Jumat, 16 November 2012

SEMESTER 1 (PERANAN PKN TERHADAP AGAMA KRISTEN)


MAKALAH 
PERANAN PKN TERHADAP AGAMA KRISTEN
(PANCASILA & UUD 1945)
Diserahkan kepada:
Dosen: Paskah Purba M.Pd.K
Sebagai bagian dari Tugas Mata Kuliah
PANCASILA
Nama: Roy Damanik
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA BASOM
November 2012
KATA PENGANTAR

Shalom, Salam sejahtera, Puji dan syukur bagi TUHAN YESUS KRISTUS, yang telah memberi nafas kehidupan, pengetahuan, kesehatan dan waktu yang berharga ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya sebagai tugas pada mata kuliah Pancasila.

Dalam tugas mengenai Peranan PKN terhadap Agama Kristen. Saya mencoba mengangkat Pancasila dan UUD 1945 (Pengertian, latar belakang, kedudukan serta hubungannya dengan Agama Kristen). Pembuatan makalah ini tentunya tidak akan luput dari kesalahan, oleh sebab itu segala bentuk perbaikan, masukan, kritik dari Bapak Dosen sangatlah saya harapkan.


Akhir kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat.

Puji Tuhan!!!

Hormat Saya,

Roy Damanik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Negara Indonesia, sejak dulu telah dikenal sebagai bangsa yang religius, bangsa yang memiliki kepercayaan dan hubungan dengan Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang dinyatakan dalam sikap hidup yang didasarkan kepada ajaran-ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh toleransi di antara pemeluk-pemeluknya. Negara Indonesia yang memilki Pancasila sebagai dasar negara maupun filsafat hidup atau pegangan hidup bangsa Indonesia, setiap rakyat Indonesia harus mempercayai Tuhan Yang Maha Esa. Semuanya itu diatur dalam UUD 1945 dan juga Pancasila, nilai-nilai yang esensial dalam Pancasila adalah:
1.      Ketuhanan Yang Maha Esa
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia . 

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dan latar belakang Pancasila & UUD 1945
2.      Bagaimana hubungan antara Pancasila & UUD 1945 dengan Agama Kristen

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG
PANCASIA & UUD 1945 

2.      PENGERTIAN & LATAR BELAKANG PANCASILA
a.      PENGERTIAN PANCASILA
Dalam perspektif etimologi, kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu panca berarti lima dasar atau lima asas. Dalam perspektif terminology, Pancasila adalah fasafah dan dasar Negara Republik Indonesia. Pengertian falsafah itu sendiri dalam Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah anggapan, gagasan, dan sikap batin yang paling dasar yang dimiliki orang atau masyarakat[1] 

b.      LATAR BELAKANG PANCASILA.
Sejak Negara Republik Indonesia merdeka, konsepsi Pancasila di atas dirumuskan dalam berbagai dokumen resmi Negara, yaitu :
i.            Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – 22 Juni 1945.                          ii.           Rumusan Kedua : Pembukaan UUD – 18 Agustus 1945.                                                  iii.          Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi RIS – 27 Des 1949.                                    iv.          Rumusan Keempat : Mukaddimah UUD Sementara – 15 Agus 1950.                                    v.          Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama dengan merujuk
pada Dekrtit Presiden – 05 Juli 1959.
vi.          Rumusan Keenam : Rumusan kedua dan kelima yang termuat dalam UUD 1945 hasil amandemen I (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000), amademen II (18 Agustus 2000 – 09 November 2001), amandemen III (09 November 2001 – 10 Agustus 2002), amandemen IV (10 Agustus 2002 – Sekarang)[2]. 

3.      PENGERTIAN & LATAR BELAKANG UUD 1945
a.      PENGERTIAN UUD 1945
“UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan merupakan hukum dasar Negara tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati. Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan system ketatanegaraan yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya. UUD merupakan dasar tertulis (convensi). Oleh karena itu UUD menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan karangan dan tugas-tugas pokok cara kerja badan tersebut. UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu Negara”[3] 

b.      LATAR BELAKANG UUD 1945
“Sebenarnya sejak awal pembuatannya, UUD 1945 sudah dimaksudkan sebagai UUD sementara untuk segara mengantarkan Indonesia kepintu kemerdekaan. UUD 1945 dibuat karena adanya peluang untuk merdeka yang harus direbut dengan cepat dan untuk itu harus pula segera ditetapkan UUD bagi Negara yang digagas sebagai Negara konstitusional dan demokratis. UUD diperlukan bagi Negara yang dimerdekakan itu karena partai pendiri Negara (founding people) Indonesia telah bersepakat untuk mendirikan Negara diatas prinsip demokrasi dan hukum yang mengakui dan melindungi Hak-hak Asasi Manusia (HAM). Pilihan seperti itu menurut adanya aturan main politik yang dituangkan didalam konstitusi sebagai kontrak social dan politik berdirinya Negara. Maka, dibuatlah UUD 1945 melalui perdebatan di Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kemudian mensahkannya pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan. Karena dikepung oleh situasi politik yang muncul akibat berkobarnya perang Pasifik, Perdebatan tentang materi UUD 1945 belum menghasilkan kesepakatan final tentang beberapa masalah mendasar ketika harus disahkan. Namun, para pendiri itu menyepakati untuk mensahkan lebih dulu UUD 1945 sebagai UUD sementara, untuk kemudian setelah merdeka kelak segera dibuat UUD yang lebih permanen dan bagus.
Dengan demikian, tak dapat dibantah bahwa UUD 1945 sejak semula memang memaksudkan sebagai UUD Interim (Sementara) untuk pada waktunya harus diperbaharui oleh MPR hasil pemilu. Bahwa UUD 1945 sejak semula memang dimaksudkan untuk sementara dapat ditelusuri dari sejarah pembahasan maupun isin UUD itu sendiri kemudian dikonfirmasi oleh kenyataan-kenyataan politik yang menyusulnya. Setelah tak dapat diputuskan dengan suara bulat karena banyak bagian isinya masih diperdebatkan pada sidang PPKI, 19 Agustus 1945, Soekarno mengajak PPKI mensahkan dulu UUD 1945 sebagai UU sementara untuk pada saatnya diperbaiki lagi setelah keadaan memungkinkan. Bung Karno yang pada tanggal 18 Agustus 1945 sudah menjadi ketua PPKI mengatakan :
Undang-undang Dasar yang buat sekarang ini adalah Undang-undang Dasar Sementara…,..ini adalah Undang-undang Dasar Kilat. Nanti kalau kita bernegara didalam suasanan yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Perwakilan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna”[4].

B. KEDUDUKAN, PERANAN, DAN FUNGSI PANCASILA

Terdapat beberapa predikat Pancasila yang bisa menggambarkan peranan dan fungsinya. Di antaranya[5] :
1.      Pancasila sebagai dasar Negara.
2.      Pancasila sebagai ideologi Negara, terdiri dari empat aspek :
a.       Ideologi memiliki fungsi umum untuk membentuk subjek.
b.      Ideologi sebagai pengalaman yang dijalani tidaklah palsu.
c.       Ideologi sebagai pemahaman yang keliru tentang kondisi nyata eksistensi adalah palsu.
d.      Ideologi terlibat dalam reproduksi formasi-formasi social dan relasi mereka terhadap kekuasaan.
3.      Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa.
4.      Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.
5.      Pancasila sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
6.      Pancasila sebagai kepribadian Bangsa Indonesia.
7.      Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
8.      Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia.
9.      Pancasila sebagai satu-satunya azas dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10.  Pancasila sebagai moral pembangunan.

C. KEDUDUKAN, PERANAN, DAN FUNGSI UUD 1945

1. KEDUDUKAN UUD 1945
“Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum di Indonesia. Produk-produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945”[6].

2. FUNGSI UUD 1945
“Setiap sesuatu dibuat dengan memiliki sejumlah fungsi. Demikian juga halnya dengan UUD 1945. UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara, lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma dan aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut di atas. Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal 2 UU No. 10 Tahun 2004). Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang lebih tinggi. UUD 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu UUD 1945 juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat negara, dan warga negara”[7] 

D. HUBUNGAN DAN PERANAN PANCASILA & UUD 1945 TERHADAP KRISTEN

1.      SEJARAH AGAMA KRISTEN DI INDONESIA
Untuk melihat dan memahami hubungan Pancasila & UUD 1945 terhadap agama Kristen, sejarah Agama Kristen di Indonesia tentu sangat penting untuk dibahas lebih dahulu. Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat seperti Portugis, Spanyol, Belanda dan Inggris, di Indonesia telah ada agama yang dianut oleh penduduk pribumi yang telah lama hadir di Indonesia seperti, agama Hindu, agama Budha, agama Islam. Agama-agama tersebut telah dianut oleh rakyat Indonesia jauh sebelum kedatangan orang-orang Barat/Kristen ke Indonesia. Setiap agama pasti berkeinginan menyebarkan agamanya, seperti yang dilakukan oleh agama Islam, sebagai bukti cukup banyak kerajaan yang bercorak Islam. Akan tetapi masih ada daerah-daerah yang belum begitu mengenal Islam (terbukti dari sejarah) seperti, Maluku, Ambon, Irian Jaya, Medan dan lain-lain. “Oleh karena itu kedatangan Kristen, baik itu Kristen Katolik, dan Protestan, yang dibawa oleh Spanyol, Portugis, dan Belanda, telah banyak dianut oleh daerah-daerah yang masih sedikit menganut agama Islamnya”[8].
Pada abad XVI  tahun 1511 Portugis dan Spanyol datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang, Portugis dan Spanyol menganut agama Kristen Katolik. Mereka menyebarkan agama Kristen Katolik kepada rakyat Indonesia pada wilayah-wilayah yang belum banyak menganut agama Islam, sehingga penyebaran agama Kristen berhasil dan banyak rakyat Indonesia yang masuk Kristen Katolik, dan pada akhir abad XVI tahun 1512 sudah berdiri beberapa gereja seperti di Minahasa, Sangir dan Talaud. Kemudian disusul kedatangan Belanda ke Indonesia, yaitu pada tahun 1596, yang membawa Kristen Protestan. Kedatangan Belanda sangat mengganggu kestabilan ekonomi Portugis di Indonesia karena ada yang menyaingi dalam bidang perdagangan dan kekuasaan jajahannya, sehingga Portugis dan Spanyol tidak senang atas kedatangan Belanda ke Indonesia. Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang untuk lebih mengkoordinasi dalam perdagangan Belanda di Indonesia, lalu Belanda membentuk  suatu perkumpulan dagang dengan nama V.O.C (Verenigde Oost Indische Compagne) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. Sehingga VOC dapat mendominasi perdagangan di Indonesia.
Dengan dukungan penuh oleh pemerintah Belanda. VOC untuk memperluas perdagangan di Indonesia agar tidak ada yang menyaingi perdagangannya maka VOC melakukan penyerangan terhadap Portugis  sehingga terjadilah peperangan antara Belanda dengan Portugis yang kemudian dimenangkan oleh Belanda dan benteng Portugis yang ada di Ambon dapat direbut oleh Belanda pada tanggal 23 Februari 1605 dan disusul kota Tidore pada tahun yang sama. Sehingga kekuasaan Portugis di Indonesia telah berakhir dan digantikan oleh Belanda. Keberadaan VOC yang berkuasa di Indonesia yang sangat menindas rakyat Indonesia, maka rakyat Indonesia melakukan perlawanan terhadap VOC tetapi semua itu gagal, tidak ada hasil. Dengan demikian VOC leluasa melakukan monopoli perdagangannya, sehingga sampai dengan masa pembubaran VOC, pada tanggal 31 Desember 1799 dengan demikian Indonesia resmi dijajah oleh Belanda.
Belanda adalah yang pertama kali membawa agama Kristen Protestan masuk di Indonesia dan banyak rakyat yang masuk Kristen Protestan. Sekitar tahun 1851 di Indonesia telah berdiri suatu organisasi Pekabaran Injil. Dengan adanya lambaga Penyiaran Injil yang datang dari luar negeri akan memantapkan Kristenisasi di Indonesia. Setelah tahun 1800-an perkembangan agama Kristen Protestan sangat meluas, sampai ke pelosok-pelosok Indonesia sehingga dengan praktis daerah-daerah tersebut menganut Kristen Protestan. Sejarah masuknya Kristen Protestan di Indonesia tidak terlepas dari misi dagang Belanda yang ingin menguasai perdagangan yang akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari daerah-daerah jajahannya yang dapat melakukan eksploitasi ekonomi di tanah jajahannya dan kemudian sambil menyebarkan ajaran agama Kristen Protestan.”[9].

2.      PERANAN PANCASILA TERHADAP AGAMA KRISTEN
Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila digunakan  sebagai petunjuk arah segala kegiatan aktifitas hidup dan kehidupan di segala bidang . Dan juga sebagai pegangan hidup yang merupakan pandangan hidup bangsa, dalam pelaksanaan sehari-hari yang tidak boleh bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan,norma sopan santun , dan tidak bertentangan dengan norma hukum yang berlaku. Bertolak dari Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila memiliki hubungan yang erat dengan Agama, secara khusus agama Kristen, (Agama di dalam Pancasila, Pancasila di dalam Agama). Hubungan tersebut dapat kita lihat dalam “Pancasila, Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa, Ketuhanan berasal dari kata Tuhan , iallah Allah pencipta  segala segala yang ada dan semua mahluk, Yang Maha Esa berarti yang maha tunggal ,tiada sekutu; Esa dalam zat-Nya, Esa Dalam perbuatan. Ketuhanan Yang Maha Esa  mengandung pengertian keyakinan terhadap Tuhan yang Maha Esa , pencipta alam beserta isinya. Atas dasar ini maka di Indonesia memberikan jaminan kepada setiap penduduk memeluk agamanya agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu. Toleransi dalam beragama sangat dijunjung tinggi”[10].
Meyakini kebenaran pancasila diharapkan mampu mencapai suatu kebahagiaan hidup yang didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia pribadi, dalam hubungannya dan masyarakat, dan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, maupun dalam mengejar  kemajuan lahiriah maupun kebahagiaan rohaniah. Dalam Sila pertama juga diharapkan supaya “dalam kehidupan masyarakat dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda sehingga dapat terbina selalu kerukunan hidup  diantara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dan tidak boleh ada pemaksaan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain”[11] 

3.      PERANAN UUD 1945 TERHADAP AGAMA KRISTEN
Sama halnya dengan Pancasila, UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis, juga tidak lepas hubungannya dengan agama Kristen. Keberagaman suku, ras dan agama yang dimiliki Indonesia telah menciptakan kerukunan umat beragama, dan pemerintah menghargai hal itu sebagai bentuk keunikan sebuah negara. UUD 1945 menjamin pelindungan terhadap eksistensi agama dan kemerdekaan para pemeluknya. Agama memiliki peran penting dan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama sebagai sumber motivasi perilaku umat manusia dan inspirasi untuk menghasilkan pikiran yang inovatif.
Dalam kehidupan sehari-hari, agama juga diwujudkan pada kegiatan ritual dan sosial, ekonomi, dan budaya sehingga menyatu dengan lingkungan. Bertolak dari hal tersebut, dalam UUD 1945, memang tidak menyebutkan secara langsung perlindungan dan peranan terhadap agama Kristen. Namun secara umum, hal tersebut diatur dalam UUD. Dalam UUD 1945 Pasal 28E, dikatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Bahkan juga dalam UUD 1945 Pasal 29, bahwa negara kita berdasar pada Tuhan Yang Maha Esa, dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya. 

4.      KRISTEN DALAM NKRI
Sesuai dengan Jaminan terhadap agama dalam Pancasila dan UUD 1945, kita akan melihat jaminan tersebut terhadapa Agama Kristen secara khusus. Jaminan tersebut diaplikasikan dengan membentuk dan melantik serta mensahkan suatu badan kerja Kristen, yakni Ditjen Bimas Kristen. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen (Ditjen Bimas Kristen) Kementerian Agama yang kita kenal sekarang ini, sebenarnya telah melewati sejarah panjang pembentukannya sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam mengisi kemerdekaan yang diyakini sebagai anugerah Tuhan, sangat dibutuhkan pembinaan kehidupan berbangsa yang berlandaskan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karenanya dibentuklah Kementerian Agama RI melalui Penetapan Pemerintah No. 1 S.D. tanggal 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama pertamanya Bapak H. Mohammad Rasjidi, sebagai hasil musyawarah Kabinet Sjahrir yang memutuskan untuk membentuk sebuah Kementerian yang secara khusus mengurusi soal agama.
Berdirinya Kementerian Agama dalam jajaran pemerintahan Republik Indonesia juga merupakan penegasan bahwa Negara Republik Indonesia tidak menjadi negara sekuler dan bukan juga negara teokratis. Tugas-tugas yang berhubungan dengan keagamaan yang tadinya diurus oleh beberapa Kementerian, kini diurus oleh Kementerian Agama RI berdasarkan Penetapan Pemerintahan No. 5 S.D tanggal 25 Maret  1946. Kementerian Agama pada awalnya belum memiliki peraturan yang mengatur tentang sistem organisasi dan tata kerja. Baru tanggal 25 Maret 1946 dengan Peraturan Menteri Agama No. 55/A Tahun 1946 dijumpai 10 (sepuluh) unit organisasi pusat Kementerian Agama, yakni:
1)      Bagian Umum;
2)      Bagian Mahkamah;
3)      Bagian Masjid, Wakaf dan Kaum;
4)      Bagian Gerakan Agama;
5)      Bagian Pendidikan;
6)      Bagian Kebudayaan dan Penerbitan;
7)      Bagian Urusan Agama Daerah;
8)      Bagian Perpustakaan;
9)      Bagian Urusan Haji;
10)  Bagian Kristen.

Diawal berdirinya Kementerian Agama, telah ada Bagian Kristen yang menangani urusan-urusan yang berhubungan dengan umat Kristen dan Gereja-gereja di Indonesia. Ini artinya umat Kristen di Republik Indonesia bukan warga negara kelas dua atau warga penumpang. Sebaliknya, umat Kristen turut berperan aktif dalam "melahirkan" Negara Republik Indonesia. Dalam tahun yang sama, tanggal 2 Oktober 1946 terjadi pergantian Menteri Agama. Bersamaan dengan itu terjadi pula perubahan dalam struktur organisasi Kementerian Agama berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 1185/KJ tanggal 20 November 1946 dan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1949, yang terdiri dari 10 (sepuluh) unit organisasi. Pada Susunan Organisasi ini Bagian Kristen berubah menjadi Bagian A-II yang melakukan tugas : Urusan Agama Kristen Protestan.
Perkembangan selanjutnya Bagian Kristen beberapa kali mengalami perubahan dan perkembangan, yang diindikasikan dengan perubahan nomenklatur sebagaimana dijabarkan berikut :
1)      Bagian Kristen berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 55/A tanggal 25 Maret 1946;
2)      Bagian Masehi Kristen, dengan Keputusan Menteri Agama No. 1185/K.J. Tanggal 20 November 1946;
3)      E-I Bagian Masehi Kristen, dengan Peraturan Pemerintah No. 33/1549 tanggal 24 Desember 1949, tentang Lapangan Pekerjaan Kementerian Agama;
4)      Bagian D-I Bagian Masehi Protestan berdasarkan Pengumuman Kementerian Agama RI No.  D/3173 tanggal 29 September 1950, tentang Susunan/Formasi Kementerian Agama RI;
5)      Bagian F Bagian Kristen berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 9/1952 dan No.10/1952;
6)      Urusan Agama Kristen, dengan Peraturan Magri No. 2/1958 tanggal 5 September 1958 dan No. 3/1958;
7)      Direktorat Urusan Agama Kristen berdasarkan Peraturan No. 47 Tahun 1963;
8)      Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Beragama Protestan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 170 Tahun 1966, tanggal 1 Agustus 1966 dan menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Beragama Kristen, dengan Keputusan Menteri Agama No. 56 Tahun 1967, dan No. 91 Tahun 1967; kemudian menjadi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Protestan, dengan Keputusan Presiden No.183/1968 jo No. 39/1969 dan dijabarkan dalam Keputusan Menteri Agama No. 114 Tahun 1969;
9)      Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Protestan, berdasarkan keputusan Presiden No. 44 dan No. 45 Tahun 1974 yang dijabarkan dalam Keputusan Menteri Agama;
10)  Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan, dengan Keputusan Menteri Agama No. 18 Tahun 1975;
11)  Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, dengan Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001;
12)  Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen dengan Peraturan Menteri Agama RI No. 3 Tahun 2006;
13)  Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen dengan Peraturan Menteri Agama RI No. 10 Tahun 2010.
Sejak terbentuknya Direktorat Jenderal Bimbingan Kristen sampai tahun 2006, Ditjen Bimas Kristen telah melakukan banyak tugas pelayanannya dalam pembinaan kehidupan umat beragama di Indonesia. Masa pelayanan Ditjen Bimas Kristen dari tahun 2001 sampai tahun 2006, melaksanakan tugas berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 tanggal 3 Januari 2001. Pada Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 ini terjadi perubahan nomenklatur dan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen. Perubahan nomenklatur yang sebelumnya "Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan" menjadi "Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen". Perubahan yang terjadi dalam struktur organisasi mengalami perkembangan yang cukup memadai untuk meningkatkan optimalisasi pelayanan kepada masyarakat. Dalam Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 perubahan yang terjadi pada Direktorat Urusan Agama yaitu terhapusnya :
1)      Subdit Penyusunan Rencana dan Program Kerja;
2)      Subdit Tata Usaha Ditura;
3)      Subdit Bina Sarana. 

Tetapi dalam Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 Ditjen Bimas Kristen juga mengalami penambahan Subdit yaitu :
1)      Subdit Pembinaan dan Pelayanan Keesaan Gereja;
2)      Subdit Penyuluhan dan Tenaga Tehnis Keagamaan;
3)      Subdit Lembaga Keagamaan Kristen;
4)      Subdit Pendidikan Agama Kristen.

Dengan terbitnya Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006, terjadi lagi perubahan dalam nomenklatur struktur organisasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen. Perubahan ini lebih membawa angin segar dalam pelayanan kepada umat Kristen di Indonesia, sebab dalam nomenklatur yang baru ini, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen telah memiliki 3 (tiga) unit eselon II yakni :
1)      Sekretariat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen;
2)      Direktorat Urusan Agama;
3)      Direktorat Pendidikan Agama Kristen.

Di tahun 2009 terbit Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan PMA No. 1 Tahun 2010 tentang Perubahan Penyebutan dari Departemen Agama menjadi Kementerian Agama serta PMA No. 10 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama, yang menjadi motor perubahan nomenklatur terhadap Struktur Organisasi Ditjen Bimas Kristen. Dalam struktur organisasi yang baru, tetap Ditjen Bimas Kristen memiliki 3 (tiga) unit eselon II, namun berubah nomenklaturnya sebagai berikut :
1)      Sekretariat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen;
2)      Direktorat Urusan Agama Kristen;
3)      Direktorat Pendidikan Kristen; 

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen yang diawali dengan nomenklatur Bagian Kristen telah menunaikan tugas pelayanannya selama 66 tahun sampai sekarang ini. Dalam kurun waktu tersebut Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen telah mengalami 6 (enam) kali pergantian Direktur Jenderal. Para pejabat yang pernah menjadi pimpinan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen dalam periode pelayanannya, telah melaksanakan tugas pengabdian dengan dedikasi yang tinggi untuk memperjuangkan peningkatan kualitas pelayanan masyarakat pada umumnya dan kepada umat Kristen di Indonesia pada khususnya, seperti tertera dibawah ini :
1)      Masa kepemimpinan Bapak Martinus Abednego (1946-1973)
2)      Masa kepemimpinan Bapak P.N Harefa (1973-1983)
3)      Masa kepemimpinan Bapak Drs. Soenarto Martowirjono (1983-1992)
4)      Masa kepemimpinan Bapak Drs. Jan Kawatu (1992-1999)
5)      Masa kepemimpinan Bapak Dr. (HC) P. Siahaan, S.Th (1999-2004)
6)      Masa kepemimpinan Bapak Dr. Jason Lase, S.Th, M.Si (2004-2010)
7)      Masa kepemimpinan Bapak Dr. Saur Hasugian, M.Th (2010-sekarang) 

Penelusuran sejarah singkat pelayanan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen dalam menunaikan tugas pokok dan fungsinya ditengah-tengah bangsa dan negara, secara khusus di lingkungan umat Kristen, belumlah memenuhi harapan masyarakat Kristen Indonesia. Namun, dengan bantuan kerjasama dan doa dari seluruh umat Kristen di Indonesia, kedepan Ditjen Bimas Kristen berbenah diri menciptakan pelayanan yang semakin lebih baik, lebih profesional dan lebih terpercaya. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen saat ini berlokasi di Gedung Kementerian Agama RI Jl. M.H. Thamrin No. 6 Lantai 10-11, Jakarta Pusat, Kode Pos. 10340.

Visi dan Misi Ditjen Bimas Kristen (PMA No. 10 Tahun 2010)
Visi :
"Terwujudnya Masyarakat Kristen yang  berwawasan Oikumenis, Beretika, Cerdas, Sejahtera dan Menghargai Kemajemukan."
 Misi :
1)      Meningkatkan Kualitas Bimbingan Masyarakat Kristen;
2)      Meningkatkan Kualitas Kerukunan Internal dan Eksternal;
3)      Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Kristen dan Pendidikan Keagamaan Kristen
4)      Mewujudkan Tata Kelola Kepemerintahan yang Bersih.

Tugas dan Fungsi Ditjen Bimas Kristen (PMA No. 10 Tahun 2010)
Tugas :
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 10 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama Bab VII pasal 437, maka Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen mempunyai tugas:
“Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang bimbingan masyarakat Kristen.”
Fungsi :
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama RI Bab VII Pasal 437, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen menyelenggarakan fungsi :
1)      Perumusan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
2)      Pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
3)      Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
4)      Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
5)      Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen.

BAB III
KESIMPULAN 

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  1. Negara sangat berhubungan erat dengan agama, hal itu dibuktikan dengan jaminan yang tertera dalam Pancasila dan UUD 1945.
  2. Dari sudut sejarah masuknya agama Kristen ke Indonesia, kita boleh melihat bahwa dari dulu Negara dan Agama Kristen memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
  3. Bukti paling nyata dari peranan Negara terhadap Kristen adalah dibentuknya BIMAS Kristen,
  4. Dalam pengambilan kebijakan masyarakyat, BIMAS Kristen sendiri telah diberi tugas sesuai prosedurnya.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa Agama Kristen dan Negara Indonesia adalah sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Akhir kata semoga makalah yang mengangkat tentang peranan Kewarganegaraan (Pancasila dan UUD 1945) ini dapat memberi manfaat. 

Tuhan Yesus Memberkati

DAFTAR PUSTAKA

1.      Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung, Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
8.      Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. Dkk – Santiaji Pancasila (Jakarta, Kurnia Esa, Mei 1985) – Cetakan VIII, Hal 73 


[1] Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung, Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
[2] Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung, Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
[5] Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung, Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
[6] http://medicalworkshop.blogspot.com/2009/10/kedudukan-sifat-dan-fungsi-uud-1945.html
[7] http://medicalworkshop.blogspot.com/2009/10/kedudukan-sifat-dan-fungsi-uud-1945.html
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia
[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
[10] Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. Dkk – Santiaji Pancasila (Jakarta, Kurnia Esa, Mei 1985) – Cetakan VIII, Hal 73
[11] Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. Dkk – Santiaji Pancasila (Jakarta, Kurnia Esa, Mei 1985) – Cetakan VIII, Hal 73