsung melenyapkan saja segala kejahatan dari muka bumi?. Dia tidak melakukan itu, meskipun dia bisa melakukannya. Alkitab mengatakan bahwa Yesus pada akhirnya akan mengalahkan musuh-musuhnya dan menyempurnakan karya yang telah dimulainya di atas kayu salib. Dalam hal inilah seorang Kristen menantikan penggenapan mulia yang telah direncanakan oleh Allah sejak semula. Dan pusat dari tindakan penggenapan penebusan tersebut adalah Yesus sendiri. Dari sini dapat disimpulkan bahwa, didalam Yesus dan melalui karyaNya kita akan melihat jawaban Allah atas masalah kejahatan, sebuah jawaban yang sudah ada dalam rencanaNya sebelum dunia diciptakan.

BAB XV
KEBANGKITAN ADALAH BUKTI

Kekristenan membuat sebuah pernyataan atau klaim tentang keunikan dan kekhususan pendirinya (yakni Tuhan Yesus) tidak seperti yang dibuat agama mana pun yang ada di dunia ini. Bagaimana kita tahu klaim ini benar? Para Rasul akan menjawab bahwa KebangkitanNya-lah jawabannya. Pada kesimpulan pesannya kepada orang Athena, Paulus berkata, “Ia memberikan kepada semua orang suatu bukti tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati” (Kisah Para Rasul 17:31). Walaupun Yesus telah menjelaskan mengenai misiNya, para muridNya masih bingung akan kematianNya, bahkan para muridnya tidak siap menerima kematian Tuhan Yesus. Pada Minggu Paskah para wanita datang dan memberitahu mereka kabar Kebangkitan yang diberitahukan oleh Malaikat. Lukas 24:11 berkata, “Tetapi bagi mereka perkataan-perkataan itu seakan-akan omong kosong dan mereka tidak percaya kepada perempuan-perempuan itu.” Tapi ketika mereka tahu Dia memang bangkit, mereka tidak bisa berhenti. Mereka langsung berhadapan dengan orang-orang di Yerusalem yang sangat memusuhi mereka dan menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias (Kristus). Petrus menyatakan bahwa Kebangkitan Yesus menunjukkan bahwa “Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan Kristus” (Kisah Para Rasul 2:36). Maka Perjanjian Baru menegaskan bahwa Kebangkitan adalah pengesahan Allah akan supremasi Yesus.

BAB XVI
BUKTI KEBANGKITAN

Dari awal telah begitu banyak dibahas tentang realitas kebangkitan Kristus. Namun, yang menjadi pertanyaannya apakah peristiwa Kebangkitan itu benar-benar terjadi. Ada beberapa pendapat dan pandangan-pandangan mengenai kebenaran kebangkitan tersebut.

   1.     C. H. G. Venturini dan H. E. G. Paulus, menyajikan teori bahwa Yesus tidak benar-benar meninggal, namun hanya sakit dan kehilangan darah sehingga pingsan, lalu dianggap meninggal. Mereka mengangkat pendapat tersebut berdasarkan Pilatus yang kaget karena Yesus begitu cepat meninggal.
   2.     J. Duncan M. Derrett, seorang sarjana Alkitab, mengajukan pandangan bahwa Yesus telah mati secara klinis ketika nafas dan denyutNya kelihatan berhenti. Tetapi Dia bangkit sesaat sebelum mengalami mati otak dan dikremasi oleh para murid di Kedron.
   3.     Barbara Thiering dari Sydney University, mengusulkan sebuah teori imajinatif yang berusaha menjelaskan bahwa sesungguhnya Yesus tidak mati diatas kayu salib. Ia berkata bahwa anggur yang diberikan kepada Yesus adalah anggur beracun, sehingga Dia pingsan. Obat-obatan kemudian diberikan saat dia berada di gua untuk menghilangkan racunnya. Kemudian Dia pulih dari efek racun dan ditolong melarikan diri dari kubur oleh teman-temanNya, dan tinggal bersama mereka sampai Dia mencapai Roma, tempat Dia menyatakan diri pada tahun 64.
   4.     Sekte Islam, yang bernama Ahmadiya juga mengemukakan bahwa mereka percaya Yesus tinggal cukup lama dengan para muridNya, kemudian pergi keutara dan bertemu Paulus ketika sedang berada dalam perjalanan menuju Damsyik. Bahkan diberitakan pergi ke India Utara untuk memberitakan pesanNya kepada “domba terhilang dari kaum Israel”. Kemudian mati dan dikuburkan di Srinagar, Kashmir.

Keempat hal diatas tentu sekali dapat menggeser iman percaya kekristenan kita, tentang kebenaran kebangkitan Yesus. Namun, bagaimana Alkitab menjawab hal tersebut.

   1.     Perjanjian Baru dengan jelas menyatakan bahwa Yesus memang mati dan mayatNya ditempatkan dalam sebuah kubur (Mat. 27:50,57-66; Kis. 13:28-29; 1 Kor. 15:3-4; 1 Ptr. 3:18; Yoh. 19:31-34; Mrk. 15:44).
   2.     Murray Harris menjelaskan bahwa ada bukti diluar Perjanjian Baru yaang dapat membuktikan bahwa Yesus mati, yakni : Sejarawan Yahudi Josephus, dan Sejarawan Roma Tacitus, menulis tentang penyaliban Yesus.
   3.     Sangat tidak mungkin ada orang yang selamat dari penyiksaan orang Romawi, yakni disalibkan.
   4.     Di dalam Perjanjian Baru, ada sekitar 30 kali frasa “dari antara orang mati” “Yesus telah bangkit”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar