Halaman

Senin, 22 Februari 2016

SEMESTER VII (TUGAS PRIBADI, TOKOH PENDIDIKAN ZAMAN MODERN JILID 2)

TUGAS PRIBADI
 TOKOH PENDIDIKAN
ZAMAN MODERN JILID 2


TOKOH-TOKOH PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MODERN JILID 2

1.            JOHANNES AMOS COMENIUS

1)      Latar Belakang
John Amos Comenius lahir di Moravia, Ceko, 28 Maret 1592 – meninggal di Amsterdam, Belanda, 15 November 1670 pada umur 78 tahun adalah seorang guru, ilmuwan pendidik dan penulis Ceko. Sumbangan Comenius begitu berbobot, sehingga di kemudian hari ia menerima gelar kehormatan Bapa Pendidikan Modern. Sebagai seorang guru, John Comenius mengenal baik kelemahan sistem sekolah abad ke-17 yang di dalamnya ia berkecimpung. Memang, tak ada sistem pendidikan yang sempurna, tetapi sistem sekolah abad ke-17 di Eropa benar-benar jelek.
Yohanes Amos Comenius adalah anak bungsu dari lima bersaudara, satu-satunya putra dari pasangan suami-istri yang cukup berada dari golongan rakyat jelata. Orang-tuanya adalah anggota Persatuan Bruder (belakangan dikenal sebagai Bruder Bohemia atau Gereja Moravia), kelompok agama yang berasal dari pertengahan abad ke-15 di bawah pengaruh Kaum Waldens dan tokoh reformis lain seperti Peter Chelčhický. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Jerman, Comenius kembali ke tanah airnya. Belakangan, pada usia 24 tahun, ia dilantik menjadi pastor dari Persatuan Bruder.

2)      Pendapat Yohanes Dalam Teori Belajar
Sebenarnya isi segala pemikiran yang dituangkan oleh Yohanes Amos disini hampir semua dari pengalaman hidup yang ia lalui. Mulai dari pembagian tingkatan belajar, jadwal jam belajar yang baik, tentang pengajar dan pelajar, hingga kepada kurikulum. Komenius berpendapat pula bahwa pendidikan yang ia maksud adalah pedidikan yang selayaknya di beri nama pendidikan Kristen. Dimana teologi dijadikan sebagai dasar atau poros dari pendidikan itu sendiri. Dimana komenius sewaktu itu sangat percaya akan kedaulatan Allah.

3)      Pengertian dan Tujuan PAK Menurut Yohanes
Pendidikan Agama Kristen ialah proses pengajaran yang dilakukan kepada baik laki-laki, maupun perempuan tanpa terkecuali dan tanpa pembatas umur. Menurut Yohanes Amos Komenius ada tiga hal pokok sebagai tujuan dalam PAK yaitu: Pengetahuan atau Pengertian, Kebajikan atau Kebijaksanaan, Kesalehan. Hubungan dari tiga hal diatas adalah ketika kita ingin melayani Allah dalam dunia PAK baik kepada sesama kita manusia atau kepada Allah maka kita harus hidup saleh, dimana kita dalam melakukan pelayanan tersebut kita harus memiliki pengetahuan serta kebajikan.

4)      Kurikulum dan Pembagian Proses Pengajaran Serta Pembelajarannya
Menurut pendapat Yohanes Amos Komenius ruang lingkup pendidikan tersebut dibagi 7 bagian yaitu: Sekolah Kelahiran, Sekolah bayi, Sekolah anak-anak, Sekolah remaja, Sekolah Pemuda, Sekolah Dewasa dan Lansia.
Disini disinggung pada usia ini hendaknya memikirkan tentang masa dewasa yang menuju ke lanjut usia untuk bertambah hikmat, hingga ia menutup usia. Sehingga maksutnya supaya diberikan bimbingan agar dapat menikmati masa tuanya.

2.      JEAN JACQUES ROUSSEAU

1)      Latar Belakang
Jean Jacques Rousseau (1712-1778) merupakan seorang ahli falsafah Perancis dalam abad ke-18 dan dilahirkan pada 28 Juni 1712 di Geneva, Switzerland. Ibunya meninggal dunia ketika beliau masih kecil, ibunya adalah putri seorang pendeta Protestan, Gereja Calvinis. Rousseau kemudian diasuh selama beberapa tahun oleh ayahnya yang kemudiannya menyerahkan kepada pamannya. Beliau hidup bilamana Perancis menjadi salah satu centre of civilization Eropah. Ayah Rousseau, Isaac Rousseau merupakan seorang tukang jam, suka berburu dan meninati musik. Dalam karya beliau bertajuk Confessions, menyatakan bahwa ayahnya banyak mempengaruhi kehidupan Rousseau terutama terhadap pembentukan watak dan pemikirannya. Zaman kanak-kanaknya banyak dihabiskan dengan membaca pelbagai karya klasik Plutarch, seorang tokoh di zaman Romawi kuno. Beliau sangat mengkagumi tokoh ini sehingga pada suatu masa beliau pernah mengatakan bahwa beliau telah menjadi seorang Romawi ketika berusia dua belas tahun.

2)      Pandangan Teologis Jean Jacques Rousseau
Siasat yang digunakan Rousseau untuk menyoroti keberadaan manusia di dunia ini, adalah:
                    i.      Untuk menyoroti keberadaan manusia, Rousseau bertitik tolak dari pengalaman pribadi secara langsung.
                  ii.      Melalui proses berefleksi saja ia dapat memperoleh pengetahuan yang dapat dipercaya, tanpa perlu menerima pernyataan khusus.
                iii.      Dengan penggunaan metode alamiah saja akan sampai pada beberapa pokok iman. Rousseau menjauhkan diri dari semua pendapat yang menyalahkan pemeliharaan Tuhan serta mengecamnya.
                iv.      Rousseau tidak keberatan jika Allah menjatuhi hukuman bagi diri kaum jahat, sehingga akhirnya diharapkan sesama jahat itu akan memperoleh perdamaian abadi dikemudian hari.
                  v.      Orang yang sudah menyadari asas keadilan dan kebajikan yang hendak dipakai sebagai tolak ukur untuk mempertimbangkan tindakannya.
                vi.      Yesus dianggap orang yang paling mulia.

3)      Pandangan Psikologis Jean Jacques Rousseau
                    i.      Orang dewasa perlu diperlakukan sebagai orang dewasa, dan anak perlu diperlakukan sebagai seorang anak.
                  ii.      Ruang lingkup studinya mencakup anak dari empat golongan umur, yaitu : (1) 0 sampai akhir umur 4 tahun (balita), masa kanak-kanak; (2) 5 sampai 11 tahun, masa remaja muda; (3) 12 sampai 14 tahun, masa remaja tua atau masa pemuda muda (4) 15 sampai dengan 20 atau 21 tahun, yaitu telah dewasa dan siap untuk menerima tanggung jawab berkaitan pernikahan.
4)      Pandangan Pendidikan Umum Jean Jacques Rousseau
                    i.      Rousseau setuju dengan dalil comenius bahwa status “manusia” tidak dicapai sebagai hasil kelahiran saja, malahan karena ia dijadikan sedemikian rupa oleh Pendidikan yang bersumber pada tiga hal, yaitu: alam, manusia dan benda-benda.
                  ii.      Jika keselarasan antara ketiga sumber pendidikan tersebut (alam, manusia, dan benda-benda) ada, maka si pelajar sudah dididik dengan baik.
                iii.      Tujuan Pendidikan secara umum yakni untuk mengembangkan semua bakat si murid agar mereka diperlengkapi hidup merdeka terlepas dari ketergantungan para prakarsa orang lain, atau tempatnya yang khusus dalam masyarakat.
                iv.      Rousseau berpendapat, tugas hidup merdeka adalah panggilan yang perlu diajarkan kepada murid.
                  v.      Alam adalah Guru dasariah, dan walaupun alam adalah guru dasariah, tetap harus ada guru insan yang mengembangkan tugas belajar secara teratur yang selaras dengan alam.
                vi.      Kesempatan belajar; tidak hanya wajib disediakan bagi anak-anak laki-laki saja, tetapi anak-anak perempuan juga.
              vii.      Kurikulum, bersifat kontekstual dan akan muncul secara wajar dalam proses hidup bersama, jadi mereka merasa tidak terbelenggu oleh Kurikulum yang dikeluarkan oleh Instansi Pemerintah.

3.      JOHANN HEINRICH PESTALOZZI

1)      Latar Belakang
Johann Heinrich Pestalozzi lahir dan dibesarkan di Zurich Swiss pada tanggal 12 Januari 1746. Dia berasal dari keluarga Protestan, ayahnya seorang doctor yang meninggal waktu Heinrich berumur enam tahun dan hanya meninggalkan sedikit warisan. Setiap liburan, Heinrich tinggal dengan kakeknya, seorang pendeta Protestan yang melayani di desa. Hal inilah yang mendorong Heinrich untuk menjadi pendeta namun keinginan ini buyar setelah dia lupa akan isi khotbahnya pada saat membawakan khotbah di depan ujian klasis. Sebelumnya dia juga pernah berbuat kesalahan dalam menuntun para hadirin mengucapkan “Doa Bapa kami”. Heinrich kemudian beralih ke bidang hukum agar dapat masuk ke dalam pemerintahan dan meyusun undang-undang yang memihak kaum lemah. Namun hal ini kembali menemui kegagalan karena keterlibatannya dalam kelompok politis yang dianggap radikal oleh pemerintah. Melihat kemalangan anak-anak di sekitarnya dan melihat rumahnya yang setengah kosong, Pestalozzi kemudian mendirikan sekolah bagi anak-anak miskin dan mengajarkan tiga tujuan yaitu: memperbaiki akhlak para pelajar, mendidik untuk dapan membaca, menulis dan berhitung dan melatih anak-anak keterampilan yang bisa menolong mereka keluar dari kemelaratan. Hasil dari keterampilan mereka gunakan untuk membiayai sekolah namun karena tidak bisa mandiri, sekolah itupun ditutup.

2)      Pandangan Teologis
Pestalozzi tidak sabar dengan sistem dogmatis yang berlaku dalam gereja Reformasi pada saat itu. Dimana para pendukung sistem tersebut hanya bisa dan rajin menyusun ajaran teologis “benar” saja daripada mewujudkan ajaran tersebut kedalam kehidupan sehari-hari. Pestalozzi memakai pengertian sederhana tentang iman Kristen. Dalam tulisannya, Pestalozzi mempunyai lima pokok utama yang mencolok: (1) Kepercayaan Kepada Allah, jika Allah Bapa bukan lah Bapa kita, maka tidak ada dasar yang dapat dipercayai untuk menghadapi tantangan hidup ataupun mengembangkan pendidikan yang berhasil. Dalam Amsal 1:7 dituliskan “takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.” (2) Alam Sebagai Pedoman, Pesatalozzi sangat bertolak belakang dengan pendapat Rousseau yang memilki pandangan yang baik terhadap alam dalam pendidikan. Pestalozzi tidak memiliki pandangan seindah itu terhadap alam. Pestalozzi tidak mengaggap alam sebagai kekuatan yang merdeka, seakan-akan alam itu berdiri atas kekuatannya sendiri, sedangkan pencipta alam adalah Allah sendiri. Jadi bagi Pestalozzi alam tersebut bergantung kepada kehendak Allah. (3) Yesus Sebagai Juruselamat Dunia, nama Allah dan Yesus terus dimasukkan kedalam karyanya, hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan dengan Yesus baginya. Pestalozzi betul-betul hidup untuk melayani orang-orang yang paling hina. Dan dia sangat mengharapkan tindakan-tindakan yang serupa dilakukan oleh para pendidik-pendidik lainnya. Dan hendaknya berpatokan kepada Tuhan Yesus Kristus.

3)      Asas-Asas Pendidikan
Pestalozzi digambarkan sebagai seorang yang mengabdikan seluruh pikiran, tenaga dan dana yang ia miliki demi pelaksanaan tugas memperbaiki keadaan yang buruk dalam masyarakat dengan jalan memperbarui setiap orang. Pembaruan perorangan itu akan dilaksanakan melalui pendidikan yang mengubah pengetahuan dan gaya hidup kaum miskin yang tinggal di dusun-dusun Swiss. Menurut Pestalozzi, perbaikan pendidikan di Swiss perlu dilaksanakan sekaligus dari dua segi, yakni dari segi praktek dan teori.

4.      FRIEDRICH W.A. FROEBEL (1782 -1852)

1)      Latar belakang
Froebel adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ia baru berumur Sembilan bulan ketika ibunya meninggal. Ayahnya seorang pendeta, tinggal di desa Oberweissbach di hutan Thunringia, Jerman. Kesibukan bapaknya sebagai pendeta menyebabkan perhatian terhadap perkembangan Frobel agak terganggu. Masa kanak-kanak Frobel semakin sulit, karena ayahnya menikah lagi, dan mendapatkan seorang adik tiri. Froebel tidak mendapat pendidikan yang cukup, seperti saudaranya yang kuliah Kedokteran di Universitas Jena. Ia sering ditugaskan untuk mengantar uang untuk abangnya di Universitas Jena. Berbekal warisan dari ibunya, akhirnya Froebel bisa kuliah di Universitas Jena setelah terlebih dahulu selama delapan minggu menjadi mahasiswa tidak tetap. Ia mengikuti kuliah ilmu-ilmu kimia, minerologi dan tumbuh-tumbuhan. Khusunya tentang ilmu tumbuh-tumbuhan itu, ia mendengar tentang kesatuan dan keseimbangan. Namun ia hanya kuliah selama dua tahun, dan akhirnya berhenti karena warisannya dibagi kepada kakaknya. Tiga tahun kemudian, saat pamanya meninggal ia mendapatkan kesempatan untuk kuliah lagi, sebab mendapatkan warisan dari pamanya. Lalu ia pergi ke Frankfurt, sebab dia mendapat beasiswa kuliah di bidang arsitektur. Melalui pembicaraan dengan Dr.Anton Gruner kepala sekolah di Universitas Frankfurt, ia mengubah rencananya dan memilih sekolah guru. Ia sangat menikmati kesempatan belajar dan mengajar sebagai guru di Frankfurt.
Pada tahun 1837, di Keilhau di sebuah gedung bekas pabrik serbuk mesiu, Froebel membuka sebuah lembaga yang ia namakan,” Sekolah Latihan Psikologis Bagi Anak-anak melalui Permainan dan Kegiatan”, meskipun ia sendiri tidak puas dengan nama tersebut; antara lain karena dengan kata “Sekolah” itu tersirat adanya suatu organisasi yang teratur secara. Padahal, Froebel mendirikan sekolah tersebut tidaklah dalam maksud demikian. Maksudnya adalah anak-anak hendaknya bertumbuh lebih bebas seperti tanaman sampai ia berbunga indah. Nama yang memenuhi syarat itu muncul saat Foebel bersama teman-temannya berjalan kaki di lembah di mana ada banyak tanaman yang berbunga. Ia berhenti sejenak. Matanya berbinar-binar. Lantas ia berteriak, “Wah, saya menemukannya! Die Kindergarten itulah namanya, Taman Kanak-Kanak. Sejak itu, Froebel mempropagandakan gagasan itu, mulai dari Dresden dan Leipzig. Kegiatan bermain bagi anak kecil itu secara prinsipil amat penting, karena dengan demikian mereka belajar dan tidak hanya menghabiskan waktu begitu saja seperti yang umum kita pikirkan. Pada tanggal 21 Juni 1852, pendiri taman kanak-kanak itu meninggal dunia.

2)      Konsep Pemikiran Froebel.
Menurut Froebel ada empat asas utama pendidikan anak, yakni:
                    i.      Pendidikan adalah pengalaman rohani yang menghantar anak didik bertindak sesuai dengan jatidirinya sebagai mahluk yang belum lengkap sebelum ia mengakui kesatuannya dengan Allah.
                  ii.      Penyampaian arti melalui bahasa lambang berupa obyek seperti bola, kubus, tulisan, algu, gambar, karena simbol tersebut mencerminkan intisari ilahi dari dunia ini termasuk manusia.
                iii.      Belajar dengan berbuat

Selain itu, Froebel memberi perhatian khusus terhadap praktek pendidikan.
                    i.      Tujuan Umum mencakup pendidikan yang melibatkan anak dalam pengalaman belajar supaya ia memecahkan masalah secara cerdas, bertindak moral dan adil terhadap dirinya sendiri, sesama, dunia alam dan memenuhi panggilan dalam masyarakat.
                  ii.      Kurikulum Khusus untuk anak dari golongan usia anak pra sekolah, anak dari masa taman kanak-kanak, anak kecil dan anak tanggung.
                iii.      Metodologi. Dua belas macam metodologi yang dibicarakan, yakni: berdoa, percakapan, menghafalkan, mengucapkan jawaban secara bersama, bermain, swakaji [kreatifitas], meninjau dan memeriksa, pelaporan, bertanya, mengajar berdasarkan pola-pola, bercerita, serta latihan dan ulangan.
                iv.      Peran guru, dalam pikiran Froebel, guru memainkan peranan yang penting bukan sebagai seorang yang member jawaban, melainkan sebagai penolong yang membimbing anak untuk memupuk kemampuannya.

5.      ROBERT RAIKES (1735 - 1811)

1)      Pendiri Sekolah Minggu
Berbeda dengan Friederich W.A. Froebel, Raikes beruntung karena kehidupannya tidak pernah dibebani oleh persoalan kemiskinan. Ayahnya adalah anggota masyarakat terhormat dari kelas menengah di Gloucester, Inggris. Sebuah kota yang letaknya dekat dengan tapal batas propinsi Wales, di tepi Sungai Severn, kira-kira 150 KM barat laut London. Ayah Raikes terkenal di Gloucester, karena dia memiliki surat kabar lokal Gloucester Journal. Ayahnya terkenal sebagai jurnalis yang memiliki kepedulian terhadap nasib buruk rakyat jelata, dan Raikes meneruskan sikap ayahnya ini. Ia kerap mengecam pengusaha yang memperoleh keuntungan dari penderitaan rakyat. Begitu pula terhadap kebijakan Negara yang melalaikan keadaan buruk kaum miskin. Sejak tahun 1768, jurnalnya memuat gambaran keadaan penjara setempat. Para narapidana yang dikurung di penjara tidak memiliki uang yang diperlukan untuk membeli makanan dan tidak memiliki pekerjaan untuk dapat memperoleh gaji, dengan rendah hati mohon pertolongan sekecil apapun dari dermawan yang dapat mengasihi keadaan mereka yang menyedihkan. Pemberian yang mereka terima itu tidak akan pernah terlupakan. Sejumlah kecil uang yang pernah diserahkan kepada pencetak suratkabar ini sudah digunakan untuk membeli keperluan hidup bagi mereka yang dikurung dipenjara, yang sama sekali tidak memiliki uang untuk membeli makanan. Di sana ada dua puluh orang yang hidup melarat sekali, dan tidak ada sarana untuk memperbaiki keadaannya (Alfred Gregory, Robert Raikes, Journalist and Philanthropist. A History of the Origin of Sunday Schools, Londong: Hodder and Stoughton, 1877, hlm.30-31). Selama bertahun-tahun Raikes tidak mengenal lelah dalam upaya memperbaiki nasib para narapidana. Pada akhirnya, tahun 1774, melalui pekerjaan John Howard dan Yang Mulia George Paul, Parlement mengesahkan dua hukum pertama yang mulai dapat mengatasi penghinaan terhadap martabat manusia yang tampak dalam keadaan penjara Inggris. Pengalaman Raikes dengan Narapidana di penjara makin menyadarkannya akan perlunya mencari jalan lain selain memperbaiki nasib mereka selama di penjara. Kebiasaan buruk mereka telah terbentuk sebelumnya, bukan di dalam penjara. Lalu Raikes meneliti situasi anak-anak yang membentuk perilakunya kemudian. Ternyata tidak banyak anak yang bertindak nakal. Kebanyakan anak-anak bekerja di pabrik atau tambang selama enam hari. Penampilan mereka jelek, rambut kusut, pakaian compang-camping dan kotor, bahasanya kasar.

2)      Berdirinya Sekolah Minggu
Pada tahun 1780, Raikes pergi ke rumah seorang tukang kebun. Kebanyakan pekerjanya adalah anak-anak. Istri pemilik kebun itu mengeluh tentang kenakalan anak-anak pada hari Minggu. Lalu ia memohon dengan sangat agar Raikes berbuat sesuatu. Lalu Raikes melakukan percobaan sederhana dengan membuka sekolah sederhana bagi anak miskin. Pada awalnya, sangat sulit sekali, sebab anak-anak ini sangat nakal. Guru yang digaji oleh Raikes menyerah. Namun lambat laun ada peningkatan. Lalu Raikes membuka Sekolah Minggu di tempat lain termasuk di jemaatnya sendiri, yakni saint Mary de Crypt. Seorang teman Raikes yang bernama Thomas Stock, Pendeta Jemaat Saint John the Baptist yang merangkap jabatan Kepala Sekolah Katedral di Glucester, menjelaskan bahwa gagasan dan pendirian Sekolah Minggu pertama terjadi di dalam jemaatnya sebagai usaha kerja sama antara ia dan Raikes.

6.      HORACE BUSHNELL

1)      Riwayat Hidup
Horace Bushnell lahir pada tanggal 14 April 1802, di Litchfield, sebuah desa kecil di bagian barat Negara bagian Connecticut. Ia adalah anak sulung dari dari sebuah keluarga petani yang beriman dan mengasuh anak-anaknya dengan bijaksana. Kebijaksanaan orang tua Bushnell dalam mendidik anak-anak mereka nampak pada “kemerdekaan yang diberikan kepada setiap anak untuk mengambil keputusan sendiri tentang hal-hal yang bermakna, yakni yang berkaitan dengan iman.” Bushnell masuk perguruan tinggi Yale pada tahun 1823, ketika berusia 20 tahun. Studi yang ditekuni adalah olahraga dan musik. Bakat kepemimpinnya mulai nampak ketika ia membentuk dan memimpin sendiri Klub Beethoven, sebuah klub paduan suara yang ia lengkapi dengan anggaran dasar klub.
Tahun 1827 ia menyelesaikan studinya lalu mencoba menjadi guru, namun profesi guru ternyata tidak sesuai dengan minatnya. Setelah lima bulan menjadi guru ia berhenti mengajar dan menjadi redaktur surat kabar New York Journal of Commerce. Meskipun dunia jurnalistik cukup menarik, namun ia merasa belum menemukan panggilan hidupnya yang sesungguhnya. Karena itu ia kembali lagi ke kampus untuk menempuh studi di Fakultas Hukum. Kehadirannya kembali di kampus ternyata menarik perhatian Rektor pada saat itu yang kemudian menawarinya menjadi tutor. Lewat pergumulan serta atas dorongan ibunya Bushnell akhirnya menerima tawaran tersebut. Ia kemudian mengambil keputusan penting yakni melupakan cita-citanya menjadi pengacara dan membulatkan tekad untuk menjadi pendeta. Khotbanya di kapel Yale seolah-olah menjelaskan pergumulan batinnya ketika memutuskan menjadi pendeta.
                    i.      Jangan takut akan keragu-raguan Anda.
                  ii.      Sebaiknya Anda takut akan setiap perdebatan yang walaupun cerdik namun kosong isinya, ya, sebaiknya Anda takut akan setiap muslihat, dan pertentangan yang dihasilkan oleh argumentasi yang tidak jujur.
                iii.      Camkanlah asas tetap ini, yakni kalau Anda menghina orang lain, maka tindakan itu akan berdampak fatal atas diri Anda sendiri.
                iv.      Jangan menganggap sesuatu benar hanya karena kalau memegangnya Anda lebih aman ketimbang sebaliknya, yakni untuk menarik kesimpulan yang tidak diterima secara umum.
                  v.      Terimalah hal ini sebagai hukum, yakni jangan memaksakan nalar menarik kesimpulan tertentu ataupun untuk percaya akan sesuatu.
                vi.      Jangan memaksakan diri lekas percaya; jangan berusaha menang atas keragu-raguan Anda menurut batas waktu tertentu.

Tanggal 22 Mei 1833, Horace Bushnell ditahbiskan dan dilantik menjadi pendeta jemaat North Church, Hartford, di negara bagian Connecticut, satu-satunya jemaat yang ia layani sepanjang masa hidupnya. Lima bulan setelah itu ia menikah dengan Mary Aptorph. Tahun 1845, ketika berusia 43 tahun, saat ia berada di puncak keberhasilan pelayannya, Bushnell terpaksa harus menjalani liburan selama satu tahun karena menderita sakit paru-paru, sejak itu kesehatannya mulai merosot. Setelah masa liburnya berakhir ia terus melayani dan menulis buku, bahkan melibatkan diri dalam urusan perkotaan dengan mengusulkan pembangunan taman kota di pusat kota, tempat yang sebelumnya dijadikan lokasi pembuangan sampah, kandang babi, gudang-gudang, bengkel kereta api, dan rumah susun bermutu rendah. Melalui kegigihannya, taman tersebut akhirnya berhasil dibangun dan diberi nama Bushnell Park.

2)      Pandangan Teologi Tentang Bahasa Keagamaan
Bushnell menganut gaya berteologi yang menolak setiap usaha orang untuk membekukan iman Kristen dalam pokok ajaran teologi yang ia warisi tanpa berefleksi atas artinya dalam konteks yang berbeda, dan cara ia menjelaskan pokok iman Kristen berdasarkan pembahasan bahasa keagamaan yang bersifat khas. Dalam pandangan Bushnell gaya berteologi yang tertutup dan tidak konstekstual akan mudah menimbulkan perselisihan di kalangan umat Kristen.
Teologi Bahasa Keagamaan, Bushnell berpendapat bahwa pembicaraan yang tidak berkaitan langsung dengan benda/objek tertentu selalu menuntut penggunaan bahasa simbolis dan figuratif, karena itu anggapan yang mengatakan bahwa kata-kata yang digunakan dalam mengungkapkan sebuah gagasan tertentu telah mencakup seluruh arti dalam gagasan tersebut adalah sebuah kekeliruan. Bahasa keagamaan hanya mendekati arti yang sebenarnya, karena itu mustahil menggambarkan kenyataan rohani secara lengkap. Untuk memperkuat argumentasinya Bushnell merumuskan lima asas pemahaman dasariah penggunaan bahasa di kalangan orang beriman sebagai berikut:
                    i.      Pengalaman pribadi menentukan arti. Dalam memberi makna terhadap kata tertentu setiap orang dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan pengumulannya.
                  ii.      Kenyataan rohani hanya diungkapkan melalui kiasan saja. Setiap bahasa keagamaan hanya dapat diucapkan dengan ibarat yang tidak sama dengan kenyataan yang ditunjukkan atau dilambangkan oleh ibarat tersebut.
                iii.      Peristilahan keagamaan bersifat paradoks. Melalui paradoks kita ditolong lebih dekat kepada kebenaran dari pada melalui penalaran.
                iv.      Peristilahan keagamaan lebih menunjuk kepada kebenaran dari pada menyampaikan kebenaran. Istilah keagamaan tidak menyampaikan kebenaran secara langsung, tetapi membangkitkan kesadaran pendengar atau pembaca tentang kebenaran yang dilambangkan atau ditunjukkannya.
                  v.      Bahasa keagamaan membangkitkan iman. Bushnell melihat bahasa keagamaan sebagai sarana insani yang lebih kuat dari argumentasi logis untuk membangkitkan iman.

3)      Teori Dan Praktek Pendidikan Agama Kristen
Pandangan Bushnell tentang Pendidikan Agama Kristen (PAK) tertuang dalam bukunya yang berjudul Christian Nurture. Buku ini sendiri merupakan refleksi atas anugerah Allah terhadap keluarga Kristen, termasuk keluarganya sendiri. Ia juga menentang teologia pada zaman itu yang mengorbankan kemauan manusia demi penekanan atas kedaulatan Allah. Menurutnya, teologi seperti itu tidak sesuai dengan anugerah Allah yang disaksikan Alkitab dan yang dialami oleh keluarga Kristen. Pengaruh orang tua Kristen terhadap anak-anak sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Fakta yang tidak boleh diabaikan ialah bahwa setiap individu lahir dan dibesarkan dalam kelompok, berinteraksi dengan kelompok lain dan anggota-anggotanya, dan bahwa dalam mengambil keputusan pribadi ia tidak terlepas dari pertimbangan atau nilai-nilai yang berlaku bagi kelompoknya. Berikut ini adalah pandangan-pandangan dasariah Bushnell tentang teori dan praktek PAK.
                    i.      Apakah PAK itu?, Menurut Bushnell, Pendidikan Kristen adalah “… pengalaman anak yang dibesarkan dalam keluarga Kristen, dan metode-metode yang Allah berlakukan.” Bushnell menyatakan bahwa Anak yang dibesarkan dalam keluarga Kristen tidak hanya cenderung menyerap kesalehan yang diamalkan oleh orang tuanya, tetapi yang lebih penting lagi adalah Allah menyuruh orang tuanya memberi bimbingan agar anak itu berbuat demikian. Demikianlah kita membaca perintah berikut: “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” (Ams. 22:6).
                  ii.      Tujuan PAK, Rumusan tujuan PAK Bushnell terbagi dalam tiga kategori, yakni tujuan PAK untuk anak, orang tua, dan warga jemaat.
1.      Tujuan PAK terhadap anak, ialah: “supaya ia (anak) menerima kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh orang tuanya, belajar bertindak baik, bertumbuh secara wajar dalam iman Kristen sebagai anggota jemaatnya.”
2.      Tujuan PAK terhadap orang tua, ialah: Menyediakan pengalaman belajar yang menolong orang tua mempertimbangkan sejumlah cara mengurus rumah tangga dan dampaknya secara khusus atas pertumbuhan anak, yang melibatkan mereka dalam penelaahan sumber iman Kristen, yang menggiatkannya memilih tindakan yang semakin selaras dengan iman yang mereka ungkapkan secara lisan, sehingga mereka lebih mampu menyampaikan iman Kristen kepada anaknya.
3.      Tujuan PAK terhadap warga jemaat, ialah: menyediakan pengalaman belajar secara teratur di sepanjang umurnya melalui seluruh liturgi kebaktian, khususnya melalui khotbah, pembacaan dan penelaahan supaya mereka diperlengkapi untuk memanfaatkan iman Kristen yang semakin matang sehingga warga Kristen itu mampu menyoroti masalah hidup sedemikian rupa, menjadi warga Negara yang setia kepada Tuhan dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

7.      Rudolph Crump Miller

1)      Latar Belakang Tokoh
Miller lahir pada 1 oktober 1910, dia anak seorang pendeta gereja inggris. Ayahnya berasal dari keluarga petani dan ibunya adalah putri pemilik tambang batu bara. Sesudah ayahnya melayani di jemaat gereja Disciples Of Christ (geraja murid Kristus), ia meletakkan jabatan pendeta dalam gereja tersebut agar masuk ke gereja Episkopal (Inggris). Ia melayani jemaat St.James di kota Los Angeles hampir tiga puluh tahun lamanya. Dari ayahnya Radolph crump miller menerima warisan yang mempersatukan iman kristen yang hangat dengan gaya berpikir terbuka dan ilmiah. Ibu Radolph crump miller sangat aktif dalam berbagai kegiatan, namun perempuan aktif ini jatuh terserang penyakit syaraf yang melumpuhkan tubuhnya (multiple sclerosis) dan terpaksa memakai kursi roda selama dua belas tahun. Gejala penyakit ini tampak pertama kali takkala Radolph crump miller masih mahasiswa. Alhasil Radolph crump miller muda itu ditantang untuk mendapatkan pandangan hidup yang dapat menjawab pertentangan anatara percaya pada Allah yang baik dan ketidakadilan penyakit yang melumpuhkan ibunya.
Setelah tamat dari Pomona College di negara bagian Clifornia pada tahun 1931, Radolph crump miller memulai lagi studynya di Universitas Yale dan meraih gelar Ph.D dan bidang yang digeluti Radolph crump miller adalah etika kristen dan filsafat agama. Pada tahun 1940 ia diminta untuk membawakan mata kuliah PAK padahal ia tidak pernah mengikuti kuliah ini sebelum nya dan dia meminta catatan dari Muriel untuk mata kuliah tersebut. Radolph crump miller dan Muriel menikah pada 9 juni 1938.

2)      Pengertian PAK
Pendidikan agama kristen adalah pengalaman sosial, sebagaimana pengalaman itu dikenal dari dekat di kalangan rumah tangga kristen dan di jemaat dimana warganya sudah ditebus oleh Allah dalam Yesus Kristus dan sedang menebus orang lain atau dengan kata lain PAK adalah pengalaman sosial dan pribadi berdasarkan refleksi atas warisan yang disaksikan dalam alkitab, agar intinya diejawantakaan dalam segala hubungan para warga dari segala umur, sehingga parawarga jemaat dapat dewasa dalam kekristenan.

3)      Tujuan PAK
Tujuan pendidikan agama kristen mencakup usaha menolong setiap pelajar mengenal dirinya adalah seorang ahli waris kerajaan Allah, yang diampuni dan ditebus Allah dalam Yesus Kristus, supaya dia mengabdikan diri kepada Tuhan dalam kebaktian, persekutuan dan pelayanan gereja serta mengejawantakaan kehidupan baru itu dalam segala hubungannya, khususnya dalam rumah tangga, dengan sesama manusia, dalam stuktur masyarakat, dunia dan alam raya.

8.      L.J. Sherrill

1)      Latar Belakang Tokoh
Sherril lahir di kota kecil Haskell, negara bagian Texas Utara. Sebagai seorang pemuda, ia melayani negaranya pada Perang Dunia I dalam angkatan darat. Ia tamat dari Kolese Austin di Texas. Pendidikan teologi ia peroleh dari Sekolah Tinggi Teologi Louisville, negara bagian Kentucky. Studi lanjutannya dimulai di Universitas Northwestern di kota Evanston, negara bagian Illiniois, tetapi kemudian ia pindah ke Universitas Yale dan meraih gelar Ph.D. dari universitas itu. Sesudah tamat dari Sekolah Tinggi Teologi Louisville,ia melayani jemaat First Presbyterian Church, di Covington, negara bagian Tennessee dan pada tahun 1925di Louisville mengangkatnya dosen di bidang pendidikan agama. Lima tahun kemudian ia dipilih oleh pengurus untuk menjadi dekan sekolahnya. Pada tahun 1950 ia pindah ke sekolah Tinggi Union di kota New York sebagai dosen di bidang Pendidikan Agama Kristen dan tetap tinggal di sana sampai ia wafat pada tahun 1957.

2)      Pengertian dan Tujuan PAK

Pendidikan agama Kristen adalah pelayanan yang dilaksanakan secara khusus oleh persekutuan Kristen. Pendidikan agama Kristen tidak disifatkan oleh sejumlah keterangan alkitabiah yang dipindahkan dari guru kepada pelajar malahan oleh perubahan mendalam yang diharapkan terjadi dalam diri setiap peserta. Tujuan pendidikan agama Kristen menurut Sherrill yait untuk memperkenalkan para pelajar dikalangan persekutuan Kristen dengan warisannnya, khusunya Alkitab, agar dengannnya mereka dipersiapkan menjumpai Allah dan menjawab kepadanya, memperlancar komunikasi pada tahap yang mendalam antar orang tentang keprihatinan insane dan mempertajam kemampuannnya menerima fakta bahwa mereka dicengkram oleh kekuatan dan kasih Allah yang memeprbaiki, memnebus dan menciptakannnya kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar