TUGAS
PRIBADI
TOKOH PENDIDIKAN
ZAMAN MODERN
JILID 2
TOKOH-TOKOH
PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MODERN JILID 2
1.
JOHANNES
AMOS COMENIUS
1)
Latar
Belakang
John Amos
Comenius lahir di Moravia, Ceko, 28 Maret 1592 – meninggal di Amsterdam,
Belanda, 15 November 1670 pada umur 78 tahun adalah seorang guru, ilmuwan
pendidik dan penulis Ceko. Sumbangan Comenius begitu berbobot, sehingga di
kemudian hari ia menerima gelar kehormatan Bapa Pendidikan Modern. Sebagai
seorang guru, John Comenius mengenal baik kelemahan sistem sekolah abad ke-17
yang di dalamnya ia berkecimpung. Memang, tak ada sistem pendidikan yang
sempurna, tetapi sistem sekolah abad ke-17 di Eropa benar-benar jelek.
Yohanes Amos
Comenius adalah anak bungsu dari lima bersaudara, satu-satunya putra dari
pasangan suami-istri yang cukup berada dari golongan rakyat jelata.
Orang-tuanya adalah anggota Persatuan Bruder (belakangan dikenal sebagai Bruder
Bohemia atau Gereja Moravia), kelompok agama yang berasal dari pertengahan abad
ke-15 di bawah pengaruh Kaum Waldens dan tokoh reformis lain seperti Peter
Chelčhický. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Jerman, Comenius kembali ke
tanah airnya. Belakangan, pada usia 24 tahun, ia dilantik menjadi pastor dari
Persatuan Bruder.
2)
Pendapat
Yohanes Dalam Teori Belajar
Sebenarnya isi
segala pemikiran yang dituangkan oleh Yohanes Amos disini hampir semua dari
pengalaman hidup yang ia lalui. Mulai dari pembagian tingkatan belajar, jadwal
jam belajar yang baik, tentang pengajar dan pelajar, hingga kepada kurikulum. Komenius
berpendapat pula bahwa pendidikan yang ia maksud adalah pedidikan yang
selayaknya di beri nama pendidikan Kristen. Dimana teologi dijadikan sebagai
dasar atau poros dari pendidikan itu sendiri. Dimana komenius sewaktu itu
sangat percaya akan kedaulatan Allah.
3)
Pengertian
dan Tujuan PAK Menurut Yohanes
Pendidikan
Agama Kristen ialah proses pengajaran yang dilakukan kepada baik laki-laki,
maupun perempuan tanpa terkecuali dan tanpa pembatas umur. Menurut Yohanes Amos
Komenius ada tiga hal pokok sebagai tujuan dalam PAK yaitu: Pengetahuan atau
Pengertian, Kebajikan atau Kebijaksanaan, Kesalehan. Hubungan dari tiga hal
diatas adalah ketika kita ingin melayani Allah dalam dunia PAK baik kepada
sesama kita manusia atau kepada Allah maka kita harus hidup saleh, dimana kita
dalam melakukan pelayanan tersebut kita harus memiliki pengetahuan serta
kebajikan.
4)
Kurikulum
dan Pembagian Proses Pengajaran Serta Pembelajarannya
Menurut
pendapat Yohanes Amos Komenius ruang lingkup pendidikan tersebut dibagi 7
bagian yaitu: Sekolah Kelahiran, Sekolah bayi, Sekolah anak-anak, Sekolah
remaja, Sekolah Pemuda, Sekolah Dewasa dan Lansia.
Disini disinggung pada usia ini
hendaknya memikirkan tentang masa dewasa yang menuju ke lanjut usia untuk
bertambah hikmat, hingga ia menutup usia. Sehingga maksutnya supaya diberikan
bimbingan agar dapat menikmati masa tuanya.
2.
JEAN
JACQUES ROUSSEAU
1)
Latar
Belakang
Jean Jacques Rousseau
(1712-1778) merupakan seorang ahli falsafah Perancis dalam abad ke-18 dan
dilahirkan pada 28 Juni 1712 di Geneva, Switzerland. Ibunya meninggal dunia
ketika beliau masih kecil, ibunya adalah putri seorang pendeta Protestan,
Gereja Calvinis. Rousseau kemudian diasuh selama beberapa tahun oleh ayahnya
yang kemudiannya menyerahkan kepada pamannya. Beliau hidup bilamana Perancis
menjadi salah satu centre of civilization Eropah. Ayah Rousseau, Isaac Rousseau
merupakan seorang tukang jam, suka berburu dan meninati musik. Dalam karya
beliau bertajuk Confessions, menyatakan bahwa ayahnya banyak mempengaruhi kehidupan
Rousseau terutama terhadap pembentukan watak dan pemikirannya. Zaman
kanak-kanaknya banyak dihabiskan dengan membaca pelbagai karya klasik Plutarch,
seorang tokoh di zaman Romawi kuno. Beliau sangat mengkagumi tokoh ini sehingga
pada suatu masa beliau pernah mengatakan bahwa beliau telah menjadi seorang
Romawi ketika berusia dua belas tahun.
2)
Pandangan
Teologis Jean Jacques Rousseau
Siasat yang
digunakan Rousseau untuk menyoroti keberadaan manusia di dunia ini, adalah:
i.
Untuk menyoroti keberadaan manusia,
Rousseau bertitik tolak dari pengalaman pribadi secara langsung.
ii.
Melalui proses berefleksi saja ia
dapat memperoleh pengetahuan yang dapat dipercaya, tanpa perlu menerima
pernyataan khusus.
iii.
Dengan penggunaan metode alamiah
saja akan sampai pada beberapa pokok iman. Rousseau menjauhkan diri dari semua
pendapat yang menyalahkan pemeliharaan Tuhan serta mengecamnya.
iv.
Rousseau tidak keberatan jika
Allah menjatuhi hukuman bagi diri kaum jahat, sehingga akhirnya diharapkan
sesama jahat itu akan memperoleh perdamaian abadi dikemudian hari.
v.
Orang yang sudah menyadari asas
keadilan dan kebajikan yang hendak dipakai sebagai tolak ukur untuk
mempertimbangkan tindakannya.
vi.
Yesus dianggap orang yang paling
mulia.
3)
Pandangan
Psikologis Jean Jacques Rousseau
i.
Orang dewasa perlu diperlakukan sebagai
orang dewasa, dan anak perlu diperlakukan sebagai seorang anak.
ii.
Ruang lingkup studinya mencakup
anak dari empat golongan umur, yaitu : (1) 0 sampai akhir umur 4 tahun (balita),
masa kanak-kanak; (2) 5 sampai 11 tahun, masa remaja muda; (3) 12 sampai 14
tahun, masa remaja tua atau masa pemuda muda (4) 15 sampai dengan 20 atau 21
tahun, yaitu telah dewasa dan siap untuk menerima tanggung jawab berkaitan
pernikahan.
4)
Pandangan
Pendidikan Umum Jean Jacques Rousseau
i.
Rousseau setuju dengan dalil comenius
bahwa status “manusia” tidak dicapai sebagai hasil kelahiran saja, malahan
karena ia dijadikan sedemikian rupa oleh Pendidikan yang bersumber pada tiga
hal, yaitu: alam, manusia dan benda-benda.
ii.
Jika keselarasan antara ketiga
sumber pendidikan tersebut (alam, manusia, dan benda-benda) ada, maka si
pelajar sudah dididik dengan baik.
iii.
Tujuan Pendidikan secara umum
yakni untuk mengembangkan semua bakat si murid agar mereka diperlengkapi hidup
merdeka terlepas dari ketergantungan para prakarsa orang lain, atau tempatnya
yang khusus dalam masyarakat.
iv.
Rousseau berpendapat, tugas hidup
merdeka adalah panggilan yang perlu diajarkan kepada murid.
v.
Alam adalah Guru dasariah, dan
walaupun alam adalah guru dasariah, tetap harus ada guru insan yang
mengembangkan tugas belajar secara teratur yang selaras dengan alam.
vi.
Kesempatan belajar; tidak hanya wajib
disediakan bagi anak-anak laki-laki saja, tetapi anak-anak perempuan juga.
vii.
Kurikulum, bersifat kontekstual
dan akan muncul secara wajar dalam proses hidup bersama, jadi mereka merasa
tidak terbelenggu oleh Kurikulum yang dikeluarkan oleh Instansi Pemerintah.
3.
JOHANN
HEINRICH PESTALOZZI
1)
Latar
Belakang
Johann
Heinrich Pestalozzi lahir dan dibesarkan di Zurich Swiss pada tanggal 12
Januari 1746. Dia berasal dari keluarga Protestan, ayahnya seorang doctor yang
meninggal waktu Heinrich berumur enam tahun dan hanya meninggalkan sedikit
warisan. Setiap liburan, Heinrich tinggal dengan kakeknya, seorang pendeta
Protestan yang melayani di desa. Hal inilah yang mendorong Heinrich untuk
menjadi pendeta namun keinginan ini buyar setelah dia lupa akan isi khotbahnya
pada saat membawakan khotbah di depan ujian klasis. Sebelumnya dia juga pernah
berbuat kesalahan dalam menuntun para hadirin mengucapkan “Doa Bapa kami”. Heinrich
kemudian beralih ke bidang hukum agar dapat masuk ke dalam pemerintahan dan
meyusun undang-undang yang memihak kaum lemah. Namun hal ini kembali menemui
kegagalan karena keterlibatannya dalam kelompok politis yang dianggap radikal
oleh pemerintah. Melihat kemalangan anak-anak di sekitarnya dan melihat
rumahnya yang setengah kosong, Pestalozzi kemudian mendirikan sekolah bagi
anak-anak miskin dan mengajarkan tiga tujuan yaitu: memperbaiki akhlak para
pelajar, mendidik untuk dapan membaca, menulis dan berhitung dan melatih
anak-anak keterampilan yang bisa menolong mereka keluar dari kemelaratan. Hasil
dari keterampilan mereka gunakan untuk membiayai sekolah namun karena tidak
bisa mandiri, sekolah itupun ditutup.
2)
Pandangan
Teologis
Pestalozzi
tidak sabar dengan sistem dogmatis yang berlaku dalam gereja Reformasi pada
saat itu. Dimana para pendukung sistem tersebut hanya bisa dan rajin menyusun ajaran
teologis “benar” saja daripada mewujudkan ajaran tersebut kedalam kehidupan
sehari-hari. Pestalozzi memakai pengertian sederhana tentang iman Kristen.
Dalam tulisannya, Pestalozzi mempunyai lima pokok utama yang mencolok: (1)
Kepercayaan Kepada Allah, jika Allah Bapa bukan lah Bapa kita, maka tidak ada
dasar yang dapat dipercayai untuk menghadapi tantangan hidup ataupun
mengembangkan pendidikan yang berhasil. Dalam Amsal 1:7 dituliskan “takut akan
Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan.” (2) Alam Sebagai Pedoman, Pesatalozzi sangat bertolak belakang dengan
pendapat Rousseau yang memilki pandangan yang baik terhadap alam dalam
pendidikan. Pestalozzi tidak memiliki pandangan seindah itu terhadap alam.
Pestalozzi tidak mengaggap alam sebagai kekuatan yang merdeka, seakan-akan alam
itu berdiri atas kekuatannya sendiri, sedangkan pencipta alam adalah Allah
sendiri. Jadi bagi Pestalozzi alam tersebut bergantung kepada kehendak Allah. (3)
Yesus Sebagai Juruselamat Dunia, nama Allah dan Yesus terus dimasukkan kedalam
karyanya, hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan dengan Yesus
baginya. Pestalozzi betul-betul hidup untuk melayani orang-orang yang paling
hina. Dan dia sangat mengharapkan tindakan-tindakan yang serupa dilakukan oleh
para pendidik-pendidik lainnya. Dan hendaknya berpatokan kepada Tuhan Yesus
Kristus.
3)
Asas-Asas
Pendidikan
Pestalozzi digambarkan
sebagai seorang yang mengabdikan seluruh pikiran, tenaga dan dana yang ia
miliki demi pelaksanaan tugas memperbaiki keadaan yang buruk dalam masyarakat
dengan jalan memperbarui setiap orang. Pembaruan perorangan itu akan dilaksanakan
melalui pendidikan yang mengubah pengetahuan dan gaya hidup kaum miskin yang
tinggal di dusun-dusun Swiss. Menurut Pestalozzi, perbaikan pendidikan di Swiss
perlu dilaksanakan sekaligus dari dua segi, yakni dari segi praktek dan teori.
4.
FRIEDRICH
W.A. FROEBEL (1782 -1852)
1)
Latar
belakang
Froebel adalah
anak bungsu dari lima bersaudara. Ia baru berumur Sembilan bulan ketika ibunya
meninggal. Ayahnya seorang pendeta, tinggal di desa Oberweissbach di hutan
Thunringia, Jerman. Kesibukan bapaknya sebagai pendeta menyebabkan perhatian
terhadap perkembangan Frobel agak terganggu. Masa kanak-kanak Frobel semakin
sulit, karena ayahnya menikah lagi, dan mendapatkan seorang adik tiri. Froebel
tidak mendapat pendidikan yang cukup, seperti saudaranya yang kuliah Kedokteran
di Universitas Jena. Ia sering ditugaskan untuk mengantar uang untuk abangnya
di Universitas Jena. Berbekal warisan dari ibunya, akhirnya Froebel bisa kuliah
di Universitas Jena setelah terlebih dahulu selama delapan minggu menjadi
mahasiswa tidak tetap. Ia mengikuti kuliah ilmu-ilmu kimia, minerologi dan
tumbuh-tumbuhan. Khusunya tentang ilmu tumbuh-tumbuhan itu, ia mendengar
tentang kesatuan dan keseimbangan. Namun ia hanya kuliah selama dua tahun, dan
akhirnya berhenti karena warisannya dibagi kepada kakaknya. Tiga tahun
kemudian, saat pamanya meninggal ia mendapatkan kesempatan untuk kuliah lagi,
sebab mendapatkan warisan dari pamanya. Lalu ia pergi ke Frankfurt, sebab dia
mendapat beasiswa kuliah di bidang arsitektur. Melalui pembicaraan dengan
Dr.Anton Gruner kepala sekolah di Universitas Frankfurt, ia mengubah rencananya
dan memilih sekolah guru. Ia sangat menikmati kesempatan belajar dan mengajar
sebagai guru di Frankfurt.
Pada tahun
1837, di Keilhau di sebuah gedung bekas pabrik serbuk mesiu, Froebel membuka
sebuah lembaga yang ia namakan,” Sekolah Latihan Psikologis Bagi Anak-anak
melalui Permainan dan Kegiatan”, meskipun ia sendiri tidak puas dengan nama
tersebut; antara lain karena dengan kata “Sekolah” itu tersirat adanya suatu
organisasi yang teratur secara. Padahal, Froebel mendirikan sekolah tersebut
tidaklah dalam maksud demikian. Maksudnya adalah anak-anak hendaknya bertumbuh
lebih bebas seperti tanaman sampai ia berbunga indah. Nama yang memenuhi syarat
itu muncul saat Foebel bersama teman-temannya berjalan kaki di lembah di mana
ada banyak tanaman yang berbunga. Ia berhenti sejenak. Matanya berbinar-binar.
Lantas ia berteriak, “Wah, saya menemukannya! Die Kindergarten itulah namanya,
Taman Kanak-Kanak. Sejak itu, Froebel mempropagandakan gagasan itu, mulai dari
Dresden dan Leipzig. Kegiatan bermain bagi anak kecil itu secara prinsipil amat
penting, karena dengan demikian mereka belajar dan tidak hanya menghabiskan
waktu begitu saja seperti yang umum kita pikirkan. Pada tanggal 21 Juni 1852,
pendiri taman kanak-kanak itu meninggal dunia.
2)
Konsep
Pemikiran Froebel.
Menurut Froebel ada empat asas
utama pendidikan anak, yakni:
i.
Pendidikan adalah pengalaman
rohani yang menghantar anak didik bertindak sesuai dengan jatidirinya sebagai
mahluk yang belum lengkap sebelum ia mengakui kesatuannya dengan Allah.
ii.
Penyampaian arti melalui bahasa
lambang berupa obyek seperti bola, kubus, tulisan, algu, gambar, karena simbol
tersebut mencerminkan intisari ilahi dari dunia ini termasuk manusia.
iii.
Belajar dengan berbuat
Selain itu, Froebel memberi
perhatian khusus terhadap praktek pendidikan.
i.
Tujuan Umum mencakup pendidikan yang
melibatkan anak dalam pengalaman belajar supaya ia memecahkan masalah secara
cerdas, bertindak moral dan adil terhadap dirinya sendiri, sesama, dunia alam
dan memenuhi panggilan dalam masyarakat.
ii.
Kurikulum Khusus untuk anak dari
golongan usia anak pra sekolah, anak dari masa taman kanak-kanak, anak kecil
dan anak tanggung.
iii.
Metodologi. Dua belas macam
metodologi yang dibicarakan, yakni: berdoa, percakapan, menghafalkan,
mengucapkan jawaban secara bersama, bermain, swakaji [kreatifitas], meninjau
dan memeriksa, pelaporan, bertanya, mengajar berdasarkan pola-pola, bercerita,
serta latihan dan ulangan.
iv.
Peran guru, dalam pikiran
Froebel, guru memainkan peranan yang penting bukan sebagai seorang yang member
jawaban, melainkan sebagai penolong yang membimbing anak untuk memupuk
kemampuannya.
5.
ROBERT
RAIKES (1735 - 1811)
1)
Pendiri
Sekolah Minggu
Berbeda dengan
Friederich W.A. Froebel, Raikes beruntung karena kehidupannya tidak pernah
dibebani oleh persoalan kemiskinan. Ayahnya adalah anggota masyarakat terhormat
dari kelas menengah di Gloucester, Inggris. Sebuah kota yang letaknya dekat
dengan tapal batas propinsi Wales, di tepi Sungai Severn, kira-kira 150 KM
barat laut London. Ayah Raikes
terkenal di Gloucester, karena dia memiliki surat kabar lokal Gloucester Journal.
Ayahnya terkenal sebagai jurnalis yang memiliki kepedulian terhadap nasib buruk
rakyat jelata, dan Raikes meneruskan sikap ayahnya ini. Ia kerap mengecam
pengusaha yang memperoleh keuntungan dari penderitaan rakyat. Begitu pula
terhadap kebijakan Negara yang melalaikan keadaan buruk kaum miskin. Sejak
tahun 1768, jurnalnya memuat gambaran keadaan penjara setempat. Para narapidana
yang dikurung di penjara tidak memiliki uang yang diperlukan untuk membeli
makanan dan tidak memiliki pekerjaan untuk dapat memperoleh gaji, dengan rendah
hati mohon pertolongan sekecil apapun dari dermawan yang dapat mengasihi
keadaan mereka yang menyedihkan. Pemberian yang mereka terima itu tidak akan
pernah terlupakan. Sejumlah kecil uang yang pernah diserahkan kepada pencetak
suratkabar ini sudah digunakan untuk membeli keperluan hidup bagi mereka yang
dikurung dipenjara, yang sama sekali tidak memiliki uang untuk membeli makanan.
Di sana ada dua puluh orang yang hidup melarat sekali, dan tidak ada sarana
untuk memperbaiki keadaannya (Alfred Gregory, Robert Raikes, Journalist and
Philanthropist. A History of the Origin of Sunday Schools, Londong: Hodder and
Stoughton, 1877, hlm.30-31). Selama bertahun-tahun Raikes tidak mengenal lelah
dalam upaya memperbaiki nasib para narapidana. Pada akhirnya, tahun 1774,
melalui pekerjaan John Howard dan Yang Mulia George Paul, Parlement mengesahkan
dua hukum pertama yang mulai dapat mengatasi penghinaan terhadap martabat
manusia yang tampak dalam keadaan penjara Inggris. Pengalaman Raikes dengan
Narapidana di penjara makin menyadarkannya akan perlunya mencari jalan lain
selain memperbaiki nasib mereka selama di penjara. Kebiasaan buruk mereka telah
terbentuk sebelumnya, bukan di dalam penjara. Lalu Raikes meneliti situasi
anak-anak yang membentuk perilakunya kemudian. Ternyata tidak banyak anak yang
bertindak nakal. Kebanyakan anak-anak bekerja di pabrik atau tambang selama
enam hari. Penampilan mereka jelek, rambut kusut, pakaian compang-camping dan
kotor, bahasanya kasar.
2)
Berdirinya
Sekolah Minggu
Pada tahun
1780, Raikes pergi ke rumah seorang tukang kebun. Kebanyakan pekerjanya adalah
anak-anak. Istri pemilik kebun itu mengeluh tentang kenakalan anak-anak pada
hari Minggu. Lalu ia memohon dengan sangat agar Raikes berbuat sesuatu. Lalu
Raikes melakukan percobaan sederhana dengan membuka sekolah sederhana bagi anak
miskin. Pada awalnya, sangat sulit sekali, sebab anak-anak ini sangat nakal.
Guru yang digaji oleh Raikes menyerah. Namun lambat laun ada peningkatan. Lalu
Raikes membuka Sekolah Minggu di tempat lain termasuk di jemaatnya sendiri,
yakni saint Mary de Crypt. Seorang teman Raikes yang bernama Thomas Stock,
Pendeta Jemaat Saint John the Baptist yang merangkap jabatan Kepala Sekolah
Katedral di Glucester, menjelaskan bahwa gagasan dan pendirian Sekolah Minggu
pertama terjadi di dalam jemaatnya sebagai usaha kerja sama antara ia dan
Raikes.
6.
HORACE
BUSHNELL
1)
Riwayat
Hidup
Horace
Bushnell lahir pada tanggal 14 April 1802, di Litchfield, sebuah desa kecil di
bagian barat Negara bagian Connecticut. Ia adalah anak sulung dari dari sebuah
keluarga petani yang beriman dan mengasuh anak-anaknya dengan bijaksana.
Kebijaksanaan orang tua Bushnell dalam mendidik anak-anak mereka nampak pada
“kemerdekaan yang diberikan kepada setiap anak untuk mengambil keputusan
sendiri tentang hal-hal yang bermakna, yakni yang berkaitan dengan iman.”
Bushnell masuk perguruan tinggi Yale pada tahun 1823, ketika berusia 20 tahun.
Studi yang ditekuni adalah olahraga dan musik. Bakat kepemimpinnya mulai nampak
ketika ia membentuk dan memimpin sendiri Klub Beethoven, sebuah klub paduan
suara yang ia lengkapi dengan anggaran dasar klub.
Tahun 1827 ia
menyelesaikan studinya lalu mencoba menjadi guru, namun profesi guru ternyata
tidak sesuai dengan minatnya. Setelah lima bulan menjadi guru ia berhenti
mengajar dan menjadi redaktur surat kabar New York Journal of Commerce.
Meskipun dunia jurnalistik cukup menarik, namun ia merasa belum menemukan
panggilan hidupnya yang sesungguhnya. Karena itu ia kembali lagi ke kampus
untuk menempuh studi di Fakultas Hukum. Kehadirannya kembali di kampus ternyata
menarik perhatian Rektor pada saat itu yang kemudian menawarinya menjadi tutor.
Lewat pergumulan serta atas dorongan ibunya Bushnell akhirnya menerima tawaran
tersebut. Ia kemudian mengambil keputusan penting yakni melupakan cita-citanya
menjadi pengacara dan membulatkan tekad untuk menjadi pendeta. Khotbanya di
kapel Yale seolah-olah menjelaskan pergumulan batinnya ketika memutuskan
menjadi pendeta.
i.
Jangan takut akan keragu-raguan
Anda.
ii.
Sebaiknya Anda takut akan setiap
perdebatan yang walaupun cerdik namun kosong isinya, ya, sebaiknya Anda takut
akan setiap muslihat, dan pertentangan yang dihasilkan oleh argumentasi yang
tidak jujur.
iii.
Camkanlah asas tetap ini, yakni
kalau Anda menghina orang lain, maka tindakan itu akan berdampak fatal atas
diri Anda sendiri.
iv.
Jangan menganggap sesuatu benar
hanya karena kalau memegangnya Anda lebih aman ketimbang sebaliknya, yakni
untuk menarik kesimpulan yang tidak diterima secara umum.
v.
Terimalah hal ini sebagai hukum,
yakni jangan memaksakan nalar menarik kesimpulan tertentu ataupun untuk percaya
akan sesuatu.
vi.
Jangan memaksakan diri lekas
percaya; jangan berusaha menang atas keragu-raguan Anda menurut batas waktu
tertentu.
Tanggal 22 Mei
1833, Horace Bushnell ditahbiskan dan dilantik menjadi pendeta jemaat North
Church, Hartford, di negara bagian Connecticut, satu-satunya jemaat yang ia
layani sepanjang masa hidupnya. Lima bulan setelah itu ia menikah dengan Mary
Aptorph. Tahun 1845, ketika berusia 43 tahun, saat ia berada di puncak
keberhasilan pelayannya, Bushnell terpaksa harus menjalani liburan selama satu
tahun karena menderita sakit paru-paru, sejak itu kesehatannya mulai merosot.
Setelah masa liburnya berakhir ia terus melayani dan menulis buku, bahkan
melibatkan diri dalam urusan perkotaan dengan mengusulkan pembangunan taman
kota di pusat kota, tempat yang sebelumnya dijadikan lokasi pembuangan sampah,
kandang babi, gudang-gudang, bengkel kereta api, dan rumah susun bermutu
rendah. Melalui kegigihannya, taman tersebut akhirnya berhasil dibangun dan
diberi nama Bushnell Park.
2)
Pandangan
Teologi Tentang Bahasa Keagamaan
Bushnell
menganut gaya berteologi yang menolak setiap usaha orang untuk membekukan iman
Kristen dalam pokok ajaran teologi yang ia warisi tanpa berefleksi atas artinya
dalam konteks yang berbeda, dan cara ia menjelaskan pokok iman Kristen
berdasarkan pembahasan bahasa keagamaan yang bersifat khas. Dalam pandangan
Bushnell gaya berteologi yang tertutup dan tidak konstekstual akan mudah
menimbulkan perselisihan di kalangan umat Kristen.
Teologi Bahasa
Keagamaan, Bushnell berpendapat bahwa pembicaraan yang tidak berkaitan langsung
dengan benda/objek tertentu selalu menuntut penggunaan bahasa simbolis dan
figuratif, karena itu anggapan yang mengatakan bahwa kata-kata yang digunakan
dalam mengungkapkan sebuah gagasan tertentu telah mencakup seluruh arti dalam
gagasan tersebut adalah sebuah kekeliruan. Bahasa keagamaan hanya mendekati
arti yang sebenarnya, karena itu mustahil menggambarkan kenyataan rohani secara
lengkap. Untuk memperkuat argumentasinya Bushnell merumuskan lima asas
pemahaman dasariah penggunaan bahasa di kalangan orang beriman sebagai berikut:
i.
Pengalaman pribadi menentukan
arti. Dalam memberi makna terhadap kata tertentu setiap orang dipengaruhi oleh
pengalaman hidup dan pengumulannya.
ii.
Kenyataan rohani hanya
diungkapkan melalui kiasan saja. Setiap bahasa keagamaan hanya dapat diucapkan
dengan ibarat yang tidak sama dengan kenyataan yang ditunjukkan atau dilambangkan
oleh ibarat tersebut.
iii.
Peristilahan keagamaan bersifat
paradoks. Melalui paradoks kita ditolong lebih dekat kepada kebenaran dari pada
melalui penalaran.
iv.
Peristilahan keagamaan lebih
menunjuk kepada kebenaran dari pada menyampaikan kebenaran. Istilah keagamaan
tidak menyampaikan kebenaran secara langsung, tetapi membangkitkan kesadaran
pendengar atau pembaca tentang kebenaran yang dilambangkan atau ditunjukkannya.
v.
Bahasa keagamaan membangkitkan
iman. Bushnell melihat bahasa keagamaan sebagai sarana insani yang lebih kuat
dari argumentasi logis untuk membangkitkan iman.
3)
Teori
Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
Pandangan
Bushnell tentang Pendidikan Agama Kristen (PAK) tertuang dalam bukunya yang
berjudul Christian Nurture. Buku ini sendiri merupakan refleksi atas anugerah
Allah terhadap keluarga Kristen, termasuk keluarganya sendiri. Ia juga
menentang teologia pada zaman itu yang mengorbankan kemauan manusia demi
penekanan atas kedaulatan Allah. Menurutnya, teologi seperti itu tidak sesuai
dengan anugerah Allah yang disaksikan Alkitab dan yang dialami oleh keluarga
Kristen. Pengaruh orang tua Kristen terhadap anak-anak sangat penting dan tidak
boleh diabaikan. Fakta yang tidak boleh diabaikan ialah bahwa setiap individu
lahir dan dibesarkan dalam kelompok, berinteraksi dengan kelompok lain dan
anggota-anggotanya, dan bahwa dalam mengambil keputusan pribadi ia tidak
terlepas dari pertimbangan atau nilai-nilai yang berlaku bagi kelompoknya. Berikut
ini adalah pandangan-pandangan dasariah Bushnell tentang teori dan praktek PAK.
i.
Apakah PAK itu?, Menurut
Bushnell, Pendidikan Kristen adalah “… pengalaman anak yang dibesarkan dalam
keluarga Kristen, dan metode-metode yang Allah berlakukan.” Bushnell menyatakan
bahwa Anak yang dibesarkan dalam keluarga Kristen tidak hanya cenderung
menyerap kesalehan yang diamalkan oleh orang tuanya, tetapi yang lebih penting
lagi adalah Allah menyuruh orang tuanya memberi bimbingan agar anak itu berbuat
demikian. Demikianlah kita membaca perintah berikut: “Didiklah orang muda menurut
jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang
dari pada jalan itu” (Ams. 22:6).
ii.
Tujuan PAK, Rumusan tujuan PAK
Bushnell terbagi dalam tiga kategori, yakni tujuan PAK untuk anak, orang tua,
dan warga jemaat.
1. Tujuan
PAK terhadap anak, ialah: “supaya ia (anak) menerima kepercayaan dan
nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya, belajar bertindak baik, bertumbuh
secara wajar dalam iman Kristen sebagai anggota jemaatnya.”
2. Tujuan
PAK terhadap orang tua, ialah: Menyediakan pengalaman belajar yang menolong
orang tua mempertimbangkan sejumlah cara mengurus rumah tangga dan dampaknya
secara khusus atas pertumbuhan anak, yang melibatkan mereka dalam penelaahan
sumber iman Kristen, yang menggiatkannya memilih tindakan yang semakin selaras
dengan iman yang mereka ungkapkan secara lisan, sehingga mereka lebih mampu
menyampaikan iman Kristen kepada anaknya.
3. Tujuan
PAK terhadap warga jemaat, ialah: menyediakan pengalaman belajar secara teratur
di sepanjang umurnya melalui seluruh liturgi kebaktian, khususnya melalui
khotbah, pembacaan dan penelaahan supaya mereka diperlengkapi untuk
memanfaatkan iman Kristen yang semakin matang sehingga warga Kristen itu mampu
menyoroti masalah hidup sedemikian rupa, menjadi warga Negara yang setia kepada
Tuhan dalam pelaksanaan tugas masing-masing.
7.
Rudolph
Crump Miller
1)
Latar
Belakang Tokoh
Miller lahir
pada 1 oktober 1910, dia anak seorang pendeta gereja inggris. Ayahnya berasal
dari keluarga petani dan ibunya adalah putri pemilik tambang batu bara. Sesudah
ayahnya melayani di jemaat gereja Disciples Of Christ (geraja murid Kristus),
ia meletakkan jabatan pendeta dalam gereja tersebut agar masuk ke gereja
Episkopal (Inggris). Ia melayani jemaat St.James di kota Los Angeles hampir
tiga puluh tahun lamanya. Dari ayahnya Radolph crump miller menerima warisan
yang mempersatukan iman kristen yang hangat dengan gaya berpikir terbuka dan
ilmiah. Ibu Radolph crump miller sangat aktif dalam berbagai kegiatan, namun
perempuan aktif ini jatuh terserang penyakit syaraf yang melumpuhkan tubuhnya
(multiple sclerosis) dan terpaksa memakai kursi roda selama dua belas tahun.
Gejala penyakit ini tampak pertama kali takkala Radolph crump miller masih
mahasiswa. Alhasil Radolph crump miller muda itu ditantang untuk mendapatkan pandangan
hidup yang dapat menjawab pertentangan anatara percaya pada Allah yang baik dan
ketidakadilan penyakit yang melumpuhkan ibunya.
Setelah tamat
dari Pomona College di negara bagian Clifornia pada tahun 1931, Radolph crump
miller memulai lagi studynya di Universitas Yale dan meraih gelar Ph.D dan
bidang yang digeluti Radolph crump miller adalah etika kristen dan filsafat
agama. Pada tahun 1940 ia diminta untuk membawakan mata kuliah PAK padahal ia
tidak pernah mengikuti kuliah ini sebelum nya dan dia meminta catatan dari
Muriel untuk mata kuliah tersebut. Radolph crump miller dan Muriel menikah pada
9 juni 1938.
2)
Pengertian
PAK
Pendidikan
agama kristen adalah pengalaman sosial, sebagaimana pengalaman itu dikenal dari
dekat di kalangan rumah tangga kristen dan di jemaat dimana warganya sudah
ditebus oleh Allah dalam Yesus Kristus dan sedang menebus orang lain atau
dengan kata lain PAK adalah pengalaman sosial dan pribadi berdasarkan refleksi
atas warisan yang disaksikan dalam alkitab, agar intinya diejawantakaan dalam
segala hubungan para warga dari segala umur, sehingga parawarga jemaat dapat
dewasa dalam kekristenan.
3)
Tujuan
PAK
Tujuan
pendidikan agama kristen mencakup usaha menolong setiap pelajar mengenal
dirinya adalah seorang ahli waris kerajaan Allah, yang diampuni dan ditebus
Allah dalam Yesus Kristus, supaya dia mengabdikan diri kepada Tuhan dalam
kebaktian, persekutuan dan pelayanan gereja serta mengejawantakaan kehidupan
baru itu dalam segala hubungannya, khususnya dalam rumah tangga, dengan sesama
manusia, dalam stuktur masyarakat, dunia dan alam raya.
8.
L.J.
Sherrill
1)
Latar
Belakang Tokoh
Sherril lahir
di kota kecil Haskell, negara bagian Texas Utara. Sebagai seorang pemuda, ia
melayani negaranya pada Perang Dunia I dalam angkatan darat. Ia tamat dari
Kolese Austin di Texas. Pendidikan teologi ia peroleh dari Sekolah Tinggi
Teologi Louisville, negara bagian Kentucky. Studi lanjutannya dimulai di
Universitas Northwestern di kota Evanston, negara bagian Illiniois, tetapi
kemudian ia pindah ke Universitas Yale dan meraih gelar Ph.D. dari universitas
itu. Sesudah tamat dari Sekolah
Tinggi Teologi Louisville,ia melayani jemaat First Presbyterian Church, di
Covington, negara bagian Tennessee dan pada tahun 1925di Louisville
mengangkatnya dosen di bidang pendidikan agama. Lima tahun kemudian ia dipilih
oleh pengurus untuk menjadi dekan sekolahnya. Pada tahun 1950 ia pindah ke
sekolah Tinggi Union di kota New York sebagai dosen di bidang Pendidikan Agama
Kristen dan tetap tinggal di sana sampai ia wafat pada tahun 1957.
2)
Pengertian
dan Tujuan PAK
Pendidikan
agama Kristen adalah pelayanan yang dilaksanakan secara khusus oleh persekutuan
Kristen. Pendidikan agama Kristen tidak disifatkan oleh sejumlah keterangan
alkitabiah yang dipindahkan dari guru kepada pelajar malahan oleh perubahan
mendalam yang diharapkan terjadi dalam diri setiap peserta. Tujuan pendidikan
agama Kristen menurut Sherrill yait untuk memperkenalkan para pelajar
dikalangan persekutuan Kristen dengan warisannnya, khusunya Alkitab, agar
dengannnya mereka dipersiapkan menjumpai Allah dan menjawab kepadanya,
memperlancar komunikasi pada tahap yang mendalam antar orang tentang
keprihatinan insane dan mempertajam kemampuannnya menerima fakta bahwa mereka
dicengkram oleh kekuatan dan kasih Allah yang memeprbaiki, memnebus dan
menciptakannnya kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar