DAMPAK AGAMA BUDDHA
TERHADAP INDONESIA
Diserahkan
kepada:
Dosen:
Letcredo Sinaga, M.Pd.K
Sebagai bagian dari
Tugas Mata Kuliah
Theologi Agama-Agama
Nama Kelompok :
Roy Damanik
Liyani
Haposan Siallagan
SEKOLAH
TINGGI THEOLOGIA BASOM
October 2012
BAB I –
PENDAHULUAN
1.
ASAL –USUL AGAMA BUDDHA
a.
SEJARAH AGAMA BUDDHA[1]
Sejarah agama Buddha dimulai dari abad[2]
ke-6 SM sampai
sekarang, dari lahirnya sang Buddha Siddharta Gautama[3]. Buddha adalah salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Dalam perjalanannya Buddha masuk kepada
unsur kebudayaan, seperti unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur
kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam
proses perkembangannya , agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua
Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran dan
mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran
tradisi Theravada[4] , Mahayana[5], dan Vajrayana[6] (Bajrayana), yang sejarahnya
ditandai dengan masa pasang dan surut
2.
KEHIDUPAN BUDDHA[7]
Menurut
tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku
Sakya[8]
pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan
Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah
selatan. Ia juga dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum
Sakya"). Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah
perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada kerajaan
Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan
bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak dapat
dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada
artinya lalu menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa
juga tak ada artinya, dan lalu mencari jalan tengah (majhima patipada ). Jalan
tengah ini merupakan sebuah kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang
terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa diri.
Di
bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul[9]
tidak akan pernah meninggalkan posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada
usia 35 tahun, ia mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama
Buddha, atau hanya "Buddha" saja, sebuah kata dalam Sanskerta yang
berarti "ia yang sadar" (dari kata budh+ta).
Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran
Gangga di tengah India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak
sungainya), sembari menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.
Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan ajarannya
mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun selanjutnya, pertama-tama
aliran Buddha Nikaya[10],
yang sekarang hanya masih tersisa Theravada[11],
dan kemudian terbentuknya aliran Mahayana[12],
sebuah gerakan Buddha yang didasarkan pada penerimaan kitab-kitab baru. Sebelum
disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada abad ke-3 SM, agama Buddha
kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil saja, dan sejarah peristiwa-peristiwa
yang membentuk agama ini tidaklah banyak tercatat. Dua konsili (sidang umum)
pembentukan dikatakan pernah terjadi, meski pengetahuan kita akan ini
berdasarkan catatan-catatan dari kemudian hari. Konsili-konsili (juga disebut
pasamuhan agung) ini berusaha membahas formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan
beberapa perpecahan dalam gerakan Buddha.
BAB II –
PEMBAHASAN
1.
PERKEMBANGAN DAN ALIAN AGAMA
BUDDHA
a.
KONSILI BUDDHA[13]
Dalam
proses perkembangannya, Agama Buddha pernah melakukan konsili sebanyak 6 kali,
i.
Konsili Buddhis I
Konsili ini diadakan di Gua Sattapanni, di sisi Gunung Vebhara, Rajagaha
ibukota Magadha. Konsili tersebut dilaksanakan tiga bulan setelah Parinibbana[14] Sang Buddha dan disokong
oleh Raja Ajatasattu. Konsili ini dilatar-belakangi oleh gagasan yang
disampaikan oleh Bhikkhu Maha Kassapa agar para Bhikkhu mengadakan pertemuan
untuk mengulang kembali ajaran yang di sampaikan Sang Buddha.
Gagasan tersebut muncul dalam diri Bhikkhu Maha Kassapa tidak lepas dari
kata-kata kasar yang dilontarkan Bhikkhu Subbada ketika dalam perjalanan dari
Pava menuju ke Kusinara bersama-sama dengan para Bhikkhu untuk memberikan
penghormatan terakhir bagi Sang Buddha. Bhikkhu Subbada berkata bahwa
seharusnya para Bhikkhu senang karena dengan meninggalnya Sang Buddha maka
tidak akan ada lagi yang mengekang mereka dan memberikan latihan-latihan yang
keras dalam menjalankan ke-Bhikkhu-an bagi mereka. Hal itulah yang menjadi
latar belakang diadakannya Konsili Buddhis I.
Pokok dari Konsili Buddhis I adalah dikumpulkannya Dhamma dan Vinaya,
sehingga ajaran Sang Buddha dapat dilestarikan secara generasi ke generasi.
Akan tetapi para Bhikkhu yang menamakan dirinya Bhikkhu Purusa yang baru tiba
dari selatan setelah konsili tersebut berakhir menolak hasil konsili. Meskipun
demikian hasil konsili ini tetap diterima sebagai ajaran murni dari Sang
Buddha, dan hasil konsili ini menjadi dasar atau sumber utama dari Agama Buddha
Mazhab Theravada hingga sekarang.
ii.
Konsili Buddhis II
Konsili ini diselenggarakan di Vihara Valukarama, dekat Kota Vesali 100
tahun setelah wafatnya Sang Buddha (443 SM). Raja Kalasoka menjadi penyokong
dari konsili ini yang berlangsung selama delapan bulan.
Konsili tersebut diselenggarakan karena para bhikkhu Vajji dari Vesali
mempunyai kebiasaan melatih sepuluh pokok (Dasavatthuni) yang tidak dibenarkan.
Tujuh ratus orang Arahanta turut serta dalam konsili ini, dan dipimpin oleh
Bhikkhu Sabbakami.
Dikatakan bahwa sebab diadakan konsili ini menyangkut perbedaan penafsiran
ajaran, yang kemudian menjadikan Sangha terpecah menjadi dua yaitu, Mahasangika
dan Sthaviravada. Pada Sthaviravada menekankan kepada perbedaan Vinaya,
sedangkan Mahasangika menekankan kepada soal perpedaan penafsiran ajaran.
Golongan Sthaviravada menyebut golongan Mahasangika sebagai Bhikkhu Papa
(Bhikkhu Amoral), sedangkan golongan Mahasangika menangkis tuduhan melunakan
Vinaya tersebut, golongan Mahasangika menyatakan berpegangan pada ajaran Sang
Buddha mengenai penghindaran dua cara praktek ekstrim. Setelah konsili ini
berakhir banyak bermunculan sekte-sekte dan aliran-aliran dalam agama Buddha.
iii.
Konsili Buddhis III
Konsili ini diselenggarakan di Vihara Asokarama di Pataliputta pada tahun
308 SM (235 Era Buddhis). Raja Asoka menjadi penyokong konsili ini. Konsili ini
diadakan untuk melindungi kemurnian ajaran Sang Buddha agar tidak tercemar oleh
60 ribu kaum sesat yang menyusup ke dalam Sangha. Sebagai pimpinan konsili
adalah Bhikkhu Moggaliputta Tissa, sedangkan peserta dalam konsili ini
berjumlah 1000 orang Arahanta.
Hasil dari konsili ini adalah diusirnya ribuan Bhikkhu sesat dari Sangha,
dan dikirimnya misionari Buddhis untuk menyebarkan Buddha Dhamma ke berbagai
negeri. Selain itu dalam konsili ini kitab suci Tipitaka menjadi genap setelah
diakuinya kitab Abhidhamma Pitaka.
iv.
Konsili Buddhis IV
Konsili ini diadakan di Vihara Aloka, Desa Matale/ Malaya di Sri Lanka pada
450 tahun Era Buddhis (101-77 SM). Raja Vattagamani Abhaya merupakan raja saat
itu, konsili ini disokong oleh seorang menteri dari raja. Konsili ini disebut
konsili Aluvihara atau konsili Alokavihara. Konon pada waktu itu kehidupan
sedang kacau dan terus berkembangnya materialisme dan kemerosotan moral,
sehingga para Bhikkhu sesepuh khawatir akan kelestarian Buddha Dhamma, selain
itu Bhikkhu sesepuh juga mengkhawatirkan bahwa nanti tidak akan ada lagi
Bhikkhu yang dapat menghafalkan Dhamma karena kemerosotan moral tersebut. Oleh
sebab itu diadakan konsili ke IV ini.
Konsili ini dipimpin oleh Bhikkhu Rakkhita Mahathera dan diikuti oleh 500
Bhikkhu yang terpelajar, konsili ini berlangsung selama satu tahun. Dalam
konsili ini Tri Pitaka ditulis pertama kali beserta komentarnya, disalin pada
daun palem berbentuk tulisan yang merupakan sumber tertulis pertama kali ajaran
Sang Buddha. Konsili ini tidak diakui oleh sebagian golongan, dan golongan yang
tidak mengakui konsili tersebut menyelenggarakan konsili sendiri. Konsili
tersebut diadakan di Purusapura, Khashmir pada tahun 78 M dipimpin oleh
Vasumitra dan Asvaghosa. Konsili ini menjadi awal dari perkembangan Mahayana.
Adapun yang menyokong konsili ini adalah Raja Kanishka.
Konsili ini tidak dihadiri oleh golongan Sthaviravada, dalam konsili ini
diakuinya kitab Abhidhamma sebagai titik sentral dan kitab Jnanaprasthana
sebagai sumber pengetahuan bagi golongan Sarvastivada. Selain kitab tersebut
juga diakuinya kitab-kitab komentar untuk Jnanaprasthana yaitu, Vibhasa dan
Maha Vibhasa. Kaum Sthaviravada adalah nenek moyang Mazhab Theravada, sedangkan
Sarvastivad adalah pecahan Sthaviravada yang lebih condong menjadi penyebab
timbulnya Mahayana.
v.
Konsili Buddhis V
Konsili ini diadakan di Mandalay, Myanmar pada tahun 2415 Era Buddhis
(November 1871). Raja Mindon merupakan pendukung dan penyokong konsili ini. Konsili
ini dipimpin oleh Bhikkhu Jagarabhivanmsa dan diikuti oleh 2400 Bhikkhu. Selama
berlangsungnya konsili ini, kitab Tipitaka Pali dipahatkan pada 729 potongan
batuan pualam, yang terdiri dari 410 potongan berisikan Sutta Pitaka, 111
potongan berisikan Vinaya Pitaka, dan 208 sisanya berisikan Abhidhamma Pitaka.
Pemahatan itu dilaksanakan di daerah Pagoda Maha Lokamarajina Kuthodaw, di kaki
Bukit Mandalay. Pemahatan berlangsung selama tujuh tahun, enam bulan, dan empat
belas hari. Kemudian setelah selesai pemahatan itu para Bhikkhu yang mengikuti
konsili tersebut mengucapakan ulang seluruh isinya (Tipitaka) selama lima bulan
tiga hari.
vi.
Konsili Buddhis VI
Konsili ini diadakan diadakan di Gua Mahapasana, Kaba-Aye, Yangon, Myanmar
pada Mei 1954. Konsili ini diadakan guna memurnikan dan memajukan Buddha
Dhamma. Dua ribu lima ratus Bhikkhu terpelajar dari berbagai Negara ikut
berpartisipasi dalam konsili ini. Bhikkhu Revata (Nyaung Yan Sayadaw) berperan
sebagai pimpinan konsili tersebut, Bhikkhu Sobhana (Mahasi Sayadaw) sebagai
penanya, dan Bhikkhu Vicittasarabhivamsa ( Mingun Sayadaw) sebagai penjawab.
Dalam konsili ini Kitab Tipitaka Pali, Komentar (Atthakatha), dan Sub-komentar
(Tika) ditinjau ulang. Konsili ini berlangsung selama dua tahun dan selesai
bertepatan dengan 2500 tahun Maha-Parinibbana-Nya Sang Buddha
b.
WILAYAH AGAMA BUDDHA
Wilayah
Agama Buddha meliputi beberapa wilayah, dalam proses perkembangannya, hingga
saat ini, meliputi :
·
Asia Tenggara
·
Asia Timur
·
Tibet
·
India
·
Asia Tengah
·
Indonesia Barat
c.
[15]MASUKNYA AGAMA BUDDHA KE INDONESIA
Para ahli sejarah masih
meneliti kapan sebenarnya agama Buddha masuk ke Indonesia. Namun banyak orang
sependapat bahwa kedatangan Aji Saka merupakan tanggal kedatangan agama Buddha
di Indonesia. Apabila kita meneliti arti kata "Aji Saka" ini, kita akan
menemukan: "Aji" dalam bahasa Kawi berarti "ilmu kitab
suci" sedang "Saka" berasal dari kata "Sakya".
Sehingga "Aji Saka" dapat diartikan sebagai "Pakar dalam Kitab
Suci Sakya" atau Pakar Buddha Dharma. Dari sini dapat diketahui bahwa Aji
Saka sebenarnya bukanlah sebuah nama, tetapi sebuah gelar. Gelar ini diberikan
rakyat kepada rajanya yang sebenarnya bernama Tritustha. Kata
"Dewata" artinya dewa dan "Cengkar" artinya jahat, jadi
"Dewata Cengkar" tidak lain berarti dewa jahat (awidya). Dengan
demikian legenda yang telah merakyat di Jawa Tengah tentang perang dahsyat
antara Aji Saka melawan Raja Dewata Cengkar, kiranya dapat diartikan sebagai
perang antara Buddha Dharma melawan Kejahatan/Kebodohan (Awidya). Aji Saka
bukan hanya pakar dalam Buddha Dharma, tetapi juga seorang pakar astronomi dan
sastra. Dalam legenda Jawa dikatakan bahwa untuk menandai kekhilafan beliau
dalam memberi perintah kepada dua orang panglimanya yang setia yang menyebabkan
mereka berperang tanding sendiri dan keduanya gugur karena sama
"jayanya", beliau membuat Aksara Jawa. Secara singkat dapat disusun
kurang lebih perkembangan agama Buddha di Indonesia sebagai berikut:
Abad I (14 Maret 78),
Abad I (14 Maret 78),
Kedatangan Aji Saka Tritustha menandai masuknya Buddha di
Indonesia
Abad II, III, dan IV di Indonesia (Jawa) agama Buddha sudah berkembang.
Abad II, III, dan IV di Indonesia (Jawa) agama Buddha sudah berkembang.
Ini terbukti dari catatan-catatan Bhiksu Fa-hien yang datang ke
Jawa pada abad V. Beliau menyatakan bahwa sewaktu beliau datang di Jawa agama
Buddha sudah ada bersama-sama agama Hindu.
Abad IV dan V,
Bukti perkembangan agama Buddha dapat dilihat dari
prasasti-prasasti kerajaan Purnawarman di Jawa Barat dan Mulawarman di
Kalimantan.
Abad VII dan VIII
Abad VII dan VIII
Jaman keemasan perkembangan agama Buddha di Jawa, di bawah
raja-raja Kerajaan Mataram Purba dan Sailendra. Pada abad VII ini Candi
Borobudur dibangun, pembangunannya dikatakan memakan waktu kira-kira delapan
puluh tahun.
Abad VIII dan IX
Abad VIII dan IX
Berdiri Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, di mana Bhiksu I-tsing
pernah datang belajar agama Buddha dan bahasa Sanskerta.
Abad XI
Abad XI
Atisa Dipankara seorang bhiksu yang mengajarkan Vajrayana di
Tibet, sewaktu mudanya juga belajar pada Bhiksu Dharmakirti di Swarnadwipa
(Sumatera).
Tahun 1100-1478
Berdirilah kerajaan-kerajaan: Kediri, Singasari, Tumapel, Daha, Lumajang, dan Majapahit. Akhirnya Keprabuan Majapahit runtuh, berdiri Kerajaan Islam Demak (tahun 1481) dengan rajanya Raden Patah. Agama Buddha kemudian "hilang" dan tidak pernah dibicarakan orang lagi, hanya peninggalan-peninggalan candi-candinya masih terus dikagumi orang.
Tahun 1901
Sanghanata Aryamula Maha Upadhyaya (Pen Ching Lau He Sang) datang ke Indonesia, mula-mula menata sejumlah vihara yang dibangun umat Buddha keturunan Tionghoa dan akhirnya membangun Vihara Kuang Hua Se Jakarta.
Tahun 1912
ajaran Theosofi masuk ke Indonesia dan di kalangan para anggotanya agama Buddha mulai kembali dipelajari. Kelak ternyata bahwa kebanyakan dari para aktivis agama Buddha pada Jaman Kemerdekaan belajar agama Buddha melalui Perhimpunan Theosofi selain dari Sam Kauw Hwee.
Tahun 1934
Narada Thera datang ke Jawa dan bersama umat Buddha menanam pohon Bodhi di halaman Candi Borobudur.
Tahun 19..
Kwee Tek Hoay menerbitkan majalah "Mustika Dharma".
Tahun 1953
(Waisak 2497) Anagarika Tee Boan An dan Drs. Khoe Soe Kiam memimpin upacara peringatan Waisak pada tanggal 22 Mei di Candi Borobudur. Dengan demikian api Buddha Dharma kembali menyala di Indonesia.
Tahun 1956
Diadakan Perayaan Waisak di Candi Borobudur. Perayaan Waisak ini merupakan perayaan yang besar, karena tahun itu tepat 2500 tahun mahaparinirvananya Sang Buddha (2500 Buddhajayanti). PUUI Semarang menerbitkan buku peringatan 2500 Buddhajayanti yang berisi banyak penerangan tentang agama Buddha, antara lain mengenai Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Perbedaan Hinayana dan Mahayana.
Tahun 1958
Terbentuklah Perbudhi (Perhimpunan Buddhis Indonesia).
Tahun 1959
Untuk pertama kalinya sejak runtuhnya Majapahit, diadakan penahbisan bhikkhu di Indonesia. Untuk penahbisan ini, 13 (tiga belas) orang bhikkhu senior dari berbagai negara datang ke Indonesia. Dua orang bhikkhu yang ditahbiskan saat itu adalah Bhikkhu Jinaputta dan Bhikkhu Jinapiya.
Tahun 1963
Terbentuk Maha Sangha Indonesia yang beranggotakan baik bhikkhu-bhikkhu Theravada maupun bhiksu-bhiksu Mahayana.
Tahun 1972
Nama Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI) diubah menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI). Kemudian nama ini disempurnakan lagi menjadi Majelis Upasaka-Pandita Agama Buddha Indonesia dengan singkatan tetap MUABI. Akhirnya pada tahun 1979 nama MUABI ini diubah menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI).
Tahun 1974
Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia (terbentuk tahun 1972 dipimpin Bhikkhu Girirakkhito) bersatu dengan nama Sangha Agung Indonesia, nama yang diberikan oleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depertemen Agama RI. Sebagai Ketua Sangha Agung Indonesia adalah Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, dengan tiga orang wakil ketua, yaitu Bhikkhu Jinapiya, Bhikkhu Girirakkhito, dan Bhikkhu Uggadhammo.
Tahun 1976
terbentuk Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia (GUBSI) sebagai wadah tunggal organisasi kemasyarakatan umat Buddha Indonesia yang melebur Perbudhi, Buddha Dharma Indonesia (Budhi), dan sebagainya. Terbentuk pula federasi dari beberapa majelis agama Buddha, yang diberi nama Majelis Agung Agama Buddha Indonesia (MABI). MABI diketuai oleh Soeparto Hs. dari Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (Mapanbudhi) dengan sekretaris Ir. T. Soekarno dari Niciren Syosyu Indonesia (NSI).
Tahun 1976
Terbentuk Sangha Theravada yang dipimpin oleh Bhikkhu Aggabalo.
Tahun 1978
Terbentuk Sangha Mahayana Indonesia yang dipimpin Bhiksu Dharmasagaro.
Tahun 1978
Diadakan Lokakarya Pemantapan Agama Buddha Berkepribadian Indonesia yang diikuti semua majelis agama Buddha di Indonesia.
Tahun 1979
Tepatnya tanggal 7-9 Mei, diadakan Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta yang melahirkan Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) sebagai federasi dari sangha-sangha dan majelis-majelis agama Buddha di Indonesia yang bersifat koordinatif dan konsultatif.
Tahun 1100-1478
Berdirilah kerajaan-kerajaan: Kediri, Singasari, Tumapel, Daha, Lumajang, dan Majapahit. Akhirnya Keprabuan Majapahit runtuh, berdiri Kerajaan Islam Demak (tahun 1481) dengan rajanya Raden Patah. Agama Buddha kemudian "hilang" dan tidak pernah dibicarakan orang lagi, hanya peninggalan-peninggalan candi-candinya masih terus dikagumi orang.
Tahun 1901
Sanghanata Aryamula Maha Upadhyaya (Pen Ching Lau He Sang) datang ke Indonesia, mula-mula menata sejumlah vihara yang dibangun umat Buddha keturunan Tionghoa dan akhirnya membangun Vihara Kuang Hua Se Jakarta.
Tahun 1912
ajaran Theosofi masuk ke Indonesia dan di kalangan para anggotanya agama Buddha mulai kembali dipelajari. Kelak ternyata bahwa kebanyakan dari para aktivis agama Buddha pada Jaman Kemerdekaan belajar agama Buddha melalui Perhimpunan Theosofi selain dari Sam Kauw Hwee.
Tahun 1934
Narada Thera datang ke Jawa dan bersama umat Buddha menanam pohon Bodhi di halaman Candi Borobudur.
Tahun 19..
Kwee Tek Hoay menerbitkan majalah "Mustika Dharma".
Tahun 1953
(Waisak 2497) Anagarika Tee Boan An dan Drs. Khoe Soe Kiam memimpin upacara peringatan Waisak pada tanggal 22 Mei di Candi Borobudur. Dengan demikian api Buddha Dharma kembali menyala di Indonesia.
Tahun 1956
Diadakan Perayaan Waisak di Candi Borobudur. Perayaan Waisak ini merupakan perayaan yang besar, karena tahun itu tepat 2500 tahun mahaparinirvananya Sang Buddha (2500 Buddhajayanti). PUUI Semarang menerbitkan buku peringatan 2500 Buddhajayanti yang berisi banyak penerangan tentang agama Buddha, antara lain mengenai Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Perbedaan Hinayana dan Mahayana.
Tahun 1958
Terbentuklah Perbudhi (Perhimpunan Buddhis Indonesia).
Tahun 1959
Untuk pertama kalinya sejak runtuhnya Majapahit, diadakan penahbisan bhikkhu di Indonesia. Untuk penahbisan ini, 13 (tiga belas) orang bhikkhu senior dari berbagai negara datang ke Indonesia. Dua orang bhikkhu yang ditahbiskan saat itu adalah Bhikkhu Jinaputta dan Bhikkhu Jinapiya.
Tahun 1963
Terbentuk Maha Sangha Indonesia yang beranggotakan baik bhikkhu-bhikkhu Theravada maupun bhiksu-bhiksu Mahayana.
Tahun 1972
Nama Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI) diubah menjadi Majelis Ulama Agama Buddha Indonesia (MUABI). Kemudian nama ini disempurnakan lagi menjadi Majelis Upasaka-Pandita Agama Buddha Indonesia dengan singkatan tetap MUABI. Akhirnya pada tahun 1979 nama MUABI ini diubah menjadi Majelis Buddhayana Indonesia (MBI).
Tahun 1974
Maha Sangha Indonesia dan Sangha Indonesia (terbentuk tahun 1972 dipimpin Bhikkhu Girirakkhito) bersatu dengan nama Sangha Agung Indonesia, nama yang diberikan oleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Depertemen Agama RI. Sebagai Ketua Sangha Agung Indonesia adalah Bhikkhu Ashin Jinarakkhita, dengan tiga orang wakil ketua, yaitu Bhikkhu Jinapiya, Bhikkhu Girirakkhito, dan Bhikkhu Uggadhammo.
Tahun 1976
terbentuk Gabungan Umat Buddha Seluruh Indonesia (GUBSI) sebagai wadah tunggal organisasi kemasyarakatan umat Buddha Indonesia yang melebur Perbudhi, Buddha Dharma Indonesia (Budhi), dan sebagainya. Terbentuk pula federasi dari beberapa majelis agama Buddha, yang diberi nama Majelis Agung Agama Buddha Indonesia (MABI). MABI diketuai oleh Soeparto Hs. dari Majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia (Mapanbudhi) dengan sekretaris Ir. T. Soekarno dari Niciren Syosyu Indonesia (NSI).
Tahun 1976
Terbentuk Sangha Theravada yang dipimpin oleh Bhikkhu Aggabalo.
Tahun 1978
Terbentuk Sangha Mahayana Indonesia yang dipimpin Bhiksu Dharmasagaro.
Tahun 1978
Diadakan Lokakarya Pemantapan Agama Buddha Berkepribadian Indonesia yang diikuti semua majelis agama Buddha di Indonesia.
Tahun 1979
Tepatnya tanggal 7-9 Mei, diadakan Kongres Umat Buddha Indonesia di Yogyakarta yang melahirkan Perwalian Umat Buddha Indonesia (Walubi) sebagai federasi dari sangha-sangha dan majelis-majelis agama Buddha di Indonesia yang bersifat koordinatif dan konsultatif.
Tahun 1981
Terbentuk Sekretariat Bersama Generasi Muda Buddhis Indonesia (Sekber GMBI) yang merupakan konfederasi dari organisasi-organisasi pemuda di lingkungan vihara. Atas permintaan DP Walubi pada tahun 1985 Sekber GMBI berganti nama menjadi Sekretariat Bersama Persaudaraan Muda-mudi Vihara-vihara Buddhayana Indonesia (Sekber PMVBI).
Tahun 1982
Terbentuk Sangha Tantrayana Indonesia dalam naungan Sangha Agung Indonesia, dipimpin oleh Mahawiku Dharma-aji Uggadhammo.
Tahun 1983
Hari Waisak ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Tahun 1986
Terbentuk Gemabudhi (Generasi Muda Buddhis Indonesia) sebagai wadah tunggal generasi muda Buddhis Indonesia dan tergabung di KNPI. Ketua Umum DPP Gemabudhi saat ini adalah Lieus Sungkharisma dari MBI.
Tahun 1987
Terbentuk KBWBI (Keluarga Besar Wanita Buddhis Indonesia) sebagai wadah tunggal wanita Buddhis Indonesia dan tergabung di Kowani.
Terbentuk Sekretariat Bersama Generasi Muda Buddhis Indonesia (Sekber GMBI) yang merupakan konfederasi dari organisasi-organisasi pemuda di lingkungan vihara. Atas permintaan DP Walubi pada tahun 1985 Sekber GMBI berganti nama menjadi Sekretariat Bersama Persaudaraan Muda-mudi Vihara-vihara Buddhayana Indonesia (Sekber PMVBI).
Tahun 1982
Terbentuk Sangha Tantrayana Indonesia dalam naungan Sangha Agung Indonesia, dipimpin oleh Mahawiku Dharma-aji Uggadhammo.
Tahun 1983
Hari Waisak ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Tahun 1986
Terbentuk Gemabudhi (Generasi Muda Buddhis Indonesia) sebagai wadah tunggal generasi muda Buddhis Indonesia dan tergabung di KNPI. Ketua Umum DPP Gemabudhi saat ini adalah Lieus Sungkharisma dari MBI.
Tahun 1987
Terbentuk KBWBI (Keluarga Besar Wanita Buddhis Indonesia) sebagai wadah tunggal wanita Buddhis Indonesia dan tergabung di Kowani.
Tahun 1987
Niciren Syosyu Indonesia (NSI) secara resmi dikeluarkan dari Walubi.
Tahun 1994
Sangha Agung Indonesia (Sagin) dan Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) juga memilih berada di luar Walubi. Sagin dan MBI konsisten dalam mempertahankan AD/ART Walubi hasil Munas II (1992) dan menolak AD/ART Walubi hasil Sidang Paripurna (1993).
Tahun 1994
terbentuk Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI), dipimpin oleh Dra. Siti Hartati Murdaya, MBA.
Tahun 1996
terbentuk lima wadah fungsional di lingkungan Sekber PMVBI, yaitu: Ikatan Pembina Gelanggang Anak-anak Buddhis Indonesia (IPGABI), Forum Komunikasi Dharmaduta Muda Buddhis Indonesia (FKDMBI), Ikatan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Imabi), Forum Komunikasi Sarjana Buddhis Indonesia (FKSBI), dan Ikatan Pengelola Media Komunikasi Buddhis Indonesia (IPMKBI).
Niciren Syosyu Indonesia (NSI) secara resmi dikeluarkan dari Walubi.
Tahun 1994
Sangha Agung Indonesia (Sagin) dan Majelis Buddhayana Indonesia (MBI) juga memilih berada di luar Walubi. Sagin dan MBI konsisten dalam mempertahankan AD/ART Walubi hasil Munas II (1992) dan menolak AD/ART Walubi hasil Sidang Paripurna (1993).
Tahun 1994
terbentuk Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI), dipimpin oleh Dra. Siti Hartati Murdaya, MBA.
Tahun 1996
terbentuk lima wadah fungsional di lingkungan Sekber PMVBI, yaitu: Ikatan Pembina Gelanggang Anak-anak Buddhis Indonesia (IPGABI), Forum Komunikasi Dharmaduta Muda Buddhis Indonesia (FKDMBI), Ikatan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Imabi), Forum Komunikasi Sarjana Buddhis Indonesia (FKSBI), dan Ikatan Pengelola Media Komunikasi Buddhis Indonesia (IPMKBI).
2.
ALIRAN AGAMA BUDDHA
a.
KONSEP AJARAN AGAMA BUDDHA[16]
Di
dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan
(anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak
perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan
bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat
membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan
dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk
yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan
melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.
b.
TOKOH PENTING AGAMA BUDDHA
Tokoh Penting dalam Agama Buddha adalah Siddharta Gautama
c.
TINGKAT – TINGKAT PENCERAHAN[17]
Empat Tingkat Pencerahan dalam Buddhisme adalah empat tahap menuju
pencerahan sempurna sebagai seorang Arahat yang dapat dicapai oleh seseorang
pada kehidupan sekarang. Empat tingkatan ini adalah :
*Sotapanna
Tahap pertama adalah Sotapanna (dalam bahasa Pali)
(Sanskerta: Srotāpanna), yang secara harafiah berarti "ia yang masuk
(āpadyate) arus (sotas)," dengan pengertian arus yakni Jalan Utama
Berunsur Delapan yang merupakan Dhamma tertinggi. Pemasuk arus juga dikatakan
memiliki "Mata Dhamma" (Pali:dhammacakkhu ;Sanskerta: dharmacakṣus). Seorang pemasuk arus dijamin meraih
pencerahan setelah tidak lebih dari tujuh kali kelahiran kembali, atau mungkin
kurang. Pemasuk arus juga dapat berkeyakinan bahwa ia tidak akan terlahir dalam
keadaan atau kelahiran (sebagai binatang, preta, atau di neraka). Ia hanya
dapat dilahirkan kembali sebagai manusia atau di surga.
**Sakadagami
Tingkatan
kedua adalah Sakadagami (dalam bahasa Pali:Sakadāgāmī ; Sanskerta:Sakṛdāgāmin)
yang secara harafiah berarti "ia yang sekali (sakṛt)
kembali(āgacchati)". Seorang kembali-sekali akan kembali ke alam manusia
hanya satu kali lagi, dan meraih Nirwana dalam kehidupan tersebut.
***Anagami
Tingkatan
ketiga adalah Anāgāmī (dalam bahasa Pali); (Sanskerta: Anāgāmin), yang secara
harafiah berarti "ia yang tidak (an-) kembali (āgacchati)". Seorang
yang tidak kembali lagi tidak kembali ke alam keberadaan manusia, atau dunia
yang lebih rendah, setelah kematian. Akan tetapi, ia terlahir kembali di alam
Rūpaloka yang disebut alam Śuddhāvāsa, atau "Indraloka", dimana ia
akan mencapai Nirwana (dalam bahasa Pali dikenal dengan sebutan Nibbana),
beberapa akan terlahir kedua kali di alam "Indraloka" yang lebih
tinggi, tetapi tidak terlahir di tingkatan yang lebih rendah. Seorang Anāgāmī telah
melepaskan lima belenggu rendah yang mengikat lingkaran akan kelahiran kembali.
Seorang Anāgāmī dengan demikian telah tercerahkan sebagian, dan berada pada
jalur pencerahan yang sempurna.
****Arahat
Tingkat keempat adalah Arahat, seorang manusia yang telah tercerahkan
sepenuhnya, yang telah meninggalkan seluruh belenggu, dan pada saat meninggal
(Sanskrit: Parinirvāṇa ; Pāli: Parinibbāna) tidak akan terlahirkan kembali di
dunia manapun, dan telah meninggalkan Saṃsāra sepenuhnya
d.
SEKTE AGAMA BUDDHA[18]
Agama buddha memiliki banyak sekte,, beberapa
dari sekte Agama Buddha tersebut seperti dibawah ini :
1. Theravadino (Theravada)
2. Vajjiputtaka (Vatsiputriya)
3. Mahimsasaka (Mahisasaka)
4. Dhammuttariya (Dharmotariya)
5. Bhaddayanika (Bhadrayanika)
6. Channagarika (Sannagarika)
7. Sammitiya (Sammitiya)
8. Sabbatthivada (Sarvastivada)
9. Dhammaguttika (Dharmaguptaka)
10. Kassapiya (Kasyapiya)
11. Sankantika (Samkrantika)
12. Suttavada (Sutravadin)
13. Mahasangitikaraka (Mahasanghika)
14. Gokulika (Kukkulika)
15. Ekabyoharika (Ekavyavaharika)
16. Bahussutaka (Bahusrutaka)
17. Pannatti-vada (Prajnaptivada)
18. Cetiya-vada (Caitika)
e.
KITAB SUCI AGAMA BUDDHA[19]
Kitab suci agama Buddha yang paling tua yang diketahui hingga sekarang
tertulis dalam bahasa Pali dan Sansekerta,
terbagi dalam tiga kelompok besar yang dikenal sebagai “pitaka” yang berarti “keranjang”, yaitu :
1. Vinaya Pitaka.
2. Sutta Pitaka.
3. Abhidhamma Pitaka.
Oleh karena itu Kitab Suci agama Buddha dinamakan Tipitaka dalam bahasa Pali atau Tripitaka dalam bahasa
sansekerta.Di antara kedua versi Pali dan Sansekerta itu, pada
dewasa ini hanya Kitab Suci Tipitaka yang masih terpelihara secara lengkap, dan
Tipitaka ini pulalah yang merupakan kitab suci bagi agama Buddha mazhab
Theravada
f.
FILOSOFI AGAMA BUDDHA[20]
Pengalaman pencerahan (Penerangan Sempurna) secara garis besar ada dua
pendekatan. Yaitu: pendekatan objektif dan pendekatan subjektif. Pendekatan
obyektif adalah untuk mengetahui apa-apa yang dinyatakan oleh Sang Buddha
setelah memperoleh pengalaman itu dan memahaminya sebagai pembentukan
dasar-dasar ajaran beliau. Pendekatan secara subjektif adalah mempelajari
(examine) sabda-sabda Sang Buddha sebagai refleksi yang bersifat metafisika,
maka pendekatan subjektif bersifat psikologi atau eksistensi. Dalam pendekatan
objektif dapat diberikan contoh tentang pendapat yang beraneka ragam mengenai
ajaran anatta (anatman) dari Sang Buddha yang merupakan ajaran tentang
bukan-aku (non ego).
Dalam filsafat agama Buddha ini terdapat satu istilah yang penting yaitu
Panna (Pali) atau Prajna (Sansekerta). Dalam Bahasa Inggris: "kebijaksanaan'",
makna yang terkandung dalam istilah di atas adalah melihat atau memahami
pencerahan/penerangan sempurna itu dilakukan melalui
"mata/panna/prajna". Pengalaman Pencerahan (Penerangan Sempurna),
Dalam bahasa kias dikatakan bahwa untuk dapat mencapai pantai seberang dari samsara,
diperlukan "mata panna/prajna". Dan pantai seberang itu akan terlihat
sebagai Kusunyataan (Ultimatum Reality). Segala sesuatu dilihat sebagai
sedemikian atau secara murni dan benar. Hal tersebut akan dicapai oleh siapapun
juga yang pikirannya terbebas dari segala sesuatu (sabbattha vimuttamanasa),
tidak terikat pada kelahiran dan kematian, tidak lagi hanyut dalam
ketidak-kekalan masa lalu-kini-yang akan datang.
BAB III - HUBUNGAN
DENGAN AGAMA LAIN
Hubungan antara Kristen dan Buddha, dijabarkan
melalui dua sisi, yakni pengalaman hidup identik, dan ajaran identik,
Pengalaman Hidup Identik
Pengalaman Hidup Identik
i)
Buddha lahir dari Mahamaya
perawan, yang dianggap sebagai "Ratu Surga." Dekan Milman, dalam
bukunya "Sejarah Kristen," menyatakan bahwa "Buddha, menurut
sebuah tradisi yang dikenal di Barat, dilahirkan dari seorang perawan"
(Vol. I, hal 99, catatan). Maria dan Mahamaya semua melahirkan anak mereka di
antara orang asing. Dia dikunjungi oleh orang bijak yang mengakui keilahian
anak. Dia dari keturunan kerajaan dan kelahirannya diumumkan oleh bintang.
ii)
Misi dari Buddha dan Yesus
diproklamasikan oleh suara dari surga.
iii) Buddha
"sekitar 30 tahun" ketika dia memulai pelayanannya. Dia berpuasa
"tujuh kali tujuh malam dan hari." Dia memiliki "band
murid" yang menemaninya. Ia berkelana dari satu tempat ke tempat dan
"diberitakan kepada orang banyak yang besar
iv)
Buddha merumuskan
perintah-perintah berikut. "Tidak membunuh, tidak mencuri, tidak
berbohong, tidak berzinah, untuk tidak menggunakan minuman keras." Ini
adalah pengajaran yang sama yang diucapkan Yesus: "Jangan berzinah, jangan
membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan
ibumu." (Lukas 18:20)
v)
Seorang pelacur bertobat, Maria
Magdalena, mengikuti Yesus. Seorang pelacur bertobat, Ambapali, diikuti Buddha.
vi)
Dia mengajarkan kesucian,
kesederhanaan, toleransi, kasih sayang, cinta, dan kesetaraan semua.
vii)
Keduanya menyatakan kerajaan
bukan dari dunia ini. Kehidupan abadi yang dijanjikan oleh Kristus sesuai
dengan kedamaian abadi, Nirvana, yang dijanjikan oleh Buddha.
viii)
Keduanya dimuliakan di mount.
ix)
Keduanya membuat entri
kemenangan, Kristus ke Yerusalem, dan Buddha ke Rajagriba.
x)
Buddha adalah untuk kembali ke
bumi lagi untuk mengembalikan dunia untuk ketertiban dan kebahagiaan.
xi) Dia
adalah hakim orang mati.
Ajaran Identik
i)
"Apakah
kepada orang lain seperti Anda ingin mereka lakukan padamu." (Lukas 6:31)
"Pertimbangkan orang lain seperti dirimu sendiri." (Dhammapada 10:1)
ii)
"Jika seseorang menampar
pipi, menawarkan lain juga." (Lukas 6:29)
"Jika ada yang harus memberikan pukulan dengan tangannya, dengan tongkat, atau dengan pisau, Anda harus meninggalkan segala keinginan dan mengucapkan kata-kata yang jahat tidak ada." (Majjhima Nikaya 21:6)
"Jika ada yang harus memberikan pukulan dengan tangannya, dengan tongkat, atau dengan pisau, Anda harus meninggalkan segala keinginan dan mengucapkan kata-kata yang jahat tidak ada." (Majjhima Nikaya 21:6)
iii) "Masukkan
pedang itu kembali ke tempatnya, karena semua orang yang mengambil pedang akan
binasa oleh pedang." (Matius 26:52)
"Meninggalkan mengambil kehidupan, pertapa Gautama berdiam menahan diri dari mengambil hidup, tanpa tongkat atau pedang." (Digha Nikaya 01:01:08)
"Meninggalkan mengambil kehidupan, pertapa Gautama berdiam menahan diri dari mengambil hidup, tanpa tongkat atau pedang." (Digha Nikaya 01:01:08)
iv) "Inilah
perintah-Ku, bahwa kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu
Tidak ada yang kasih yang lebih besar dari ini, untuk meletakkan kehidupan
seseorang untuk teman seseorang.." (Yohanes 15:12-13)
"Sama seperti seorang ibu akan melindungi anak satu-satunya dengan risiko hidupnya sendiri, meskipun demikian, menumbuhkan hati yang tak terbatas terhadap semua makhluk Biarkan pikiran Anda cinta tak terbatas meliputi seluruh dunia.." (Sutta Nipata 149-150)
"Sama seperti seorang ibu akan melindungi anak satu-satunya dengan risiko hidupnya sendiri, meskipun demikian, menumbuhkan hati yang tak terbatas terhadap semua makhluk Biarkan pikiran Anda cinta tak terbatas meliputi seluruh dunia.." (Sutta Nipata 149-150)
v) "Berbahagialah
kamu yang miskin, untuk Anda adalah kerajaan Allah." (Lukas 6:20)
"Marilah kita hidup yang paling bahagia, memiliki apa-apa, mari kita makan sukacita, seperti dewa berseri-seri." (Dhammapada 15:4)
"Marilah kita hidup yang paling bahagia, memiliki apa-apa, mari kita makan sukacita, seperti dewa berseri-seri." (Dhammapada 15:4)
vi) "Jika
Anda ingin menjadi sempurna, pergi menjual harta benda Anda, dan memberikan
uang kepada orang miskin, dan engkau akan beroleh harta di surga."
(Matt.19: 21)
"Para tamak tidak pergi ke surga, orang bodoh tidak memuji amal Yang bijaksana,. Namun, bersukacita dalam amal, menjadi demikian bahagia dalam di luar." (Dhammapada 13:11)
"Para tamak tidak pergi ke surga, orang bodoh tidak memuji amal Yang bijaksana,. Namun, bersukacita dalam amal, menjadi demikian bahagia dalam di luar." (Dhammapada 13:11)
vii) "Setiap
orang yang hidup dan percaya pada saya tidak akan pernah mati." (Yohanes
11:26)
"Mereka yang memiliki iman yang cukup dalam diriku, cinta yang cukup bagi saya, semua menuju surga atau di luar." (Majjhima Nikaya 22:47)
"Mereka yang memiliki iman yang cukup dalam diriku, cinta yang cukup bagi saya, semua menuju surga atau di luar." (Majjhima Nikaya 22:47)
viii)
"Serigala punya liang, dan burung-burung
di udara memiliki sarang, tetapi Anak Manusia memiliki tempat untuk meletakkan
kepalanya." (Matius 8:20)
"Para bijaksana mengerahkan diri mereka sendiri, mereka tidak senang tinggal suatu Seperti angsa yang telah meninggalkan danau mereka meninggalkan rumah mereka dan rumah.." (Majjhima Nikaya)
"Para bijaksana mengerahkan diri mereka sendiri, mereka tidak senang tinggal suatu Seperti angsa yang telah meninggalkan danau mereka meninggalkan rumah mereka dan rumah.." (Majjhima Nikaya)
ix) "Berbahagialah orang yang suci hatinya,
karena mereka akan melihat Allah." (Mat. 5:8)
"Siapa pun yang masuk ke dalam meditasi pada kasih sayang dapat melihat Brahma dengan matanya sendiri, berbicara dengan dia muka dengan muka dan berkonsultasi dengannya." (Digha Nikaya 19:43)
"Siapa pun yang masuk ke dalam meditasi pada kasih sayang dapat melihat Brahma dengan matanya sendiri, berbicara dengan dia muka dengan muka dan berkonsultasi dengannya." (Digha Nikaya 19:43)
x) "Meskipun pintu ditutup, Yesus datang dan
berdiri di antara mereka." (Yohanes 20:26)
"Dia pergi tanpa hambatan melalui dinding." (Anugattara Nikaya 3:60)
"Dia pergi tanpa hambatan melalui dinding." (Anugattara Nikaya 3:60)
xi) "Dan
setelah enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, dan Yakobus, dan Yohanes, dan
membawa mereka naik ke sebuah gunung yang tinggi oleh mereka sendiri: dan dia
berubah rupa di depan mereka, dan pakaiannya menjadi bersinar, putih seperti
salju melebihi, maka karena tidak ada lebih lengkap di Bumi dapat putih mereka.
" (Markus 9:2-3)
"Ananda, setelah diatur satu set jubah emas pada tubuh Tuhan, mengamati bahwa terhadap tubuh Tuhan itu muncul tumpul Dan dia berkata,." Sangat mengagumkan, Tuhan, suatu perbuatan ajaib bagaimana kulit Tuhan jelas dan terang muncul! Ini terlihat lebih cerah daripada jubah keemasan di mana ia berpakaian "(Digha Nikaya 16:04:37).
"Ananda, setelah diatur satu set jubah emas pada tubuh Tuhan, mengamati bahwa terhadap tubuh Tuhan itu muncul tumpul Dan dia berkata,." Sangat mengagumkan, Tuhan, suatu perbuatan ajaib bagaimana kulit Tuhan jelas dan terang muncul! Ini terlihat lebih cerah daripada jubah keemasan di mana ia berpakaian "(Digha Nikaya 16:04:37).
Sang Buddha dalam Al Quran.
Tidak
ada kata-kata “Buddha” dalam Al Quran, namun para sejarawan dan peneliti
mengaitkan beberapa ayat Al-Quran dengan Sang Buddha.
Demi (buah) Tin (fig) dan
(buah) Zaitun, dan demi bukit Sinai, dan demi kota (Mekah) ini yang aman,
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari)
pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah Hakim
yang seadil-adilnya? (Quran Surat at-Tin (95) : 1)
Buah
Zaitun melambangkan Yerusalem, Yesus dan Kristianitas.
Bukit
Sinai melambangkan Musa dan Yudaisme.
Kota
Mekah menyimbolkan Islam dan Muhammad.
Lantas
pohon Tin (fig) melambangkan apa?
Tin = fig = Pohon Bodhi.
Pohon
Bodhi adalah tempat Sang Buddha mencapai Penerangan Sempurna. Ada
penafsir-penafsir zaman sekarang sebagaimana disebutkan oleh al-Qasimi di dalam
tafsirnya berpendapat bahwa sumpah Allah dengan buah tin yang dimaksud ialah
pohon Bodhi. Prof. Hamidullah juga mengatakan bahwa perumpamaan pohon (buah)
tin (fig) di dalam Quran ini merepresentasikan Sang Buddha, sehingga
menunjukkan bahwa Sang Buddha diakui sebagai nabi di dalam agama Islam. Hamid
Abdul Qadir, sejarawan abad 20 mengatakan dalam bukunya :
“Buddha Yang Agung: Riwayat
dan Ajarannya” (Arabic: Budha al-Akbar Hayatoh wa Falsaftoh), bahwa Sang Buddha adalah
nabi Dhul Kifl, yang berarti “ia yang berasal dari Kil”. Nabi Dhul Kifl
disebutkan 2 kali dalam Quran:
Dan (ingatlah kisah) Ismail,
Idris dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar. QS.
al-Anbiya (21) : 85
Dan ingatlah akan Ismail,
Ilyasa, dan Dzulkifli (Dhul Kifl). Semuanya termasuk orang-orang yang paling
baikQS. Shad (38) : 48
“Kifl”
adalah terjemahan Arab dari Kapilavastu, tempat kelahiran Sang Bodhisattva. Mawlana
Abul Azad, teolog Muslim abad 20 juga menekankan bahwa Dhul Kifl dalam Al Quran
bisa saja adalah Buddha. Pandangan para tokoh Muslim pada Sang Buddha dan
Teks-teks Buddhis di Dunia Muslim Sejarawan Muslim yang terkenal, Abu Rayhan
Al-Biruni (973–1048) yang pergi ke India dan menetap di sana selama 13 tahun
untuk mengenal bangsa India dan mempelajari teks-teks Sansekerta mendefinisikan
Sang Buddha sebagai seorang nabi. Pada waktu dinasti Ghaznavid, sejarawan
Persia Al Biruni menemani Mahmud dari Ghazni pada abad 11 M di mana Mahmud
menyerang India. Dalam buku Sejarah India (Kitab al-Hind) yang ditulisnya, Al
Biruni memuji Sang Buddha dan ajarannya. Al Biruni juga menulis sebuah teks
yang berkisah tentang ukiran Buddha di Bamiyan. Ibn al-Nadim (995 M), penulis
kitab Al-Fihrist, berkata: Orang-orang ini (Buddhis di Khurasan) adalah yang
paling dermawan di antara seluruh penghuni bumi dan semua kaum agama. Ini
dikarenakan nabi mereka, Budhasaf (Bodhisattva) telah mengajarkan pada mereka
bahwa dosa yang terbesar, di mana tidak diperbolehkan untuk berpikir atau
melakukan, adalah perkataan “tidak”. Maka dari itu mereka bertindak sesuai
anjuran-Nya dan mereka menmganggap perkataan “tidak” sebagai tindakan Satan.
Inti ajaran agama mereka (Buddha) adalah untuk membasmi Satan.
Sejarawan
Muslim bernama Abu Ja`far Muhammad ibn Jarir al-Tabari (839-923 M), menyebutkan
bahwa rupang-rupang Buddha dibawa dari Kabul, Afghanistan ke Baghdad pada abad
ke-9 M. Juga dilaporkan bahwa rupang-rupang Buddha dijual di sebuah vihara
Buddhis dekat masjid Makh di pasar kota Bukhara (Uzbekistan). Pada abad ke-9 M,
seorang dari Baghdad menterjemahkan kisah Sang Buddha ke dalam bahasa Arab
yaitu dalam Kitab al Budasaf wa Balawhar yaitu “Buku Bodhisattva dan (gurunya)
Balawhar” yang ditulis Aban Al-Lahiki (750-815 M) di Baghdad. Teks ini kemudian
diterjemahkan lagi dalam bahasa Yunani dan Georgia, terkena pengaruh Kristiani
dan akhirnya menjadi Kisah St. Barlaam dan Josaphat.
Catatan
sejarah Muslim tentang agama Buddha dapat ditemukan di Kitab al-Milal wa Nihal
yang berarti “The Book of Confessions and Creeds” yang ditulis oleh Muhammad
al-Shahrastani (1076–1153 M) di Baghdad pada masa Dinasti Seljuk. Kitab sejarah
yang ditulis oleh Al-Shahrastani tersebut adalah kitab yang paling akurat dalam
dunia pendidikan Muslim ketika menjelaskan agama Buddha di India.
Al-Shahrastani menjelaskan agama Buddha sebagai agama “pencarian kebenaran
dengan kesabaran, memberi dan ketidakmelekatan” yang “dekat dengan ajaran Sufi
(mistisisme Islam)”. Al-Shahrastani memperbandingkan Sang Buddha dengan Al
Khidr (Eliyah), tokoh dalam Al-Quran, sebagai dua orang yang sama-sama mencari
pencerahan. Al-Shahrastani juga memperbadningkan Buddha dengan Bodhisattva
(Budhasf). Ia memberikan catatan yang mendeskripsikan penampilan dari para Buddhis
(asahb al bidada) di India dan memberikan perhatian yang lebih tentang agama
Buddah di India beserta ajaran-ajarannya.
Di
dalam dunia Arab, juga muncul kitab riwayat Buddha yang bernama Kitab Al-Budd.
Kitab Al-Budd ini didasarkan atas kitab Jatakamala dan Buddhacarita. Pada abad
ke-8 M, Caliph al-Mahdi, dan Caliph al-Rashid mengundang para pelajar Buddhis
dari India dan Nava Vihara di Balkh ke “Rumah pengetahuan” (Bayt al-Hikmat) di
Baghdad. Ia memerintahkan para pelajar Buddhis untuk membantu penerjemahan
teks-teks pengobatan dan astronomi dari Sansakerta ke bahasa Arab. Ibn al-Nadim
pada abad ke 10 M, Buku Katalog (Kitab al-Fihrist), juga memberikan daftar
teks-teks Buddhis yang diterjemahkan dan ditulis dalam bahasa Arab pada masa
itu, seperti Kitab Al-Budd (Buku Sang Buddha). Keluarga Barmakid mempunyai
pengaruh di istana Abbasid sampai pada pemerintahan Caliph Abbasid yang
keempat, Harun al-Rashid (r. 786-809 M) dan perdana menterinya yaitu Yahya ibn
Barmak adalah cucu Muslim dari salah satu kepala administrator Buddhis dari
Nava Vihara di Balkh, Afghanistan. Yahya mengundang para pelajar Buddhis,
terutama dari Kashmir untuk datang ke “Rumah pengetahuan” di Baghdad. Tidak ada
kitab-kitab ajaran Buddha yang diterjemahkan dari Sansekerta ke bahasa Arab.
Namun lebih fokus terhadap penterjemahan teks-teks pengobatan Buddhis seperti
Siddhasara yang ditulis Ravigupta. Penulis Umayyad Arab yang bernama Umar ibn
al-Azraq al-Kermani tertarik untuk menjelaskan agama Buddha pada penonton
Islam. Pada permulaan abad ke-8 M, ia menulis sebuah catatan yangs angat detail
tentang Nava Vihara di Balkh, Afghanistan dan tradisi Buddhis di sana. Ia
menjelaskan dengan memperlihatkan kesamaannya dengan agama Islam. Maka dari itu ia mendeskripsikan vihara tersebut
sebagai sebuah tempat yang di tengahnya terdapat kotak batu (stupa) yang
ditutupi kain dan para umat bersujud dan bernamaskara, mirip seperti Kabah di
Mekah.
Tulisan-tulisan Al-Kermani tersimpan dalan karya abad 10 M yaitu dalam “Buku
Lahan” (Kitab al-Buldan) yang ditulis oleh Ibn al-Faqih al-Hamadhani.
Al-Ihranshahri
(abad 9 -10 M) memberikan detail kosmologi Buddhis namun hilang dan beberapa
digunakan oleh Al-Biruni. Penulis Kitab al-bad wa-‘l-ta’ rich yang ditulis pada
tahun 966 M mendeskripsikan tentang ajaran Buddha tentang kelahiran kembali.
Ibn al Nadim menyebut Budhasf (Bodhisattva) sebagai nabi darti Sumaniyya
(Sramana) yang berarti para bhiksu Buddhis. Sujmaniyya ini dijelaskan oleh kaum
Muslim sebagai masyarakat agama yang tinggal di Timur sebelum kedatangan
agama-agama yang diwahyukan, yang berarti di Negara Iran sebelum kemunculan
Zarathustra, India dan Tiongkok. Agama Buddha sebagai Sumaniyya dijelaskan oleh
umat Muslim pada saat itu sebagai agama penyembah berhala dan penganut paham
kekekalan, kosmologi particular dan tumimbal lahir (tanasukh al-arwah). Agama
Sumaniyya juga dideskripsikan sebagai agama yang skeptis, menolak argument
(nazar) dan pemikiran logis (isitidlal). Klaim ini sungguh aneh, karena agama
Buddha tidak menolak argument sama sekali, bahkan dalam agama Buddha ditekankan
pemikiran yang logis.
Catatan
Kamalashri tentang agama Buddha, ada di bagian akhir Jami al-Tawarikh atau
Sejarah Dunia dari Rashid al-Din (1247 - 1318), yang mendeskripsikan secara
menyeluruh, dan karya tulis ini ditulis oleh seorang Buddhis dengan menunjukkan
banyak aspek-aspek legendaris.
Dalam
Hindu, Buddha dipandang sebagai avatara ke-9. Setelah masa Krisna. Ia adalah
perwujudan dari Visnu untuk menegakkan kembali kebenaran yang telah banyak
dinodai oleh kebatilan. Beliau lahir dari seorang ayah yang beragama Hindu
(Sanathana Dharma) dan meninggalpun sebagai seorang penganut Sanathana Dharma. Beliau
adalah seorang pangeran dan pertapa Hindu yang berhasil mencapai pencerahan
(Buddha). Beliau mengejawantahkan inti sari pati Veda. Beliau sangat dekat
dengan rakyat dan kaum miskin. Bahasa yang digunakan dalam penyebaran
ajaran-ajaran Beliau, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh kaum fakir
miskin. Beliau menolak ketika murid-murinya yang dari kaum Brahmana memohon
ujin untuk menterjemahkan dalam bahasa Sanskertha.
Bahkan
suatu ketika Beliau rela menukar nyawanya dengan seekor domba saat ada orang
yang ingin mengorbankan domba untuk persembahan, Beliau mengatakan: “Bila
dengan membunuh domba engkau bisa mencapai realisasi, maka bunuhlah aku dengan
mengorbankan manusia tentu engkau akan mendapatkan tempat yang lebih mulia”..
The Buddha’s teaching formed
an integral part of Hinduism, which “owes on eternal debt of gratitude to that
great teacher,” who was “one of the greatest Hindu reformers,” a “Hindu of
Hindus.” He never rejected Hinduism but broadened its base. He made some of the
words of the Vedas yield meanings more relevant to the age. (Mahatma Ghandi)
Ghandi memandang Buddha adalah Hindu of Hindus,
Beliau tidak pernah menolak Hindu, tetapi Beliau menafsirkan Hindu dengan sudut
pandang yang berbeda yang lebih luas. Beliau menjelaskan Veda dengan kata-kata
yang sesuai dengan Jamannya. Beliau memiliki cinta kasih yang luar biasa, tak
terbatas oleh ruang dan waktu. Senantiasa memberikan contoh nyata dalam
kehidupan, Beliau mengajrkan pada kita bagaimana menjadi seorang Karma Yogi
sejati. “Do Good Be Good” Lakukan yang baik dan jadilah orang baik, salah satu
nasehat Beliau pada umat manusia untuk melepaskan diri dari keterikatan. Buddha mengajak kita jangan
terlalu mudah percaya pada segala sesuatu, tetapi selalu melakukan penyelidikan
untuk mengetahui kebenarannya. Bila sesuatu itu bermanfaat bagi dirimu dan
orang lain serta dunia, nah itulah yang kamu terima dan jalani. Tapi kalo hal
itu menyebabkan penderitaan bagi dirimu dan orang lain, hindarilah hal itu. Menurut tradisi Buddha,
tokoh historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari suku Sakya pada awal
masa Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang
bernama Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Ia juga
dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum Sakya").
Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di
bawah perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada
kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan
menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan
yang tak dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya
yang tak ada artinya lalu menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat
bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu mencari jalan tengah (majhima
patipada ). Jalan tengah ini merupakan sebuah kompromis antara kehidupan
berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang
terlalu menyiksa diri. Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak
akan pernah meninggalkan posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35
tahun, ia mencapai Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Buddha,
atau hanya "Buddha" saja, sebuah kata Sansekerta yang berarti
"ia yang sadar" (dari kata budh+ta). Untuk 45 tahun selanjutnya,
ia menelusuri dataran Gangga di tengah India (daerah mengalirnya sungai Gangga
dan anak-anak sungainya), sembari menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang
yang berbeda-beda.
Dr. Radhakrishnan. Dalam bukunya ''Indian
Religious'', ia menulis: 'Agama Buddha tidak mulai sebagai agama yang baru dan
berdiri sendiri. Agama Buddha adalah bagian kepercayaan kuno agama
Hindu...''(hal.104). Selanjutnya Beliau menulis: Buddha meninggalkan
jejak kakinya di atas tanah India dan capnya pada jiwa negara tersebut dengan
berbagai kebiasaan dan keyakinannya. Pada saat ajaran Buddha mengambil bentuk-bentuk
khusus di berbagai negara lain di dunia dalam penegasan tradisi-tradisi mereka
di sini, di rumah Buddha, ajaran tersebut telah meresap dan menjadi bagian utuh
budaya kita. Para Brahmana dan Sramana diperlakukan sama oleh Buddha dan kedua
tradisi tersebut berangsur-angsur bercampur. Dalam artian Buddha adalah
pencipta agama Hindu modern. Dalam kata pengantarnya, Bhupendra Kumar Modi
menulis, ''Perlu ditekankan bahwa Bhagavan Buddha adalah bagian tradisi
keagamaan Hindu dan tidak terlepas dari agama Hindu. Bhagavan Buddha lahir
sebagai orang Hindu dan sampai meninggal beliau tetap seorang Hindu yang
menafsirkan agama Hindu dari sebuah sudut pandang yang baru.''
Hinduisme tidak bisa hidup tanpa Buddhisme,
demikian pula sebaliknya Buddhisme tidak bisa hidup tanpa Hinduisme. Kemudian
menyadari apa yang memisahkan yang terlihat oleh kita, bahwa Budhisme tidak
dapat berdiri tanpa otak dan filsafat dari para Brahmin, demikian pula para
Brahmin tidak dapat berdiri tanpa hati Buddhisme. Pemisahan antara Buddhisme
dan Brahmin inilah penyebab kemerosotan India. Di Indonesia, Hindu dan
Buddha telah melebur menjadi satu melahirkan sebuah Negara yang kuat dimasa
keemasan Prabu Hayam Wuruk (Hindu) dengan patihnya Gajah Mada (Buddha). Mpu
Tantular dalam karyanya Sutasoma menuliskan: “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma
Mangrua”
Konghucu ajarannya lebih mengarah kepada hubungan
sosial kemasyarakatan yg penekanannya kepada Etika, Moral serta keserasihan di
masyarakat. Buddha ajaranya lebih mengarah kepada diri sendiri atau pengenalan
ke dalam diri dengan tujuan akhir jika sudah mengenal "Diri" sendiri
maka Etika, moral dll dengan sendirinya di dapatkan. Kongco ===> pangilan untuk
seseorang yg di "tua" kan /dihormati dan biasanya usianya sudah
"lanjut" tentunya dari sisi asam garam kehidupan sudah banyak di
dapatkan olehnya. Budhis ====> pangilan umat buddha
BAB IV - PENGARUH
AGAMA BUDDHA DALAM NKRI
1.
PENGARUH POSITIF[25]
a.
Berdirinya kerajaan-kerajaan seperti : Kerajaan Melayu,
Sriwijaya.
b.
Cerita Mahabarata dan Ramayana yang intinya
kejahatan pasti dapat di kalahkan oleh kebajikan.
c.
Bidang Kesenian Arsitektur (seni bangunan) Borobudur,
Mendut, Kalasan, Pawon, Sari dan Muara Takus. Wayang, tari, patung/ukiran.
d.
Tari: Tari Bali.
e.
Patung/ukiran: Relief candi borobudur.
f.
Bidang Sastra dan Bahasa : karya-karya sastra Jawa kuno, Huruf Nagari (dari India), Huruf Bali kuno (dari Indonesia).
b)
PENGARUH NEGATIF[26]
i)
Bidang Sosial, Buddha berpengaruh terhadap sistem
kemasyarakatan dan pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan asli Indonesia,
masyarakat Indonesia tersusun dalam kelompok-kelompok desa yang dipimpin oleh
kepala suku. Sistem itu kemudian terpengaruh oleh ajaran Hindu-Buddha,
ii)
Bidang sosial, Dikenalnya stratifikasi pada
masyarakat yang didasarkan pada sistem kasta
iii)
Bidang politik sistem pernerintahan kerajaan,
Raja sebagai penguasa diangkat secara turun-temurun..
BAB V – KESIMPULAN
Dalam
agama Buddha berbagai objek penghormatan yang terdapat pada altar Buddha
bukanlah sebagai media pemujaan terhadap Buddha. Buddha atau makhluk mana pun
tidak dapat mengabulkan permintaan seseorang atau pun melindunginya dari
hal-hal yang tidak diinginkan. Semua harapan akan hal-hal yang baik tersebut
apakah dibacakan dalam bentuk doa atau paritta akan terjadi bergantung pada
faktor keyakinan, karma, dan kekotoran batin diri sendiri. Semuanya hanyalah
sebagai pengingat akan ajaran Buddha, selain untuk menunjukkan seakan-akan
Buddha yang telah wafat lebih dari 2500 tahun lampau hadir di tengah-tengah
para umat-Nya.
Sebagai
penutup tulisan ini, kami ingin memberikan kutipan kata-kata Sang Buddha
tentang cara penghormatan yang benar terhadap Beliau saat menjelang wafat-nya:
“Pohon sala
kembar sekarang sedang penuh dengan bunga meskipun sekarang bukan musimnya
untuk berbunga, dan bunga-bunga tersebut jatuh bertaburan di atas tubuh Sang
Buddha sebagai penghormatan kepada Sang Buddha…. Namun demikian, Ananda, bukan
ini caranya memberikan penghormatan tertinggi kepada Sang Buddha. Tetapi,
Ananda, bila seorang bhikkhu, bhikkhuni, upasaka, atau upasika berpegang teguh
pada Dharma, hidup sesuai dengan Dharma, bertindak sesuai dengan Dharma, maka
orang-orang tersebut sesungguhnya telah memberikan penghormatan tertinggi
kepada Sang Buddha.” (Mahaparinibbana Sutta)
Dengan
demikian, segala ritual atau upacara Buddhis lengkap dengan pembacaan paritta
di depan altar Buddha walaupun dapat membangkitkan perasaan keyakinan religius
tertentu pada diri seorang Buddhis, namun sesungguhnya ini bukan penghormatan
tertinggi kepada Buddha sebagai guru junjungan agung. Penghormatan tertinggi
hanyalah dapat dilakukan dengan menjalankan ajaran Beliau dalam kehidupan
sehari-hari sesuai petunjuk Buddha sesaat sebelum wafat-Nya di atas.
DAFTAR PUSTAKA
[2] masa seratus tahun
[3] Sang buddha atau figur utama
dalam agama Buddha
[4] "Ajaran Sesepuh" atau
"Pengajaran Dahulu", merupakan ajaran tertua Agama Buddha yang masih
bertahan
[5] Ajaran buddha yang merujuk
kepada tingkat motifasi spiritual
[6] merupakan ajaran yang berkembang
dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi. Dalam ajaran Wajrayana,
latihan meditasi sering di barengi dengan visualisasi
[8] Sebuah komuniti suku di Nepal
[9] Berjanji hendak atau berNazar
[10] Aliran buddha yang mempercayai
buddha si penemu kebenaran
[11] Point 2.a.
[12] Point 2.a.
[14] Peringatan 10 tahun kematian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar