MAKALAH
PERANAN PKN TERHADAP AGAMA KRISTEN
(PANCASILA & UUD 1945)
Diserahkan kepada:
Dosen: Paskah Purba M.Pd.K
Sebagai bagian
dari Tugas Mata Kuliah
PANCASILA
Nama:
Roy Damanik
SEKOLAH
TINGGI THEOLOGIA BASOM
November
2012
KATA PENGANTAR
Shalom, Salam sejahtera, Puji dan syukur bagi TUHAN YESUS
KRISTUS, yang telah memberi nafas kehidupan, pengetahuan, kesehatan dan waktu
yang berharga ini sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya sebagai tugas pada mata kuliah Pancasila.
Dalam tugas mengenai Peranan PKN terhadap Agama Kristen.
Saya mencoba mengangkat Pancasila dan UUD 1945 (Pengertian, latar belakang,
kedudukan serta hubungannya dengan Agama Kristen). Pembuatan makalah ini
tentunya tidak akan luput dari kesalahan, oleh sebab itu segala bentuk
perbaikan, masukan, kritik dari Bapak Dosen sangatlah saya harapkan.
Akhir
kata, semoga makalah ini dapat membawa manfaat.
Puji
Tuhan!!!
Hormat
Saya,
Roy
Damanik
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Negara Indonesia, sejak
dulu telah dikenal sebagai bangsa yang religius, bangsa yang memiliki
kepercayaan dan hubungan dengan Sang Pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa, yang dinyatakan
dalam sikap hidup yang didasarkan kepada ajaran-ajaran agama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang penuh toleransi di antara pemeluk-pemeluknya.
Negara Indonesia yang memilki Pancasila sebagai dasar negara maupun filsafat
hidup atau pegangan hidup bangsa Indonesia, setiap rakyat Indonesia harus
mempercayai Tuhan Yang Maha Esa. Semuanya itu diatur dalam UUD 1945 dan juga
Pancasila, nilai-nilai yang esensial dalam Pancasila adalah:
1.
Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia .
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian dan latar belakang Pancasila & UUD 1945
2. Bagaimana
hubungan antara Pancasila & UUD 1945 dengan Agama Kristen
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN LATAR
BELAKANG
PANCASIA & UUD 1945
2. PENGERTIAN & LATAR BELAKANG
PANCASILA
a.
PENGERTIAN
PANCASILA
“Dalam perspektif etimologi, kata Pancasila berasal
dari bahasa Sansekerta, yaitu panca berarti
lima dasar atau lima asas. Dalam perspektif terminology, Pancasila adalah
fasafah dan dasar Negara Republik Indonesia. Pengertian falsafah itu sendiri
dalam Buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah anggapan, gagasan, dan
sikap batin yang paling dasar yang dimiliki orang atau masyarakat”[1].
b.
LATAR
BELAKANG PANCASILA.
Sejak
Negara Republik Indonesia merdeka, konsepsi Pancasila di atas dirumuskan dalam
berbagai dokumen resmi Negara, yaitu :
i. Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – 22 Juni 1945. ii. Rumusan Kedua : Pembukaan UUD – 18 Agustus 1945. iii. Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi RIS – 27 Des 1949. iv. Rumusan Keempat : Mukaddimah UUD Sementara – 15 Agus 1950. v. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama dengan merujuk
pada Dekrtit Presiden – 05 Juli 1959.
vi. Rumusan Keenam : Rumusan kedua dan kelima yang termuat dalam UUD 1945 hasil amandemen I (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000), amademen II (18 Agustus 2000 – 09 November 2001), amandemen III (09 November 2001 – 10 Agustus 2002), amandemen IV (10 Agustus 2002 – Sekarang)”[2].
i. Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – 22 Juni 1945. ii. Rumusan Kedua : Pembukaan UUD – 18 Agustus 1945. iii. Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi RIS – 27 Des 1949. iv. Rumusan Keempat : Mukaddimah UUD Sementara – 15 Agus 1950. v. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama dengan merujuk
pada Dekrtit Presiden – 05 Juli 1959.
vi. Rumusan Keenam : Rumusan kedua dan kelima yang termuat dalam UUD 1945 hasil amandemen I (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000), amademen II (18 Agustus 2000 – 09 November 2001), amandemen III (09 November 2001 – 10 Agustus 2002), amandemen IV (10 Agustus 2002 – Sekarang)”[2].
3. PENGERTIAN & LATAR BELAKANG UUD
1945
a.
PENGERTIAN
UUD 1945
“UUD Negara
adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan merupakan
hukum dasar Negara tertulis yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati.
Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan system ketatanegaraan yang berupa
kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya. UUD
merupakan dasar tertulis (convensi). Oleh karena itu UUD menurut sifat dan
fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan karangan dan tugas-tugas pokok
cara kerja badan tersebut. UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan
itu bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam
hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu Negara”[3].
b.
LATAR
BELAKANG UUD 1945
“Sebenarnya
sejak awal pembuatannya, UUD 1945 sudah dimaksudkan sebagai UUD sementara untuk
segara mengantarkan Indonesia kepintu kemerdekaan. UUD 1945 dibuat karena
adanya peluang untuk merdeka yang harus direbut dengan cepat dan untuk itu
harus pula segera ditetapkan UUD bagi Negara yang digagas sebagai Negara
konstitusional dan demokratis. UUD diperlukan bagi Negara yang dimerdekakan itu
karena partai pendiri Negara (founding people) Indonesia telah bersepakat untuk
mendirikan Negara diatas prinsip demokrasi dan hukum yang mengakui dan
melindungi Hak-hak Asasi Manusia (HAM). Pilihan seperti itu menurut adanya
aturan main politik yang dituangkan didalam konstitusi sebagai kontrak social
dan politik berdirinya Negara. Maka, dibuatlah UUD 1945 melalui perdebatan di
Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang kemudian mensahkannya pada
tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan. Karena dikepung
oleh situasi politik yang muncul akibat berkobarnya perang Pasifik, Perdebatan
tentang materi UUD 1945 belum menghasilkan kesepakatan final tentang beberapa
masalah mendasar ketika harus disahkan. Namun, para pendiri itu menyepakati
untuk mensahkan lebih dulu UUD 1945 sebagai UUD sementara, untuk kemudian setelah
merdeka kelak segera dibuat UUD yang lebih permanen dan bagus.
Dengan demikian, tak dapat dibantah bahwa UUD 1945 sejak semula memang memaksudkan sebagai UUD Interim (Sementara) untuk pada waktunya harus diperbaharui oleh MPR hasil pemilu. Bahwa UUD 1945 sejak semula memang dimaksudkan untuk sementara dapat ditelusuri dari sejarah pembahasan maupun isin UUD itu sendiri kemudian dikonfirmasi oleh kenyataan-kenyataan politik yang menyusulnya. Setelah tak dapat diputuskan dengan suara bulat karena banyak bagian isinya masih diperdebatkan pada sidang PPKI, 19 Agustus 1945, Soekarno mengajak PPKI mensahkan dulu UUD 1945 sebagai UU sementara untuk pada saatnya diperbaiki lagi setelah keadaan memungkinkan. Bung Karno yang pada tanggal 18 Agustus 1945 sudah menjadi ketua PPKI mengatakan :
Undang-undang Dasar yang buat sekarang ini adalah Undang-undang Dasar Sementara…,..ini adalah Undang-undang Dasar Kilat. Nanti kalau kita bernegara didalam suasanan yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Perwakilan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna”[4].
Dengan demikian, tak dapat dibantah bahwa UUD 1945 sejak semula memang memaksudkan sebagai UUD Interim (Sementara) untuk pada waktunya harus diperbaharui oleh MPR hasil pemilu. Bahwa UUD 1945 sejak semula memang dimaksudkan untuk sementara dapat ditelusuri dari sejarah pembahasan maupun isin UUD itu sendiri kemudian dikonfirmasi oleh kenyataan-kenyataan politik yang menyusulnya. Setelah tak dapat diputuskan dengan suara bulat karena banyak bagian isinya masih diperdebatkan pada sidang PPKI, 19 Agustus 1945, Soekarno mengajak PPKI mensahkan dulu UUD 1945 sebagai UU sementara untuk pada saatnya diperbaiki lagi setelah keadaan memungkinkan. Bung Karno yang pada tanggal 18 Agustus 1945 sudah menjadi ketua PPKI mengatakan :
Undang-undang Dasar yang buat sekarang ini adalah Undang-undang Dasar Sementara…,..ini adalah Undang-undang Dasar Kilat. Nanti kalau kita bernegara didalam suasanan yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Perwakilan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna”[4].
B. KEDUDUKAN, PERANAN, DAN FUNGSI PANCASILA
Terdapat beberapa predikat Pancasila yang bisa menggambarkan peranan dan
fungsinya. Di antaranya”[5] :
1.
Pancasila
sebagai dasar Negara.
2.
Pancasila
sebagai ideologi Negara, terdiri dari empat aspek :
a.
Ideologi
memiliki fungsi umum untuk membentuk subjek.
b.
Ideologi
sebagai pengalaman yang dijalani tidaklah palsu.
c.
Ideologi
sebagai pemahaman yang keliru tentang kondisi nyata eksistensi adalah palsu.
d.
Ideologi
terlibat dalam reproduksi formasi-formasi social dan relasi mereka terhadap
kekuasaan.
3.
Pancasila
sebagai perjanjian luhur bangsa.
4.
Pancasila
sebagai jiwa bangsa Indonesia.
5.
Pancasila
sebagai falsafah hidup yang mempersatukan Bangsa Indonesia.
6.
Pancasila
sebagai kepribadian Bangsa Indonesia.
7.
Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum.
8.
Pancasila
sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia.
9.
Pancasila
sebagai satu-satunya azas dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10. Pancasila sebagai moral pembangunan.
C. KEDUDUKAN, PERANAN, DAN FUNGSI UUD 1945
1.
KEDUDUKAN UUD 1945
“Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum di Indonesia. Produk-produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945”[6].
“Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertinggi dari keseluruhan produk hukum di Indonesia. Produk-produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945”[6].
2.
FUNGSI UUD 1945
“Setiap sesuatu dibuat
dengan memiliki sejumlah fungsi. Demikian juga halnya dengan UUD 1945. UUD 1945
adalah hukum dasar tertulis yang mengikat pemerintah, lembaga-lembaga negara,
lembaga masyarakat, dan juga mengikat setiap warga negara Indonesia dimanapun
mereka berada dan juga mengikat setiap penduduk yang berada di wilayah Negara
Republik Indonesia. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 berisi norma-norma dan
aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua komponen tersebut
di atas. Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu
hukum dasar yang tertulis. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum
tertulis. Dengan demikian setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan
pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih
tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut
harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan
muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal
2 UU No. 10 Tahun 2004). Dalam kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam
kerangka tata urutan perundangan atau hierarki peraturan perundangan di
Indonesia menempati kedudukan yang tertinggi. Dalam hubungan ini, UUD 1945 juga
mempunyai fungsi sebagai alat kontrol, dalam pengertian UUD 1945 mengontrol
apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang
lebih tinggi. UUD 1945 juga berperan sebagai pengatur bagaimana kekuasaan
negara disusun, dibagi, dan dilaksanakan. Selain itu UUD 1945 juga berfungsi
sebagai penentu hak dan kewajiban negara, aparat negara, dan warga negara”[7]
D. HUBUNGAN DAN PERANAN PANCASILA & UUD 1945 TERHADAP
KRISTEN
1. SEJARAH AGAMA KRISTEN DI INDONESIA
Untuk melihat dan memahami hubungan Pancasila &
UUD 1945 terhadap agama Kristen, sejarah Agama Kristen di Indonesia tentu
sangat penting untuk dibahas lebih dahulu.
Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat seperti Portugis, Spanyol, Belanda
dan Inggris, di Indonesia telah ada agama yang dianut oleh penduduk pribumi yang
telah lama hadir di Indonesia seperti, agama Hindu, agama Budha, agama Islam.
Agama-agama tersebut telah dianut oleh rakyat Indonesia jauh sebelum kedatangan
orang-orang Barat/Kristen ke Indonesia. Setiap
agama pasti berkeinginan menyebarkan agamanya, seperti yang dilakukan oleh
agama Islam, sebagai bukti cukup banyak kerajaan yang bercorak Islam. Akan
tetapi masih ada daerah-daerah yang belum begitu mengenal Islam (terbukti dari
sejarah) seperti, Maluku, Ambon, Irian Jaya, Medan dan lain-lain. “Oleh karena
itu kedatangan Kristen, baik itu Kristen Katolik, dan Protestan, yang dibawa
oleh Spanyol, Portugis, dan Belanda, telah banyak dianut oleh daerah-daerah
yang masih sedikit menganut agama Islamnya”[8].
“Pada
abad XVI tahun 1511 Portugis dan Spanyol
datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang, Portugis dan Spanyol menganut
agama Kristen Katolik. Mereka menyebarkan agama Kristen Katolik kepada rakyat
Indonesia pada wilayah-wilayah yang belum banyak menganut agama Islam, sehingga
penyebaran agama Kristen berhasil dan banyak rakyat Indonesia yang masuk
Kristen Katolik, dan pada akhir abad XVI tahun 1512 sudah berdiri beberapa
gereja seperti di Minahasa, Sangir dan Talaud. Kemudian disusul kedatangan
Belanda ke Indonesia, yaitu pada tahun 1596, yang membawa Kristen Protestan.
Kedatangan Belanda sangat mengganggu kestabilan ekonomi Portugis di Indonesia
karena ada yang menyaingi dalam bidang perdagangan dan kekuasaan jajahannya,
sehingga Portugis dan Spanyol tidak senang atas kedatangan Belanda ke
Indonesia. Belanda datang ke
Indonesia dengan tujuan berdagang untuk lebih mengkoordinasi dalam perdagangan
Belanda di Indonesia, lalu Belanda membentuk
suatu perkumpulan dagang dengan nama V.O.C (Verenigde Oost Indische
Compagne) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. Sehingga VOC dapat
mendominasi perdagangan di Indonesia.
Dengan dukungan penuh oleh pemerintah Belanda. VOC
untuk memperluas perdagangan di Indonesia agar tidak ada yang menyaingi
perdagangannya maka VOC melakukan penyerangan terhadap Portugis sehingga terjadilah peperangan antara Belanda
dengan Portugis yang kemudian dimenangkan oleh Belanda dan benteng Portugis
yang ada di Ambon dapat direbut oleh Belanda pada tanggal 23 Februari 1605 dan
disusul kota Tidore pada tahun yang sama. Sehingga kekuasaan Portugis di
Indonesia telah berakhir dan digantikan oleh Belanda. Keberadaan VOC yang
berkuasa di Indonesia yang sangat menindas rakyat Indonesia, maka rakyat
Indonesia melakukan perlawanan terhadap VOC tetapi semua itu gagal, tidak ada
hasil. Dengan demikian VOC leluasa melakukan monopoli perdagangannya, sehingga
sampai dengan masa pembubaran VOC, pada tanggal 31 Desember 1799 dengan
demikian Indonesia resmi dijajah oleh Belanda.
Belanda adalah yang pertama kali membawa agama
Kristen Protestan masuk di Indonesia dan banyak rakyat yang masuk Kristen
Protestan. Sekitar tahun 1851 di Indonesia telah berdiri suatu organisasi
Pekabaran Injil. Dengan adanya lambaga Penyiaran Injil yang datang dari luar
negeri akan memantapkan Kristenisasi di Indonesia. Setelah tahun 1800-an
perkembangan agama Kristen Protestan sangat meluas, sampai ke pelosok-pelosok
Indonesia sehingga dengan praktis daerah-daerah tersebut menganut Kristen
Protestan. Sejarah masuknya Kristen
Protestan di Indonesia tidak terlepas dari misi dagang Belanda yang ingin
menguasai perdagangan yang akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar dari
daerah-daerah jajahannya yang dapat melakukan eksploitasi ekonomi di tanah jajahannya
dan kemudian sambil menyebarkan ajaran agama Kristen Protestan.”[9].
2. PERANAN PANCASILA TERHADAP AGAMA
KRISTEN
Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila digunakan sebagai petunjuk arah segala kegiatan
aktifitas hidup dan kehidupan di segala bidang . Dan juga sebagai pegangan
hidup yang merupakan pandangan hidup bangsa, dalam pelaksanaan sehari-hari yang
tidak boleh bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan,norma sopan
santun , dan tidak bertentangan dengan norma hukum yang berlaku. Bertolak dari
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila memiliki hubungan yang erat
dengan Agama, secara khusus agama Kristen, (Agama di dalam Pancasila, Pancasila
di dalam Agama). Hubungan tersebut dapat kita lihat dalam “Pancasila, Sila
pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa, Ketuhanan berasal dari kata Tuhan , iallah
Allah pencipta segala segala yang ada
dan semua mahluk, Yang Maha Esa berarti yang maha tunggal ,tiada sekutu; Esa
dalam zat-Nya, Esa Dalam perbuatan. Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian keyakinan terhadap Tuhan
yang Maha Esa , pencipta alam beserta isinya. Atas dasar ini maka di Indonesia
memberikan jaminan kepada setiap penduduk memeluk agamanya agamanya
masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaanya itu. Toleransi
dalam beragama sangat dijunjung tinggi”[10].
Meyakini
kebenaran pancasila diharapkan mampu mencapai suatu kebahagiaan hidup yang
didasarkan atas keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia pribadi, dalam
hubungannya dan masyarakat, dan dalam hubungan manusia dengan Tuhan, maupun
dalam mengejar kemajuan lahiriah maupun
kebahagiaan rohaniah. Dalam Sila pertama juga diharapkan supaya “dalam
kehidupan masyarakat dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama
antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda sehingga
dapat terbina selalu kerukunan hidup
diantara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa. Dan tidak boleh ada pemaksaan suatu agama atau kepercayaan kepada orang
lain”[11]
3. PERANAN UUD 1945 TERHADAP AGAMA
KRISTEN
Sama halnya dengan Pancasila, UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis, juga tidak lepas hubungannya dengan agama Kristen. Keberagaman suku, ras dan agama yang dimiliki Indonesia telah menciptakan kerukunan umat beragama, dan pemerintah menghargai hal itu sebagai bentuk keunikan sebuah negara. UUD 1945 menjamin pelindungan terhadap eksistensi agama dan kemerdekaan para pemeluknya. Agama memiliki peran penting dan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama sebagai sumber motivasi perilaku umat manusia dan inspirasi untuk menghasilkan pikiran yang inovatif.
Sama halnya dengan Pancasila, UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis, juga tidak lepas hubungannya dengan agama Kristen. Keberagaman suku, ras dan agama yang dimiliki Indonesia telah menciptakan kerukunan umat beragama, dan pemerintah menghargai hal itu sebagai bentuk keunikan sebuah negara. UUD 1945 menjamin pelindungan terhadap eksistensi agama dan kemerdekaan para pemeluknya. Agama memiliki peran penting dan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama sebagai sumber motivasi perilaku umat manusia dan inspirasi untuk menghasilkan pikiran yang inovatif.
Dalam
kehidupan sehari-hari, agama juga diwujudkan pada kegiatan ritual dan sosial,
ekonomi, dan budaya sehingga menyatu dengan lingkungan. Bertolak dari hal
tersebut, dalam UUD 1945, memang tidak menyebutkan secara langsung perlindungan
dan peranan terhadap agama Kristen. Namun secara umum, hal tersebut diatur
dalam UUD. Dalam UUD 1945 Pasal 28E, dikatakan bahwa setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya. Bahkan juga dalam UUD 1945 Pasal 29,
bahwa negara kita berdasar pada Tuhan Yang Maha Esa, dan negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya.
4. KRISTEN DALAM NKRI
Sesuai
dengan Jaminan terhadap agama dalam Pancasila dan UUD 1945, kita akan melihat
jaminan tersebut terhadapa Agama Kristen secara khusus. Jaminan tersebut
diaplikasikan dengan membentuk dan melantik serta mensahkan suatu badan kerja
Kristen, yakni Ditjen Bimas Kristen. Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen (Ditjen Bimas Kristen) Kementerian Agama yang kita kenal sekarang ini,
sebenarnya telah melewati sejarah panjang pembentukannya sejak awal kemerdekaan
Republik Indonesia. Dalam mengisi kemerdekaan yang diyakini sebagai anugerah
Tuhan, sangat dibutuhkan pembinaan kehidupan berbangsa yang berlandaskan kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Karenanya dibentuklah Kementerian Agama RI melalui
Penetapan Pemerintah No. 1 S.D. tanggal 3 Januari 1946 dengan Menteri Agama
pertamanya Bapak H. Mohammad Rasjidi, sebagai hasil musyawarah Kabinet Sjahrir
yang memutuskan untuk membentuk sebuah Kementerian yang secara khusus mengurusi
soal agama.
Berdirinya
Kementerian Agama dalam jajaran pemerintahan Republik Indonesia juga merupakan
penegasan bahwa Negara Republik Indonesia tidak menjadi negara sekuler dan
bukan juga negara teokratis. Tugas-tugas yang berhubungan dengan keagamaan yang
tadinya diurus oleh beberapa Kementerian, kini diurus oleh Kementerian Agama RI
berdasarkan Penetapan Pemerintahan No. 5 S.D tanggal 25 Maret 1946. Kementerian Agama pada awalnya belum
memiliki peraturan yang mengatur tentang sistem organisasi dan tata kerja. Baru
tanggal 25 Maret 1946 dengan Peraturan Menteri Agama No. 55/A Tahun 1946
dijumpai 10 (sepuluh) unit organisasi pusat Kementerian Agama, yakni:
1) Bagian
Umum;
2) Bagian
Mahkamah;
3) Bagian
Masjid, Wakaf dan Kaum;
4) Bagian
Gerakan Agama;
5) Bagian
Pendidikan;
6) Bagian
Kebudayaan dan Penerbitan;
7) Bagian
Urusan Agama Daerah;
8) Bagian
Perpustakaan;
9) Bagian
Urusan Haji;
10) Bagian
Kristen.
Diawal
berdirinya Kementerian Agama, telah ada Bagian Kristen yang menangani
urusan-urusan yang berhubungan dengan umat Kristen dan Gereja-gereja di
Indonesia. Ini artinya umat Kristen di Republik Indonesia bukan warga negara
kelas dua atau warga penumpang. Sebaliknya, umat Kristen turut berperan aktif
dalam "melahirkan" Negara Republik Indonesia. Dalam tahun yang sama,
tanggal 2 Oktober 1946 terjadi pergantian Menteri Agama. Bersamaan dengan itu
terjadi pula perubahan dalam struktur organisasi Kementerian Agama berdasarkan
Keputusan Menteri Agama No. 1185/KJ tanggal 20 November 1946 dan Peraturan
Pemerintah No. 33 Tahun 1949, yang terdiri dari 10 (sepuluh) unit organisasi.
Pada Susunan Organisasi ini Bagian Kristen berubah menjadi Bagian A-II yang
melakukan tugas : Urusan Agama Kristen Protestan.
Perkembangan
selanjutnya Bagian Kristen beberapa kali mengalami perubahan dan perkembangan,
yang diindikasikan dengan perubahan nomenklatur sebagaimana dijabarkan berikut
:
1) Bagian
Kristen berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 55/A tanggal 25 Maret 1946;
2) Bagian
Masehi Kristen, dengan Keputusan Menteri Agama No. 1185/K.J. Tanggal 20
November 1946;
3) E-I
Bagian Masehi Kristen, dengan Peraturan Pemerintah No. 33/1549 tanggal 24
Desember 1949, tentang Lapangan Pekerjaan Kementerian Agama;
4) Bagian
D-I Bagian Masehi Protestan berdasarkan Pengumuman Kementerian Agama RI
No. D/3173 tanggal 29 September 1950,
tentang Susunan/Formasi Kementerian Agama RI;
5) Bagian
F Bagian Kristen berdasarkan Peraturan Menteri Agama No. 9/1952 dan No.10/1952;
6) Urusan
Agama Kristen, dengan Peraturan Magri No. 2/1958 tanggal 5 September 1958 dan
No. 3/1958;
7) Direktorat
Urusan Agama Kristen berdasarkan Peraturan No. 47 Tahun 1963;
8) Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Beragama Protestan berdasarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 170 Tahun 1966, tanggal 1 Agustus 1966 dan menjadi
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Beragama Kristen, dengan Keputusan
Menteri Agama No. 56 Tahun 1967, dan No. 91 Tahun 1967; kemudian menjadi
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Protestan, dengan Keputusan Presiden
No.183/1968 jo No. 39/1969 dan dijabarkan dalam Keputusan Menteri Agama No. 114
Tahun 1969;
9) Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Protestan, berdasarkan keputusan Presiden No. 44
dan No. 45 Tahun 1974 yang dijabarkan dalam Keputusan Menteri Agama;
10) Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen) Protestan, dengan Keputusan Menteri
Agama No. 18 Tahun 1975;
11) Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, dengan Keputusan Menteri Agama No. 1
Tahun 2001;
12) Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen dengan Peraturan Menteri Agama RI No. 3
Tahun 2006;
13) Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen dengan Peraturan Menteri Agama RI No. 10
Tahun 2010.
Sejak
terbentuknya Direktorat Jenderal Bimbingan Kristen sampai tahun 2006, Ditjen
Bimas Kristen telah melakukan banyak tugas pelayanannya dalam pembinaan
kehidupan umat beragama di Indonesia. Masa pelayanan Ditjen Bimas Kristen dari
tahun 2001 sampai tahun 2006, melaksanakan tugas berdasarkan Keputusan Menteri
Agama No. 1 Tahun 2001 tanggal 3 Januari 2001. Pada Keputusan Menteri Agama No.
1 Tahun 2001 ini terjadi perubahan nomenklatur dan struktur organisasi
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen. Perubahan nomenklatur yang
sebelumnya "Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Kristen)
Protestan" menjadi "Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen". Perubahan yang terjadi dalam struktur organisasi mengalami
perkembangan yang cukup memadai untuk meningkatkan optimalisasi pelayanan
kepada masyarakat. Dalam Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 perubahan
yang terjadi pada Direktorat Urusan Agama yaitu terhapusnya :
1) Subdit
Penyusunan Rencana dan Program Kerja;
2) Subdit
Tata Usaha Ditura;
3) Subdit
Bina Sarana.
Tetapi
dalam Keputusan Menteri Agama No. 1 Tahun 2001 Ditjen Bimas Kristen juga mengalami
penambahan Subdit yaitu :
1) Subdit
Pembinaan dan Pelayanan Keesaan Gereja;
2) Subdit Penyuluhan dan Tenaga Tehnis Keagamaan;
2) Subdit Penyuluhan dan Tenaga Tehnis Keagamaan;
3) Subdit
Lembaga Keagamaan Kristen;
4) Subdit
Pendidikan Agama Kristen.
Dengan
terbitnya Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006, terjadi lagi perubahan
dalam nomenklatur struktur organisasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen. Perubahan ini lebih membawa angin segar dalam pelayanan kepada umat
Kristen di Indonesia, sebab dalam nomenklatur yang baru ini, Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen telah memiliki 3 (tiga) unit eselon II
yakni :
1) Sekretariat
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen;
2) Direktorat
Urusan Agama;
3) Direktorat
Pendidikan Agama Kristen.
Di
tahun 2009 terbit Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara dan PMA No. 1 Tahun 2010 tentang Perubahan
Penyebutan dari Departemen Agama menjadi Kementerian Agama serta PMA No. 10
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama, yang menjadi
motor perubahan nomenklatur terhadap Struktur Organisasi Ditjen Bimas Kristen.
Dalam struktur organisasi yang baru, tetap Ditjen Bimas Kristen memiliki 3
(tiga) unit eselon II, namun berubah nomenklaturnya sebagai berikut :
1) Sekretariat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen;
2) Direktorat Urusan Agama Kristen;
1) Sekretariat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen;
2) Direktorat Urusan Agama Kristen;
3) Direktorat
Pendidikan Kristen;
Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen yang diawali dengan nomenklatur Bagian
Kristen telah menunaikan tugas pelayanannya selama 66 tahun sampai sekarang
ini. Dalam kurun waktu tersebut Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen telah mengalami 6 (enam) kali pergantian Direktur Jenderal. Para
pejabat yang pernah menjadi pimpinan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Kristen dalam periode pelayanannya, telah melaksanakan tugas pengabdian dengan
dedikasi yang tinggi untuk memperjuangkan peningkatan kualitas pelayanan
masyarakat pada umumnya dan kepada umat Kristen di Indonesia pada khususnya,
seperti tertera dibawah ini :
1) Masa kepemimpinan Bapak Martinus Abednego (1946-1973)
1) Masa kepemimpinan Bapak Martinus Abednego (1946-1973)
2) Masa
kepemimpinan Bapak P.N Harefa (1973-1983)
3) Masa
kepemimpinan Bapak Drs. Soenarto Martowirjono (1983-1992)
4) Masa
kepemimpinan Bapak Drs. Jan Kawatu (1992-1999)
5) Masa
kepemimpinan Bapak Dr. (HC) P. Siahaan, S.Th (1999-2004)
6) Masa
kepemimpinan Bapak Dr. Jason Lase, S.Th, M.Si (2004-2010)
7) Masa
kepemimpinan Bapak Dr. Saur Hasugian, M.Th (2010-sekarang)
Penelusuran
sejarah singkat pelayanan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen
dalam menunaikan tugas pokok dan fungsinya ditengah-tengah bangsa dan negara,
secara khusus di lingkungan umat Kristen, belumlah memenuhi harapan masyarakat
Kristen Indonesia. Namun, dengan bantuan kerjasama dan doa dari seluruh umat
Kristen di Indonesia, kedepan Ditjen Bimas Kristen berbenah diri menciptakan
pelayanan yang semakin lebih baik, lebih profesional dan lebih terpercaya. Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen saat ini berlokasi di Gedung Kementerian
Agama RI Jl. M.H. Thamrin No. 6 Lantai 10-11, Jakarta Pusat, Kode Pos. 10340.
Visi dan
Misi Ditjen Bimas Kristen (PMA No. 10 Tahun 2010)
Visi
:
"Terwujudnya
Masyarakat Kristen yang berwawasan
Oikumenis, Beretika, Cerdas, Sejahtera dan Menghargai Kemajemukan."
Misi :
1) Meningkatkan
Kualitas Bimbingan Masyarakat Kristen;
2) Meningkatkan
Kualitas Kerukunan Internal dan Eksternal;
3) Meningkatkan
Kualitas Pendidikan Agama Kristen dan Pendidikan Keagamaan Kristen
4) Mewujudkan
Tata Kelola Kepemerintahan yang Bersih.
Tugas dan
Fungsi Ditjen Bimas Kristen (PMA No. 10 Tahun 2010)
Tugas
:
Berdasarkan
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 10 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Agama Bab VII pasal 437, maka Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Kristen mempunyai tugas:
“Merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang bimbingan masyarakat Kristen.”
Fungsi
:
Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agama RI Bab
VII Pasal 437, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen
menyelenggarakan fungsi :
1) Perumusan
kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
2) Pelaksanaan
kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
3) Penyusunan
norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
4) Pemberian
bimbingan teknis dan evaluasi di bidang bimbingan masyarakat Kristen;
5) Pelaksanaan
administrasi Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen.
BAB III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
- Negara sangat berhubungan erat dengan agama, hal itu dibuktikan dengan jaminan yang tertera dalam Pancasila dan UUD 1945.
- Dari sudut sejarah masuknya agama Kristen ke Indonesia, kita boleh melihat bahwa dari dulu Negara dan Agama Kristen memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
- Bukti paling nyata dari peranan Negara terhadap Kristen adalah dibentuknya BIMAS Kristen,
- Dalam pengambilan kebijakan masyarakyat, BIMAS Kristen sendiri telah diberi tugas sesuai prosedurnya.
Dengan demikian dapat
dipastikan bahwa Agama Kristen dan Negara Indonesia adalah sebuah kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Akhir kata semoga makalah yang mengangkat tentang
peranan Kewarganegaraan (Pancasila dan UUD 1945) ini dapat memberi manfaat.
Tuhan Yesus Memberkati
DAFTAR PUSTAKA
1.
Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H.
Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung,
Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
8.
Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. Dkk –
Santiaji Pancasila (Jakarta, Kurnia Esa, Mei 1985) – Cetakan VIII, Hal 73
[1]
Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan
Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung, Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
[2]
Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan
Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung, Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
[5]
Asep Sahid Gatara, FH, M.Si dan Drs. H. Subhan Sofhian, M.Pd,-Pendidikan
Kewarganegaraan-Civic Education (Bandung, Fokus Media, April 2011)-Cetakan I
[6]
http://medicalworkshop.blogspot.com/2009/10/kedudukan-sifat-dan-fungsi-uud-1945.html
[7]
http://medicalworkshop.blogspot.com/2009/10/kedudukan-sifat-dan-fungsi-uud-1945.html
[8]
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia
[9]
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia
[10]
Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. Dkk – Santiaji Pancasila (Jakarta, Kurnia Esa,
Mei 1985) – Cetakan VIII, Hal 73
[11]
Prof. Darji Darmodiharjo, S.H. Dkk – Santiaji Pancasila (Jakarta, Kurnia Esa,
Mei 1985) – Cetakan VIII, Hal 73
Tidak ada komentar:
Posting Komentar