TUGAS
PRESENTASE
EKSKLUSIVISME
DAN PARTIKULARISME ISRAEL
KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur kita ucapkan kepada
Tuhan Yesus Kristus, karena atas kemurahan-Nya tugas presentase ini dapat penulis
selesaikan dengan tepat waktu. Tugas ini penulis serahkan kepada pembina mata
kuliah Teologia Perjanjian Lama 2, Bapak Gomgom Purba, M.Th., sebagai salah
satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada bapak dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada
seluruh mahasiswa.
Penulis memohon kepada bapak dosen
khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan
dalam tugas presentase ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya karya
tulis yang akan datang.
Batam, Maret 2015
Hormat Kami
Roy
Damanik
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Eksklusivisme adalah salah satu cara
pandang sebuah agama terhadap agama lain. Dengan pendekatan dimana agama yang
dianut merupakan satu-satunya jalan
keselamatan. Sedangkan Partikularisme merupakan paham yang mementingkan diri
sendiri, sehingga berusaha memisahkan diri dari masyarakat luar. Paham
eksklusivisme menjelaskan bahwa diluar agama yang dianutnya tidak ada
keselamatan. Ekslusivisme juga masuk dan berkembang dalam dunia kekristenan,
yang pada akhirnya menimbulkan kritik dan pertanyaan. Misalnya saja, bagaimana
dengan orang yang hidup sebelum ada agama Kristen atau orang yang belum pernah
mendengar tentang agama Kristen?
Namun dalam makalah ini, penulis tidak
akan membahas tentang Ekslusivisme dan Partikularisme kekristenan. Namun
penulis akan membahas tentang Ekslusivisme dan Partikularisme bangsa Israel
terhadap masyarakat diluar Israel.
Makalah ini juga penulis sampaikan sebagai bagian dari Tugas Mata Kuliah
Teologi PL 2.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.
Apa
yang dimaksud dengan Ekslusivisme dan Partikularisme Israel?
2.
Apa
yang mendasari Ekslusivisme dan Partikularisme Israel?
3.
Seperti
apa Ekslusivisme dan Partikularisme Israel terhadap dunia luar?
C.
TUJUAN
Adapun
yang menjadi tujuan penulisan makalah ini, antara lain:
1.
Untuk
memahami dengan baik Eksklusivisme dan Partikularisme Israel.
2.
Untuk
mengetahui dasar Eksklusivisme dan Partikularisme Israel.
3.
Untuk
mengetahui seberapa Ekslusif dan Partikurisnya bangsa Israel.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
Eksklusivisme berarti paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri
dari masyarakat.[1]
Dan kata Partikularisme berarti sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi
(diri sendiri) di atas kepentingan umum atau juga aliran politik, ekonomi, atau
kebudayaan yang mementingkan daerah atau kelompok khusus; sukuisme.[2]
Dari kedua pengertian di atas, maka
dapat dikatakan bahwa Eksklusivisme dan Partikularisme Bangsa Israel merupakan suatu
sifat atau paham bangsa Israel untuk memisahkan diri dari masyarakat di luar bangsa
Israel. Dan hal ini merupakan akibat dari sistem suku bangsa Israel yang
mengutamakan kepentingan daerah atau sukunya.
B. LATAR BELAKANG EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME
BANGSA ISRAEL
Menurut TH. C. Vriezen dalam bukunya
yang berjudul Agama Israel Kuno, bahwa bangsa Israel merupakan “Benih Suci” yang
dipilih oleh YHWH sendiri. Hal tersebut dihubungkan dengan peristiwa perjanjian
gunung Sinai dalam Keluaran 19:4-9 “Kamu
sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku
telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi
sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada
perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara
segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi
bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus
kaukatakan kepada orang Israel. Lalu datanglah Musa dan memanggil para tua-tua
bangsa itu dan membawa ke depan mereka segala firman yang diperintahkan TUHAN
kepadanya. Seluruh bangsa itu menjawab bersama-sama: “Segala yang difirmankan
TUHAN akan kami lakukan.” Lalu Musapun menyampaikan jawab bangsa itu kepada
TUHAN. Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Sesungguhnya Aku akan datang kepadamu
dalam awan yang tebal, dengan maksud supaya dapat didengar oleh bangsa itu
apabila Aku berbicara dengan engkau, dan juga supaya mereka senantiasa percaya
kepadamu.” Lalu Musa memberitahukan perkataan bangsa itu kepada TUHAN.” dan
juga dalam Ulangan 26:5-10. “Ketika orang
Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang
berat, maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN
mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan
terhadap kami. Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang
kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan
tanda-tanda serta mujizat-mujizat. Ia membawa kami ke tempat ini, dan
memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan
madunya. Oleh sebab itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah
Kauberikan kepadaku, ya TUHAN. Kemudian engkau harus meletakkannya di hadapan
TUHAN, Allahmu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Allahmu”[3]
Setelah keluar dari Mesir, orang-orang
Israel sudah merdeka tetapi belum dapat disebut sebagai suatu bangsa. Mereka belum
memiliki Undang-Undang Dasar. Masih banyak lagi yang harus dikerjakan supaya
orang-orang Israel dapat menjadi bangsa dengan identitas tersendiri. Kemudian
Allah memberikan kesepuluh firman (Keluaran 20) dan peraturan perjanjian,
semacam UUD dalam “Keluaran 21-23” kepada mereka. Hukum-hukum itu merupakan
pedoman hidup bagi umat Allah, yang mencakup hukum-hukum moral, sipil dan
keagamaan.[4]
Dalam peristiwa Gunung Sinai, bangsa
Israel juga sekaligus menyatakan kesediaannya untuk melakukan segala yang
difirmankan oleh Yahweh. Dengan demikian, peristiwa gunung Sinai tersebut
menunjuk kepada mulainya hubungan yang istimewa antara Yahweh dan bangsa
Israel, di mana bangsa Israel memperoleh identitas yang baru. Bangsa Israel
menjadi bangsa yang kudus, kerajaan imamat atau imamat yang berkerajaan, yang
beribadah hanya kepada Yahweh saja.[5]
Lalu apa yang menjadi hubungan antara Ulangan
26:5-10 dengan Eksklusivisme dan Partikularisme bangsa Israel? Menurut
kebanyakan para ahli isi dari kitab Ulangan 26:5-10 merupakan credo atau
pengakuan percaya bangsa Israel. Credo atau pengakuan percaya dalam Ulangan
26:5-10 itu secara ringkas menceritakan sejarah keselamatan bangsa Israel.
Melalui Credo itu bangsa Israel mengakui bahwa Tuhanlah yang telah memanggil
mereka sehingga mereka ada sebagai umat Tuhan.[6]
C. EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME BANGSA ISRAEL
Dalam teks Alkitab, disebutkan bahwa
Israel (Yahudi) mengutuk agama-agama lain dan menegaskan bahwa Yahwe adalah
satu-satunya Allah yang benar atau bahwa semua Allah lain harus tunduk kepada
Yahweh (Ulangan 5 dan Keluaran 20)[7].
Dari teks ini terdapat gagasan yang menyatakan, bahwa dari semua agama, maka
agama yang dianut oleh Israel (Yahudi) adalah satu-satunya iman keagamaan yang
diwahyukan Allah dan bahwa hanya iman keagamaan itulah yang benar dalam segala
hal. Sehingga akibat dari ini “ibadat kepada Yahweh” terbatas kepada mereka yang
lahir dari bangsa Yahudi.[8]
Selain daripada itu, sikap eksklusivisme
dan partikularisme bangsa Israel juga dapat dilihat dalam hubungannya atau
interaksi sosialnya dengan suku bangsa yang lain atau non-Yahudi, di mana
bangsa Israel tidak dapat melaksankan pernikahan (perkawinan campur) dengan
suku bangsa lain (Ezra 9-10).[9]
Dari segi adat istiadat, bangsa Israel
juga mempunyai sifat Eksklusivisme dan Partikuris, di mana ketika Antiokhus IV,
mengeluarkan suatu peraturan yang melarang orang-orang Yahudi mengikuti
kebiasaan-kebiasaan agamawi mereka, serta melarang semua perayaan Yahudi dan
upacara-upacara korban serta tradisi sunat. Serta memerintahkan agar semua
kitab-kitab Taurat dimusnahkan. Dalam hati bangsa Israel bangkit kebencian dan
kemarahan. Karena mereka merasa bahwa adat-istiadat mereka lebih tinggi
daripada adat-istiadat Yunani.[10]
Sampai akhirnya terjadi pemberontakan Makabe pada abad 2 SM (167-142 SM)
melawan asimilasi nasional dan kebudayaan helenisasi (Yunanisasi) besar-besaran
oleh Raja Syria, yakni Antiokhus IV Epifanes, didorong persisnya oleh keyakinan
bahwa Israel adalah umat pilihan Allah satu-satunya dan tanah mereka adalah
tanah suci yang dijanjikan Allah. Perlawanan oleh Yudas dari Galilea pada tahun
6 M dan kemudian oleh kalangan Zelotes dalam akhir Perang Yahudi I melawan Roma
juga dimotivasi oleh hal yang sama.[11]
Selain daripada itu, semasa bangsa
Yahudi berada di kota Alexandria, Mesir. Terdapat sebuah paguyuban[12]
yang kuat. Sehubungan karena paguyuban ini hidup di tengah-tengah masyarakat
yang yang berbahasa Yunani. Maka, mereka mencoba belajar bahasa dan tulisan
daerah setempat, sehingga hasilnya ialah mereka menerjemahkan tulisan PL dari
bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Dalam tulisan dimaksud banyak
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan agama Yahudi ikut diterjemahkan dan
ditambahkan ke dalam PL berbahasa Yunani. Namun, para pemimpin Yahudi yang
berada di Palestina menolak tulisan-tulisan yang baru itu, sehingga mereka tidak
memasukkannya ke dalam PL Ibrani.[13]
Keeksklusivan dan kepartikularisan
Israel tidak hanya terlihat dari dasar Alkitab dan perlawanan yang mereka
lakukan saja. Namun juga terlihat dari pilar-pilar Yudaisme yang menopang
bangunan agama Yahudi. Adapun pilar-pilar Yudaisme tersebut antara lain:[14]
1. Monoteisme Yahudi
Monoteisme
merupakan pilar mendasar yang mutlak bagi agama Yahudi di masa kehidupan Yesus.
Setiap hari, setiap orang Yahudi telah diajar untuk mengucapkan shema
(“Dengarlah”) “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu
esa!” (Ulangan 6:4). Berdasarkan Ulangan 6:7, seorang Yahudi mengucapkan shema
dua kali sehari. Begitu juga, Sepuluh Perintah Allah dalam Keluaran 20 dimulai
dengan perintah pertama yang juga menegaskan keharusan Israel untuk menyembah
hanya satu Allah: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3).
Orang Israel diharuskan untuk mengucapkan shema dan perintah pertama ini setiap
hari. Yosefus, seorang sejarawan Yahudi, dalam salah satu karyanya menyatakan,
“Bahwa Allah itu esa, adalah pandangan yang umum dipegang semua orang Ibrani”.
2. Pemilihan
Hal ini juga
sama mendasarnya bagi pemahaman diri Israel, dimana mereka memiliki keyakinan
bahwa mereka telah secara khusus dipilih oleh Allah dari antara segala bangsa,
bahwa Allah yang esa dan satu-satunya telah mengikatkan diri-Nya dengan Israel
dan Israel dengan diri-Nya melalui suatu ikatan perjanjian. Allah sudah
mengawali ikatan perjanjian ini dengan Abraham, yang disertai dengan janji pemberian
tanah kepadanya dan kepada keturunannya (Kejadian 12:1-3; 15:1-6; 15:17-21;
17:1-8). Status sebagai umat pilihan Allah, serta tanah yang dijanjikan kepada
mereka, dan keharusan untuk Israel hidup murni dan tak bercampur dengan bangsa
lain, diulang-ulang dalam banyak dokumen suci Yahudi lainnya, kanonik dan
ekstra-kanonik, sampai ke kurun Bait Allah Kedua (Ulangan 32:9; 1 Raja-Raja
8:51, 53; 2 Raja-Raja 21:14; Mazmur 33:12; 74:2; Yesaya 41:8-9; 44:1; 63:17;
Yeremia 10:16; Mikha 7:18;).
3. Perjanjian yang berpusat pada Taurat
Dalam kesadaran
diri Israel sebagai bangsa pilihan Allah, Taurat menempati kedudukan sangat
penting dan menentukan. Hal ini paling jelas diungkapkan dalam kitab Ulangan.
Bagian terpenting kitab ini (Ulangan 5-28) memuat pernyataan kembali perjanjian
Allah dan Israel yang dibuat di Horeb/Sinai (5:2-3). Seluruh batang tubuh
pengajaran/hukum yang disampaikan dalam pasal 5 sampai pasal 28 dirangkum dalam
29:1, demikian, “Inilah perkataan
perjanjian yang diikat Musa dengan orang Israel di tanah Moab sesuai dengan
perintah TUHAN, selain perjanjian yang telah diikat-Nya dengan mereka di gunung
Horeb.” Dalam seluruh kitab Ulangan, perjanjian yang diikat Allah dengan
Israel ditegaskan dan diperkuat; dan Taurat diberikan sebagai bagian dari
perjanjian itu. Sebagai respons orang Israel terhadap ikatan perjanjian itu,
yang menjadikan mereka umat khusus kepunyaan Allah, mereka harus menaati Taurat
dengan sepenuh hati mereka, dengan seluruh cara kehidupan mereka sebagai umat
perjanjian. Ada janji dan peringatan yang disampaikan kepada mereka sementara
mereka menjalani kehidupan mereka: apakah mereka akan menaati Taurat, ataukah
tidak. Pada Ulangan 4:1 ditegaskan, “Maka
sekarang, hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan
kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri
yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu” Jika Israel
melakukan perintah Taurat atau hukum Allah (4:8; 32:46) atau kelima kitab Musa
(30:10), mereka akan hidup dan menerima berkat Allah; jika mereka tidak
melaksanakan Taurat, mereka akan terkena kutuk (Ulangan 28:1-6, 15). Ketaatan
Israel pada Taurat menjadi ciri khas mereka sebagai umat istimewa pilihan Allah
yang dengan mereka Allah telah mengikat perjanjian. Setidaknya ada 3 hal
penting yang menjadi ciri mereka sebagai umat istimewa pilihan Allah: Sunat
lahiriah, Perayaan Sabat, dan aturan tentang Makanan Yang Halal dan Makanan Yang
Haram.
4. Tanah Israel yang berpusat pada Bait Allah
Dalam kehidupan
yang dijalani Israel di tanah yang dijanjikan, yang diisi dengan ketaatan pada
Taurat, Bait Allah di Yerusalem merupakan pusat kehidupan nasional dan
keagamaan mereka. Bahkan lebih luas dari itu, bagi Israel, kota Yerusalem,
Bukit Zion, dan Bait Allah di dalamnya adalah pusat jagat raya. Bait Allah
memikul beberapa fungsi bagi kehidupan nasional Israel. Pertama, Bait Allah
adalah suatu sentra politis, dan ini menjadikan Yudea sebagai negara Bait atau
tanah Bait, maksudnya: Bait Allah di Yerusalem memberikan suatu alasan
bagaimana kawasan Yudea menjadi suatu kawasan yang terpisah dan khusus di dalam
wilayah luas Yunani-Romawi. Kedua, Bait Allah adalah suatu sentra ekonomis bagi
kota Yerusalem dan Yudea, yang menarik orang dari kawasan lain untuk mendatangi
Yerusalem, baik untuk kebutuhan keagamaan maupun untuk kebutuhan lain seperti
kebutuhan perdagangan, finansial dan pembayaran pajak untuk menopang
kelangsungan kehidupan Bait Allah. Dan, terakhir, Bait Allah adalah suatu
sentra keagamaan. Seluruh sistem pemberian kurban, kultus, pendamaian dan
pengampunan, yang sangat mendasar bagi Yudaisme kurun Bait Allah Kedua,
seluruhnya terfokus pada Bait Allah. Umat Allah dan tanah perjanjian, dan
pelaksanaan Taurat, semuanya terfokus pada Bukit Zion, Yerusalem dan Bait Allah
di dalamnya.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam kehidupan zaman sekarang ini ada
banyak orang, kelompok atau aliran pengajaran Kristen yang menyatakan bahwa
hanya “akulah” yang benar, hanya “ajarankulah” yang benar, hanya “organisasi
agamakulah” yang benar, hanya budayakulah yang paling baik. Sehingga akibatnya ialah
terjadi kutuk-mengutuk di antara kedua belah pihak. Dan akhirnya berakhir
dengan sebuah konflik dan pertengkaran. Benarkah hal yang demikian? Apakah
model pemikiran seperti itu bukan merupakan sebuah warisan bangsa Israel? Yang
mengakui bahwa hanya dialah yang paling kudus, karena dia adalah bangsa yang
dipilih oleh Tuhan.
Lalu bagaimana juga dengan keadaan
gereja Kristen yang sekarang ini? Apakah gereja telah membuka diri terhadap
orang-orang yang tidak sedogma dengan dia? Atau kepada organisasi agama lain?
Apakah gereja pada saat ini bukan sebagai pewaris dari faham Eksklusivisme dan
Partikurasime bangsa Irael ini? Penulis yakin dan percaya bahwa ini masih ada
dalam tubuh organisasi gereja meskipun tidak terlalu nampak. Oleh karena itu,
sebagai para pelayan Tuhan dan Generasi penerus gereja, kita sangat perlu
memperhatikan hal tersebut, dan mencermati dengan baik bagaimana kita harus
bersikap dalam kehidupan kekristenan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Hinson,
David F.: Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK GM, 1996)
Vriezen,
Th. C: Agama Israel Kuno (Jakart: BPK Gunung Mulia, 2003)
Wahono, S. Wismoady: Hubungan Tuhan dan Israel
(Jakarta: BPK GM, 1983)
Wahono,
S. Wismoady: Di Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009)
[1]
http://kbbi.web.id/eksklusivisme
[2]
http://kbbi.web.id/partikularisme
[3] Th. C. Vriezen:
Agama Israel Kuno (Jakart: BPK Gunung Mulia, 2003) p. 285
[4] S. Wismoady
Wahono: Hubungan Tuhan dan Israel (Jakarta: BPK GM, 1983) p. 84-85
[5] Ibid
[6] S. Wismoady
Wahono: Di Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) p. 61
[7] Kesepuluh Firman
[8] Th. C. Vriezen:
Agama Israel Kuno (Jakart: BPK Gunung Mulia, 2003) p. 285
[9] S. Wismoady
Wahono: Hubungan Tuhan dan Israel (Jakarta: BPK GM, 1983) p. 260
[10] David F. Hinson: Sejarah
Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK GM, 1996) p. 246
[11]http://alumnisetiagzd.blogspot.com/2010_08_01_archive.html
[12] Paguyuban atau
gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat
oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta kekal. Dasar hubungan
tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan.
Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis.
[13] S. Wismoady
Wahono: Hubungan Tuhan dan Israel (Jakarta: BPK GM, 1983) p. 242
[14]
http://alumnisetiagzd.blogspot.com/2010_08_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar