Senin, 07 Oktober 2013

SEMESTER 2 (Metamorfosis Kekristenan di Kekaisaran Romawi)


II.5. Metamorfosis Kekristenan di Kekaisaran Romawi

a. Konstantinus Agung, Kaisar yang bertobat


Pada tahun 305 M, Diocletianus turun dari tahta. Wilayahnya dikuasai oleh Galerius. Ketika Galerius memerintah, ia mengeluarkan sebuah perintah yang berbunyi bahwa orang Kristen berhak memperoleh kebebasan asalkan mereka mau mendoakan bagi keselamatan Kaisar dan Negara. Namun, di lain pihak, Galerius juga masih mengadakan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen, terutama orang-orang Kristen yang berada di wilayah timur kekaisaran.
Kemudian, dalam perkembangannya, secara politis, wilayah kekaisaran Romawi terpecah menjadi dua, yaitu wilayah barat dan wilayah timur. Wilayah barat dikuasai oleh Constantinus Chlorus, sedangkan wilayah timur dikuasai oleh Maxentius (mungkin dia ini pengganti Galerius). Saat Constantinus Chlorus wafat, tahtanya diambil alih oleh anaknya, yaitu Constantinus Agung. Pada zaman Constantinus Agung inilah, kekaisaran Roma dapat kembali bersatu lagi karena ia berhasil menumbangkan kekuasaan kekaisaran di wilayah Timur.
Ketika Constantinus Agung menjadi penguasa tunggal di kekaisaran Romawi, ia mulai menghentikan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Ada tiga hal yang mempengaruhi dirinya memutuskan untuk menghentikan penganiayaan ini, yaitu:
1. Ibunya sendiri, St. Helena, adalah seorang pengikut Kristus yang saleh.
2. Setiap dalam pertempuran melawan musuh-musuhnya, ia selalu mengalami kemenangan. Kemenangan ini dipahaminya karena berkat dari tanda salib yang selalu ia pakai dalam setiap pertempuran.
3. Ia melihat bahwa kehidupan rohani bangsa Roma semakin mundur. Dari situ, ia menyimpulkan bahwa agama kafir yang selama ini dipakai sebagai dasar kerohanian negara sudah tidak cocok lagi. Ia memutuskan untuk mengganti nilai-nilai kekafiran itu dengan nilai-nilai yang ditawarkan oleh Gereja. Ia melihat orang Kristen tetap tabah menghadapi berbagai macam penganiayaan. Orang Kristen memiliki vitalitas hidup dan rasa solidaritas yang tinggi.

b. Segi Positif dan Negatif Pertobatan Kaisar


Selama masa pemerintahan Constantinus Agung, banyak hal yang menguntungkan Gereja tetapi juga sekaligus merugikan Gereja. Beberapa hal yang menguntungkan Gereja:
1. Pada tahun 313 M, Constantinus Agung mengeluarkan suatu keputusan yang sangat terkenal, yaitu Edik Milano. Edik Milano ini berisikan tentang keputusan Kaisar untuk memberikan kebebasan beribadat kepada semua agama yang ada di wilayah kekaisaran Romawi. Itu berarti bahwa Kristen yang juga menjadi salah satu agama di kekaisaran Romawi, memperoleh imbasnya. Kristen menjadi agama resmi dan dengan begitu, orang-orang Kristen memiliki kebebasan lagi untuk beribadat.
2. Gereja mendapatkan perlindungan dari Kaisar untuk bebas dari berbagai macam bentuk penganiayaan dan diskriminasi. Gereja berubah dari minoritas terhina menjadi badan hukum yang terhormat.
3. Pembangunan Gereja terjadi secara megah dan besar-besaran.
4. Struktur peribadatan mendapatkan bentuk yang lebih mereiah karena ada unsur-unsur upacara kekaisaran yang dimasukkan dalam liturgi Gereja.
5. Jumlah penganut Kristen semakin berkembang pesat.
6. Para pejabat Gereja mendapatkan jaminan sosial dari Kaisar.

Namun, di lain sisi, pertobatan Kaisar juga membawa dampak negatif bagi kekristenan. Dampak negatif itu adalah:
1. Kaisar meneruskan kebiasaan tradisional sebagai pontifex maximus.
2. Muncul Caesaropapisme: Kaisar berperan sebagai Pemimpin pemerintah dan Pemimpin Gereja.
3. Gereja menjadi kendaraan politik Kaisar.
4. Kaisar menganiaya kelompok kafir dengan mengatasnamakan sebagai pembela Gereja.
5. Kaisar mencampuri urusan intern Gereja, termasuk dalam hal ajaran iman Gereja.

Perkembangan Gereja ini mencapai suatu bentuk yang tertinggi ketika Kaisar Theodosius I menetapkan agama Kristen sebagai satu-satunya agama yang diperbolehkan di kekaisaran Roma (380 M). Hal ini disebabkan karena rasa tanggung jawab Kaisar terhadap agama Kristen yang sudah dijadikan kambing hitam oleh para pendahulunya. Akibatnya, agama kafir menjadi semakin tersingkir di wilayah kekaisaran Romawi.

c. Interpretasi Pertobatan Kaisar


Proses pembalikan nasib kekristenan itu, pada hakikatnya telah mengizinkan Gereja untuk bergerak bebas baik secara intern (melakukan tata peribadatan dan pendidikan iman dengan bebas) maupun secara ekstern (Gereja semakin memiliki pengaruh dalam masyarakat). Tetapi, pada waktu yang sama, kekristenan kehilangan kejernihan dan ketegangan asalinya. Kristianisme cenderung menjadi suatu agama dari lingkungan dan hirarki Gereja malah terkait dengan penguasa politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar