TUGAS MAKALAH
ESKATOLOGI
MENURUT INJIL YOHANES
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita ucapkan kepada
Tuhan Yesus Kristus, karena atas kemurahan-Nya tugas makalah ini dapat penulis
selesaikan dengan tepat waktu. Tugas ini penulis serahkan kepada pembina mata
kuliah Dogmatika 6 (Eskatologi), Bapak Martomo Wahyudianto, MACE.,M.Th, sebagai
salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu
kepada seluruh mahasiswa.
Penulis memohon kepada bapak dosen
khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan
dalam tugas makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya karya
tulis yang akan datang.
Batam,
Nopember 2015
Hormat
Saya
Roy Damanik
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Injil Yohanes merupakan salah satu kitab
yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Kitab yang termasuk dalam rangkaian Injil
kanonik ini memiliki gaya dan struktur yang membuatnya unik dan berbeda dengan
ketiga Injil yang, meskipun begitu Injil ini tetap memuat wawasan peristiwa
yang sama dengan ketiga Injil lainnya.[1] Injil
Yohanes menekankan tentang keilahian Yesus Kristus, Anak Allah. Tidak ada Injil
lain yang menekankan sifat kemanusiawian sekaligus keilahian-Nya dengan tegas
dan jelas selain Injil ini. Waktu penulisannya diperkirakan terjadi pada tahun
40-140 M. Memang tidak disebutkan dengan jelas siapa yang menulis Injil ini,
tetapi Yohanes adalah orang yang diperkirakan menulisnya.[2]
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah
dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.
Bagaimana
latar belakang penulisan, tujuan serta struktur dan isi injil Yohanes?
2.
Apa
yang dimaksud dengan eskatologi?
3.
Bagaimana
pandangan eskatologi menurut injil Yohanes?
C.
TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam
penulisan tugas makalah ini, antara lain:
1.
Memahami
dengan baik latar belakang penulisan, tujuan serta struktur dan isi injil
Yohanes.
2.
Memahami
dengan baik pengertian eskatologi.
3.
Memahami
dengan baik pandangan eskatologi menurut injil Yohanes.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bab dua ini, penulis akan membahas
latar belakang penulisan injil Yohanes, pengertian eskatologi, serta pandangan
eskatologi menurut ijil Yohanes.
A.
INJIL YOHANES
Sebelum penulis lebih jauh membahas
tentang eskatologi dalam injil Yohanes, penulis akan terlebih dahulu memaparkan
tentang penulis, waktu dan tempat penulisan, maksud penulisan, serta struktur
dan isi injil Yohanes.
1.
PENULIS
Menurut tradisi yang berkembang pada
zaman Ireneus, seorang bapak gereja pada abad ke-2, penulis Injil ini adalah
Yohanes bin Zebedeus, murid Yesus. Tradisi yang dianut oleh gereja hingga
sekarang juga menyamakan penulis Injil dengan “murid yang dikasihi Yesus”. Dalam
seluruh Injil ini, nama Yohanes bin Zebedeus tidak disebutkan sama sekali,
padahal menurut Injil Sinoptik, murid-murid yang paling akrab dengan Yesus
adalah Petrus, Yohanes bin Zebedeus, dan Yakobus bin Zebedeus (Matius 17:1; Markus
5:37; 14:33); hal ini menunjukkan bahwa Yohanes sendirilah yang menuturkan kisah-kisah
dalam Injil tersebut. Penguatan pendapat bahwa Yohanes bin Zebedeus sebagai
penulis Injil ini terdapat dalam Yohanes 21:22-23 karena ia murid yang hidup
cukup lama dibandingkan Yakobus yang mati terbunuh pada 41 M. Kanon Muratori
mengindikasikan bahwa Yohanes menyusun Injil ini dengan sepengetahuan bahkan
atas dorongan rasul-rasul yang lain, antara lain Andreas.[3]
2.
WAKTU DAN TEMPAT
PENULISAN
Waktu penulisan kitab ini diperkirakan terjadi
pada tahun 40-140 M. Menurut Ireneus, Injil Yohanes ditulis di Asia Kecil,
yaitu di Efesus ketika pertumbuhan gereja mulai matang dan timbul kebutuhan
akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman. Penemuan-penemuan arkeologi
mengindikasikan Injil Yohanes memuat detail akurat mengenai Bait Allah di
Yerusalem dan lingkungannya sebelum tahun 70 M (misalnya Yohanes 9:7; 10:22-23;
19:13) yang mendukung bahwa Injil ini ditulis sebelum tahun 70 M, yaitu ketika
Bait Allah dihancurkan.[4]
3.
MAKSUD PENULISAN
Maksud Injil ini ditulis adalah untuk
melawan Gnostikisme dengan mempertahankan suatu keyakinan. Yohanes menyatakan
tujuan untuk tulisannya dalam 20:31, yaitu “supaya kamu percaya bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam
nama-Nya.” Naskah kuno Yunani dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu
untuk kata Yunani yang diterjemahkan “percaya”, yaitu aorist subjunctive (“sehingga
kamu dapat mulai mempercayai”) dan present subjunctive (“sehingga kamu dapat
terus percaya”). Jikalau Yohanes bermaksud yang pertama, ia menulis untuk
meyakinkan orang yang tidak percaya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus
dan diselamatkan. Kalau yang kedua, Yohanes menulis untuk menguatkan dasar iman
supaya orang percaya dapat terus percaya kendatipun ada ajaran palsu, dan
dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh dengan Bapa dan Anak. Walaupun
kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes, isi dari Injil ini pada umumnya
mendukung yang kedua sebagai tujuan utama. Injil ini juga ditujukan bagi mereka
yang memiliki minat terhadap filsafat. Kisah-kisah yang terkandung dalam Injil Yohanes
juga sengaja ditulis untuk melengkapi berita tentang kehidupan dan pekerjaan
Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis di
dalam Injil-injil Sinoptis. Walaupun ada pakar yang meragukan adanya
ketergantungan Injil ini dengan Injil Sinoptik, kebanyakan pakar menerima bahwa
Injil ini memang mempunyai ketergantungan dengan Injil-injil yang lain, paling
tidak, penulisnya mengetahui isi ketiga Injil yang lain.[5]
4.
STRUKTUR DAN ISI
Adapun struktur dan isi dalam Injil
Yohanes, dapat dijabarkan sebagai berikut:[6]
1)
Pembukaan
surat (1:1-18)
2)
Periode
renungan (1:19-4:54) kesaksian Yohanes (1:19-51)
Ø Kesaksian
pekerjaan Yesus (2:1-22)
Ø Kesaksian
perkataan Yesus (2:23-4:54)
3)
Periode
perdebatan antara orang yang percaya dan tidak (5:1-6:71)
Ø Dinyatakan dalam
perbuatan (5:1-18)
Ø Dinyatakan dalam
argumentasi (5:19-47)
Ø Dinyatakan dalam
peragaan (6:1-21)
Ø Dinyatakan dalam
ajaran (6:22-71)
4)
Periode
pertentangan antara orang yang percaya dan tidak percaya (7:1-11:53)
Ø Pertentangan
dijelaskan pada:
§ Sanak keluarga
Yesus (7:1-9)
§ Pada orang
banyak (7:10-52)
§ Wanita yang
berzinah (7:53-8:11)
§ Kaum Farisi dan
orang Yahudi (8:12-59)
Ø Pertentangan
digambarkan dalam:
§ Peristiwa orang
buta (9:1-41)
§ Ajaran gembala
yang baik (10:1-21)
§ Argumentasi
(10:22-42)
§ Kebangkitan Lazarus
(11:1-53)
5)
Periode
genting (11:54-12:36a)
6)
Periode
pertemuan (12:36b-17:26)
Ø peneguhan Iman
§ Peralihan
(12:36b-13:30)
§ Pertemuan dengan
para murid (13:31-16:33)
§ Pertemuan dengan
bapa (17:1-26)
7)
Periode
pelaksanaan (18:1-20:31)
Ø Kemenangan atas
ketidakpercayaan
§ Pengkhianatan
(18:1-27)
§ Pengadilan di
hadapan pilatus (18:28-19:16)
§ Penyaliban
(19:38-42)
§ Penguburan
(19:38-42)
§ Kebangkitan
(20:1-29)
8)
Kata
penutup (21:1-25)
Ø Tanggung jawab
kepercayaan
B.
ESKATOLOGI INJIL
YOHANES
Eskatologi dapat dibahagi menjadi dua bagian
yang luas: eskatologi pribadi dan eskatologi umum. Eskatologi umum membahas
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, mulai dari kedatangan Kristus yang kedua
kali sampai penciptaan langit baru dan bumi baru. Eskatologi pribadi membahas
apa yang dialami oleh orang percaya sejak ia mengalami kematian jasmani sampai
ia menerima tubuh kebangkitannya.[7]
1.
PENGERTIAN
ESKATOLOGI
Kata Eskatologi berasal dari bahasa
Yunani: eskhatos yang berarti
akhir zaman, yang hampir sama dengan bahasa Inggris “escalate” (terangkat) dan digunakan dalam istilah Theologi untuk
menunjuk masa “pengangkatan orang-orang kudus” pada akhir zaman. Lima kali
dalam Injil Yohanes, Yesus menggunakan kata ini, yang dihubungkan dengan
kebangkitan orang-orang benar yang telah meninggal (Yohanes 6:39-40, 44, 54; 11:24).
Dalam konteks ini, “eschatos” menunjuk pada saat kedatangan-Nya kedua
kali ke dunia (bandingkan 1 Korintus 15:52; 1 Tesalonika 4:16). Jadi dapat
disimpulkan bahwa Eskatologi adalah ilmu teologi yang berbicara tentang hal-hal
yang bertalian dengan akhir zaman.[8]
2.
ESKATOLOGI DALAM
INJIL YOHANES
Dalam pembahasan mengenai Eskatologi
Injil Yohannes, penulis menggunakan salah satu buku karya George Eldon Ladd
yang berjudul A Theology of the New Testament.[9]
Dalam Injil Yohanes, Kerajaan Allah
hanya disebutkan dua kali. Ini menyebabkan banyak pakar menyimpulkan bahwa
Yohanes secara radikal telah memperbaharui tradisi apokaliptis Injil Sinoptik
ke dalam mistisisme Kristus, atau menyuguhkan tradisi yang sangat berbeda di mana
unsur-unsur apokaliptis sangat kurang. Dahulu ada seorang pakar apokaliptis
yang terkenal, dalam sketsanya mengenai eskatologi Yohanes, mengaitkan kepada
Yohanes atau pengharapan yang sungguh akan ‘parousia’ Yesus dalam Yohanes
14:2-3. Pembacaan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai kedatangan Yesus untuk
menerima murid-murid-Nya pada saat kematian mereka, karena ungkapan dalam
Yohanes 21:22, “Jikalau Aku menghenendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku
datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah aku.” Menurut Perjanjian
Baru kematian mengubah orang-orang percaya kepada Kristus, tetapi tidak pernah
Ia mengatakan akan datang dan menjemput mereka. Namun ia bersikeras bahwa
kata-kata mengenai kebangkitan tubuh dalam Yohanes 5:28-29 itu bertentangan
langsung dengan kebangkitan rohani yang sekarang terjadi dalam Yohanes 5:25-27.
Sukar untuk menemukan uraian yang lebih spiritual tentang kebangkitan dalam
seluruh literatur abad pertama Masehi. Atas alasan inilah, maka kata-kata dalam
Yohanes 5:28-29 ada untuk memulihkan kesatuan pikiran tentang pembacaan itu.
Tidak hanya demikian, tetapi ungkapan-ungkapan tentang “akhir zaman” harus
dipandang sebagai penambahan dan pelaksanaan. Yohanes menggambarkan kebangkitan
hidup terjadi segera setelah kematian, tetapi penggenapannya yang sempurna
tidak dapat diperoleh sampai penggenapan terakhir dari segala hal, pada waktu
dunia yang ada kini lenyap dan Kristus akan membawa milik-Nya ke surga, lebih
sebagai status ketimbang tempat. Pakar apokaliptis ini gagal menunjukkan
mengapa harus ada penggenapan bila orang percaya memperoleh kebangkitan hidup
pada saat kematian. Kelihatannya Yohanes masih mempertahankan unsur-unsur
eskatologi tradisional yang agaknya tidak begitu sesuai dengan pandangan Yohanes
yang sebenarnya.
Berbeda halnya dengan pandangan C.H.
Dodd tentang sejarah eskatologi Perjanjian Baru. Ia percaya bahwa berita Yesus merupakan
pemberitaan dari penerobosan yang kekal ke dalam dunia temporal. Yesus
memikirkan satu peristiwa tunggal, terdiri dari kematian, kebangkitan,
kenaikan, dan ‘parousia-Nya’ di mana Kerajaan Allah menerobos dalam sejarah.
Sesungguhnya Yesus menggunakan bahasa apokaliptis untuk melukiskan peristiwa
ini, tetapi itu hanyalah satu cara simbolis untuk menggambarkan perbedaan,
yaitu karakter transendental dan Kerajaan Allah. Ketika ‘parousia’ itu tidak
terwujud, maka hal itu dipisahkan dari sisa peristiwa Kristus dan ditafsirkan
ulang dalam terminologi apokaliptis Yahudi. Yohanes memberikan istilah akhir
dalam eskatologi Perjanjian Baru dengan menghaluskan “unsur-unsur eskatologi
yang kasar dalam kerygma”. Dalam pikiran Yohanes, “semua pengharapan gereja
dalam kedatangan Kristus yang kedua sudah diberikan dalam pengalaman Kristus
masa kini melalui Roh.”
Sedangkan Bultmann menafsirkan ulang
eskatologi dalam paham ekstensial. Ia menyebut kedatangan Penebus sebagai “peristiwa
eskatologis”, “titik-balik zaman” dari ayat-ayat seperti Yohanes 3:19, 9:39.
Kata-kata mengenai kedatangan dan bahasa eskatologis “pada waktu itu” dan “akan
tiba saatnya” tidak berarti satu peristiwa eksternal tetapi kejadian internal.
Kemenangan yang diperoleh Yesus ialah ketika iman timbul dalam manusia dengan
mengatasi penolakan atas makna Yesus bagi dia. Namun ada satu ulangan eskatologis
dalam Injil “pada akhir zaman”, dan ungkapan yang jelas mengenai kebangkitan
tubuh yang “berkontradiksi langsung” dengan kebangkitan masa kini dalam Yohanes
5:25. Bultmann memecahkan persoalan itu dengan berpegang bahwa fragmen-fragmen
eskatologis ini adalah pengubahan redaksional untuk menjadikan eskatologi
eksistensial Yohanes sesuai dengan eskatologi tradisi yang futuristik.
J.A.T. Robinson berpendapat bahwa
eskatologi non apokaliptis Yohanes itu lebih dekat kepada ajaran Yesus daripada
Injil Sinoptis. Ia tidak mengikuti pemikiran Dodd bahwa Yohanes memperbaiki
eskatologi apokaliptis dari Injil Sinoptis. Sebaliknya, ia menyampaikan satu
tradisi purba yang berkaitan dengan Palestina Selatan, bebas dari Injil
Sinoptis. Tradisi Sinoptis sangat dipengaruhi secara radikal oleh apokaliptis.
Yohanes mempersembahkan tradisi yang tidak dipengaruhi dengan cara ini.
Eskatologi Yohanes mengharapkan satu hari yang mencakup kematian, kebangkitan,
dan kemuliaan Yesus. Ungkapan-ungkapan tentang kedatangan Yesus pada masa depan
tidak merujuk kepada satu “kedatangan kembali”, tetapi hanya kepada
kedatangan-Nya. Di sinilah ditemukan dasar-dasar yang nyata dalam kata-kata
Yesus tentang kedatangan-Nya. Tetapi kedatangan ini bukan peristiwa eskatologis
yang kedua, melainkan penggenapan dan berhasilnya apa yang dibawa kepada
penggenapan: kedatangan Yesus dalam Paraclete. Kebangkitan itu menahbiskan ‘parousia’.
Pemikiran apokaliptis yang berikutnya, memisahkan kedua peristiwa ini dan
menafsirkan kembali ‘parousia’ itu berkenaan dengan apokaliptis Yahudi.
Pandangan-pandangan yang benar-benar
dari suatu eskatologi yang telah terwujud itu tidak meyakinkan semua pakar.
Mereka memandang perbedaan antara Yohanes dan Sinoptis sebagai satu penekanan
dan telah berpegang bahwa sesungguhnya Yohanes memiliki inti eskatologi Kristen
purba. Kummel menjawab tafsiran Bultmann tentang eskatologi Injil Keempat
dengan satu esei di mana ia menekankan bahwa eskatologi masa depan sangat
penting bagi struktur pemikiran Yohanes. Yohanes tidak bermaksud menambahi
Injil sinoptis, tetapi menyatakan arti yang sebenarnya. Kemuliaan Allah berada
dalam yesus, tetapi hanya dikenal oleh orang-orang yang beriman. Tersembunyinya
Kristus dan keselamatan harus berakhir, dan itulah sebabnya penyingkapan yang
penuh dari keselamatan dan penanggulangan akhir dari kematian harus menanti
dalam masa depan. Yesus berasal dari kekekalan sebagai utusan Allah. Pribadi
yang memiliki masa lalu, dan masa kini itu, harus juga memiliki masa depan.
Itulah sebabnya pengharapan ‘parousia’ dan satu penggenapan eskatologis adalah
satu unsur pokok dalam pemikiran Yohanes. Yohanes tidak menyatakan pengharapan
ini dalam istilah-istilah apokaliptis, karena perhatiannya yang utama adalah
pada apa yang ditentukan Allah pada pribadi, bukan kosmos.
Salah satu survei yang paling baik dari
eskatologi Yohanes ialah dari W.F. Howard. Ia bersikeras bahwa tidak ada
konflik antara eskatologi Yohanes dan mistisisme dan mengikuti garis pemikiran
yang dibuktikan oleh Kummel, bahwa selubung pernyataan kemuliaan Allah dalam
Yesus sejarah menuntut penggenapan di masa depan yang nyata. Pandangan ini
didukung oleh penggunaan kata “kekal” (Yunani: aionios), yang memberi
ciri kepada hidup. Kata itu sendiri mengandung pengharapan eskatologis. Hal itu
terutama adalah “kehidupan masa yang akan datang.” Dualisme eskatologis sekali
lagi terlihat dalam kenyataan bahwa Iblis dianggap sebagai “penguasa dunia ini”.
Ini sejajar dengan ungkapan Paulus, “ilah zaman ini”. Di sini digunakan ‘kosmos
houtos’
dari kata yang lebih umum ‘aion houtos’.
“...Jika seseorang tidak dilahirkan
kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.... Jika seorang tidak
dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Ini
merupakan padanan Yohanes dengan ungkapan Injil Sinoptis,”... Barangsiapa tidak
menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke
dalamnya.” Dalam ungkapan ini Kerajaan Allah adalah suatu kenyataan masa kini
untuk diterima sekarang yang melayakkan seseorang untuk masuk ke dalam Kerajaan
Allah pada masa depan. Masa kini dan yang akan datang terikat dan tak
terpisahkan. Kerajaan Allah itu adalah berkat eskatologis. Lebih dari itu,
Injil sinoptis memandang mereka yang telah menerima Kerajaan itu sebagai
anak-anak Allah. Sebagai kesimpulan, kita mengingat kembali bahwa Injil
Sinoptis memiliki dualisme vertikal dan juga dualisme eskatologis. Surga adalah
alam di atas di mana anak-anak Allah boleh menyimpan pahala. Bila Injil
Sinoptis mengenal dualisme vertikal, tetapi menekankan yang eskatologis,
Yohanes mengenal yang eskatologis itu, tetapi menekankan yang vertikal.
Kenyataan kebangkitan hidup pada masa
kini secara tegas terungkap dalam Yohanes 5:25-26, “Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan
mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup. Sebab
sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga
diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.” Dalam beberapa
pengertian waktu yang sedang datang itu sudah ada dan manusia yang mati secara
rohani dapat datang kepada hidup dengan menanggapi suara Anak Allah. Ajaran
tentang menikmati saat ini sebagai suatu kenyataan eskatologi masa depan adalah
sebuah ilustrasi tentang struktur eskatologi dasar yang terjadi di seluruh
Perjanjian Baru di mana zaman ini dan Zaman Yang Akan Datang begitu tumpang tindih
sehingga manusia yang masih hidup dalam masa jahat kini dapat menikmati
kuasa-kuasa dan berkat-berkat dari Masa Yang Akan Datang. Kebangkitan
eskatologis ini dengan jelas digambarkan dalam pembacaan yang sama di mana
Yesus mengatakan kebangkitan sebagai satu kenyataan rohani masa kini. Setelah
menegaskan bahwa saatnya telah tiba bahwa mereka yang mendengarkan suara Anak
Allah akan hidup, Ia mengatakan, “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab
saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar
suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk
hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk
dihukum.” Di sini ditegaskan dengan jelas bahwa mereka yang menikmati kenyataan
hidup masa kini, yang telah dibangkitkan dari kematian ke dalam kehidupan
rohani, pada masa depan akan dibangkitkan dari kubur ke dalam kebangkitan
tubuh. Bukti untuk hal ini adalah dihilangkannya ungkapan, “dan sudah tiba”,
yang melokasikan kebangkitan dalam masa kini dari pembacaan terdahulu; dan
tambahan kata-kata “di dalam kuburan”, yang memberi referensi yang tak
terhindarkan tentang kebangkitan tubuh kepada pembacaan ini. Namun, pentingnya
kata-kata ini, disisihkan dengan berbagai teknik. Banyak kritik bersikeras
mengatakan bahwa ini bukan kata-kata pengarang Injil Keempat yang otentik
karena sama sekali tidak seperti ajaran Yohanes; itulah sebabnya kita harus
mengenali suatu tambahan di mana suatu unsur asing telah dimasukkan ke dalam
eskatologi rohani Injil Keempat. Yang lain mengatakan bahwa kedua pembacaan itu
adalah satu referensi rohani; tetapi ungkapan di dalam kuburan menepis hal itu.
Yang lain lagi menyarankan bahwa bacaan ini mencakup penggabungan yang aneh
dari dua eskatologi, yaitu eskatologi dari Penginjil itu sendiri dan eskatologi
realistik populer di mana pengarang itu sama sekali tidak dapat mengabaikan
walaupun hal itu tidak sesuai dengan ajarannya sendiri. Pencantuman
ungkapan-ungkapan seperti ini menghasilkan penggabungan dua eskatologis yang tak
tergabungkan, yaitu yang rohani dan yang realistik. Namun, tak ada pertentangan
di antara mereka. Yang ada hanyalah ketegangan antara eskatologi yang sudah
terwujud dan eskatologi masa depan.
Pentingnya kebangkitan dalam pikiran
Yohanes dicerminkan dalam penekanannya atas kebangkitan Yesus sebagai satu
kebangkitan tubuh yang nyata. Jelas bahwa Maria dapat merangkul Dia seolah-olah
tidak akan melepaskan-Nya lagi. Yohanes menekankan kenyataan bahwa tubuh
kebangkitan Yesus memiliki luka bekas penyaliban. Jelaslah bahwa tubuh
kebangkitan memainkan peranan penting dalam pikiran Yohanes. Seperti halnya
hidup kekal dan kebangkitan mencakup masa kini, maupun masa depan, demikian
juga, penghakiman meliputi pemisahan masa depan pada akhir zaman dan juga
sebagai satu pemisahan rohani saat ini antara manusia sesuai dengan hubungan
mereka dengan Kristus. Hukuman eskatologi masa depan ditegaskan dalam Yohanes
12:48, “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada
hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya
pada akhir zaman.” Ini adalah bahasa eskatologis yang memandang kepada akhir
zaman pada waktu manusia akan diadili. Dalam hal ini yang menjadi standar
penghakiman itu ialah kata-kata Yesus. Pikiran yang sama ditemukan pada
kesimpulan dari Khotbah di Bukit di mana Yesus merujuk kepada satu hari
penghukuman ketika manusia akan ditolak karena mereka hanya memberikan
pelayanan semu, tetapi tidak menaati ajaran-ajaran Yesus. Pikiran pemisahan
antara yang baik dan yang jahat juga terjadi dalam ungkapan tentang
kebangkitan, pada waktu orang melakukan yang baik akan sampai kepada
kebangkitan hidup dan mereka yang telah melakukan kejahatan akan sampai kepada
kebangkitan menghadapi hukuman. Orang-orang yang benar akan dibangkitkan untuk
menikmati kehidupan kekal yang penuh; tetapi yang jahat akan mengalami
kebangkitan supaya dihukum karena perbuatan mereka yang jahat.
Hukuman masa depan ini telah mengacu kembali
pada masa kini dalam pribadi Kristus; dan hukuman eskatologis masa depan pada
pokoknya adalah pelaksanaan hukuman yang pada dasarnya ditentukan oleh respons
manusia terhadap pribadi Yesus sekarang ini. “Barangsiapa percaya kepada-Nya,
ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah
hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Dan inilah
hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai
kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.” Hukuman
masa depan itu telah ditentukan karena manusia menolak untuk percaya kepada
Kristus. Meskipun Injil Sinoptis tidak menekankan unsur percaya dalam pribadi
Yesus, bagaimanapun kita menemukan pikiran yang sama bahwa sesuatu yang sudah
ditentukan Tuhan atas diri manusia tergantung oleh reaksi mereka sekarang
terhadap pribadi dan misi Yesus. Setiap orang yang mengakui Yesus Kristus di
hadapan manusia, akan diakui oleh Yesus di hadapan Bapa-Nya di surga; tetapi
siapa yang menyangkal Dia di hadapan manusia, akan disangkal di hadapan
Bapa-Nya di surga. Dalam studi tentang Injil Sinoptis, telah didapati bahwa
Kerajaan itu telah hadir di dunia dalam pribadi Kristus dan di dalam
pribadi-Nya, manusia diperhadapkan dengan Kerajaan Allah dan dituntut satu
keputusan untuk Kerajaan itu. Pada saat manusia dengan imannya menanggapi
dengan pasti terhadap Kerajaan Allah yang ada dalam pribadi Kristus itu, mereka
sudah ditetapkan untuk memasuki Kerajaan masa depan itu pada waktu kedatangan
eskatologisnya. Inilah pokok pikiran yang diungkapkan di sini dalam terminologi
yang agak berbeda dengan Injil Keempat. Orang yang percaya Yesus dalam satu
pengertian telah melewati hukuman, seakan-akan ia telah berada pada sisi lain
dari hukuman itu, telah berpindah dari kematian kepada hidup. Pengenalan
hukuman ini sebagai satu kenyataan rohani masa kini sama sekali tidak
membenarkan kita mengosongkan isi hukuman eskatologisnya. Hukuman eskatologis
masa depan itu tidak diganti dengan hukuman rohani masa kini. Hukuman masa
depan itu masih tetap. Di sini, sekali lagi kita memiliki satu contoh struktur
eskatologis dasar teologi Perjanjian Baru di mana kedua zaman itu tidak lagi
terpisah secara eksklusif oleh parousia, tetapi melalui inkarnasi begitu
tumpang tindih sehingga pengalaman-pengalaman eskatologis yang diasosiasikan
dengan Masa Yang Akan Datang telah terjadi pada masa kini dan telah terjadi
dalam inti realitas spiritual mereka. Jadi penghakiman, seperti halnya kebangkitan,
masih merupakan satu pengalaman eskatologis masa depan; tetapi juga menjadi
realitas spiritual masa kini, pada saat manusia menanggapi dengan menerima atau
menolak, dalam iman atau dalam ketidakpercayaan terhadap pribadi dan pelayanan
Yesus. Bagi orang-orang yang percaya, hukuman telah berlalu dan mereka telah
dipandang benar. Bagi mereka yang tidak percaya, keadaan mereka telah
dimeteraikan, hukuman telah pasti dan alasannya ialah bahwa mereka telah
diperhadapkan dengan terang, namun mereka telah menolaknya. Itulah sebabnya
hukuman akhir pada kenyataannya adalah pelaksanaan dari hukuman yang telah
ditetapkan. Hukuman eskatologis pada “akhir zaman” adalah manifestasi akhir
dari hukuman yang sedang berlaku pada saat ini juga sesuai dengan sifat
tanggapan manusia atas panggilan dan tuntutan ilahi yang diberikan dalam Yesus
Kristus.
BAB III
KESIMPULAN
Kerajaan Allah berarti pemerintahan oleh
Allah, yang juga berarti merupakan tempat orang-orang yang sudah ditebus yang menikmati
persekutuan yang sempurna dengan Allah dan berkat-berkat secara sepenuhnya, yang
disimpulkan dengan ungkapan “hidup yang kekal”. Dengan demikian, hidup yang
kekal dan kerajaan Allah kadang-kadang merupakan ungkapan yang dapat ditukar.
Istilah “Kerajaan Allah” dalam Injil-injil Sinoptis dan “hidup yang kekal”
dalam Injil Yohanes adalah searti. Kerajaan Allah tidak didirikan hanya melalui
satu tindakan akhir zaman saja. Melalui penjelmaan-Nya, Kristus mengikat atau
memusnahkan Iblis. Ia mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak
dapat binasa. Kemenangan melawan Iblis dan maut adalah pekerjaan Kerajaan
Allah, pekerjaan pemerintahan penyelamatan oleh Allah dalam Kristus. Kerajaan
Allah datang dalam berbagai tindakan penebusan. Penggenapan Kerajaan Allah
secara final akan mencakup bumi yang diperbaharui. Dalam Perjanjian Lama tata
bumi yang baru itu kadang-kadang dilukiskan seolah-olah melanjutkan tata bumi
yang sekarang ini, kadang-kadang timbul dari bencana alam sebagai hukuman yang
menimpa tata bumi lama. Dalam Yesaya 65:17, 66:22 tata bumi baru itu disebut
“langit baru dan bumi baru”, tapi dalam ciptaan baru ini masih tetap ada suatu
bumi. Pengharapan ini dilanjutkan dalam Perjanjian Baru dan bersifat serupa
dengan ajaran tentang kebangkitan. Hukuman Allah akan menimpa bumi yang
terkutuk karena dosa, dan tata bumi sekarang akan guncang dan akan lenyap.
Sesudah hukuman ini timbullah “langit baru dan bumi baru, di mana terdapat
kebenaran.” Di bumi yang ditebus dan yang baru inilah akan tinggal umat Allah
dalam tubuh-tubuh yang ditebus (baru) pula, yang akan menikmati persekutuan
yang sempurna dengan Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Bartlett,
David L.: Pelayanan dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003)
Hakh,
Samuel Benyamin: Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya (Bandung:
Bina Media Informasi, 2010)
Ladd,
George Eldon: A Theology of the New Testament (Michigan: Grand Rapids, 1993)
Tenney,
Merrill C.: Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1995).
Thiessen, Henry C.: Teoligi Sistematika (Malang: Gandum
Mas, 1997)
[1] David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 114-142.
[2] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum
Mas, 1995), 231-232.
[3] Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok
Teologisnya (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 302-310.
[4] Ibid, Merrill C. Tenney, 233.
[5] Ibid, Merrill C. Tenney,
234-240.
[6] Ibid, Merrill C. Tenney,
240-245.
[7] Henry C.Thiessen, Teoligi Sistematika (Malang: Gandum Mas,
1997), 519.
[8] Ibid, Henry C. Thiessen, 520.
[9] George Eldon Ladd, Revised
Edition Edited by Donald A. Hagner, A
Theology of the New Testament (Michigan: Grand Rapids, 1993), 334-344.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar