TUGAS
LAPORAN BACAAN
BUKU:
PAK Dewasa
Puji dan Syukur kepada Yesus Kristus,
karena atas pertolongan-Nya Tugas Laporan Bacaan ini dapat terselesaikan.
Laporan Bacaan ini saya sampaikan kepada pembina mata kuliah PAK Dewasa, Ibu
Sannur Tambunan, M.Th., Sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah
tersebut. Adapun buku yang dijadikan sebagai Tugas Laporan Bacaan, adalah:
Judul
Buku : PAK Dewasa
Penulis : Pdt. Dr. Daniel
Nuhamara, M.Th.
Penerbit : Jurnal Info Media,
Bandung (2008, Cetakan Ke-1)
Jumlah
halaman : 108 Halaman
Sumber
Buku : Perpustakaan STT.
BASOM
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam pelayanan kategorial yang diadakan
didalam gereja, tentu sekali ada signifikansinya. Demikian halnya dengan
pendidikan terhadap orang dewasa, ada siginifikansi penting dalam pendidikan
orang dewasa, yakni:
1)
Orang
dewasa masih membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka
dapat hidup sebagai orang Kristen yang bertanggung jawab dalam dunia kerjanya
(dalam profesi apapun).
2)
Orang
dewasa perlu terus dididik agar ia semakin mampu dan terdorong untuk terus
mengemban misi/tugas gereja agar terlibat dalam pelayanan, kesaksian, dan
persekutuan.
3)
Orang
dewasa perlu diperlengkapi dengan pemahaman terhadap permasalahan kekristenan,
ditinjau dari perspektif Alkitab, dan orang dewasa didorong untuk mampu dalam
penanggulangan masalah.
4)
Orang
dewasa perlu didukung dalam mengaktualisasikan diri dan menjalani hidup secara
bermakna, maka pendidikan orang dewasa sangat penting dalam rangka itu.
Istilah pendidikan orang dewasa sering
disebut dengan Adult Education, Continuing Education, Lifelong Learning
Education, ataupun Andragogy. Sehingga pendidikan orang dewasa menjadi sulit
didefenisikan, sehingga penulis melalui buku ini memberikan elemen-elemen kunci
tentang pendidikan orang dewasa, yakni:
1)
Keseluruhan
proses pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sengaja (sadar),
sistematis, dan terus-menerus atau bekelanjutan.
2)
Dilakukan
oleh gereja baik sebagai persekutuan iman, maupun organisasi pendidikan lainnya
organisasi para church (organisasi Kristen) maupun lembaga pendidikan Teologi.
3)
Ditujukan
kepada warga gereja atau jemaat atau orang Kristen yang secara usia telah
mempunyai peranan social dan merupakan kelanjutan dari pendidikan anak, remaja
dan pemuda.
4)
Bertujuan
baik untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, peningkatan keterampilan,
kepekaan, sikap dan nilai-nilai kristiani.
5)
Merancang
dan membangun program dan pelaksanaannya mempertimbangkan apa yang disebut
andragogy.
6)
Apabila
kita memasukkan perspektif “transformatif learning” maka tekanan pada
transformasi perspektif yang kemudian menyumbang pada transformasi social juga
perlu menjadi perhatian.
Dalam mewujudkan tugasnya, kita akan
melihat bentuk pendidikan dewasa yang dilaksanakan oleh gereja, baik itu dalam
bentuk pembinaan.
1)
Pada
level jemaat lokal: misalnya kelompok PA yang rutin, pembinaan guru sekolah
minggu atau pemimpin remaja, persekutuan kaum wanita dan persekutuan kaum pria.
2)
Pada
level klasis dan sinode: membentuk komisi atau deputat pembinaan warga gereja.
3)
Pada
level sekolah atau pendidikan teologi: mengadakan penataran, lokakarya, dan
seminar.
4)
Pada
level lembaga-lembaga pendidikan dan pembinaan kader atau warga gereja,
seperti: LPK, PPAG, IPPTh Balewiyata, Bina Dharma, Bindik PGI, Komisi
Pendidikan, CCA, Komisi Pendidikan WCC, dan lain-lain.
BAB 2
PAK DEWASA SUATU
TINJAUAN HISTORIS
A.
BEBERAPA KONSEP
TENTANG BELAJAR
Belajar merupakan suatu perubahan
(apapun) dalam kognisi, afeksi, dan keterampilan yang umum dari proses belajar.
Orang dewasa dapat belajar:
1)
Sebagai
akibat dari suatu proses pengalaman yang random.
2)
Secara
insidental sebagai akibat dari partisipasi dalam suatu setting formal yang
tujuan utamanya bukan untuk pengajaran.
3)
Sebagai
akibat dari aktivitas yang dirancang sendiri atau proyek belajar individual.
4)
Melalui
keterlibatan dalam aktivitas pengajaran atau pendidikan.
B.
INSTITUSI
AGAMAWI DAN PENDIDIKAN/BELAJAR ORANG DEWASA
Model katekumenat adalah model yang
primer dari “adult learning” dalam sebagian besar sejarah kekristenan.Itu
berarti bahwa sebenarnya belajar untuk orang dewasa dalam gereja terjadi dan
dikembangkan diluar setting pendidikan dan pengajaran formal. Secara
Alkitabiah, kebenaran adalah sesuatu kualitas yang hanya dimiliki oleh Allah.
Sedangkan pengetahuan, menurut arti Alkitab tidak terutama berarti kemampuan
kognitif untuk memahami suatu prinsip abstrak, melainkan terutama untuk
mengalami seseorang atau sesuatu.Karena itulah hubungan seksual dalam Alkitab
disebut “mengenal seseorang”.Dalam peristiwa apapun, belajar secara agamawi
yang terjadi pada orang dewasa Kristen sepanjang sejarah adalah “learning by
doing religion” (belajar dengan mempraktikkan agamanya).Dukungan gereja
terhadap pendidikan (pengajaran yang sistematis) tidak dapat dipahami tanpa
memahami konteks Yunani-Romawi, sebab kekristenan sedikit banyak memperoleh
pengaruh dari kedua kebudayaan ini, khususnya dalam kaitannya dengan
pendidikan.Dalam tradisi Yahudi, keluarga adalah fokus utama.
C.
PENDIDIKAN ORANG
DEWASA SEBAGAI PENDIDIKAN TINGGI
Sekolah-sekolah Kristen berkembang
hampir sama dengan cara berkembangnya sekolah Yahudi.Umumnya, kurikulum
disekolah ini menekankan belajar Alkitab dan doktrin-doktrinnya.Mengikuti pola
Rabbinis dalam Yudaisme, pusat-pusat pendidikan lanjutan (Pendidikan Tinggi)
dimulai kurang lebih pada awal abad ke-2.Bentuk awal Perguruan Tinggi (sekolah
untuk karier intelektual) berpusat pada teologi, namun mulai merosot lagi pada
masa konstantinus.Pola ini berlanjut terus pada abad-abad pertengahan
(abad-abad kegelapan).Kebanyakan pendidikan orang dewasa dibatasi hanya pada
anggota-anggota luar biasa saja dan juga pada orang-orang dewasa yang terdiri
dari golongan-golongan pemimpin feodal masyarakat.Ketika banyak program
pendidikan agama dibangun untuk orang dewasa jelaslah pula betapa mudahnya
untuk memahami mengapa teologi begitu kuat ditekankan.
D.
PENEMUAN
ADULTHOOD (HAL ORANG DEWASA)
Masa dewasa (adulthood) ditemukan
bersamaan dengan penemuan masa kanak-kanak (childhood).Berkaitan dengan
perhatian yang diberikan kepada masa kanak-kanak, maka niat untuk mempelajari
secara mendalam dan sistematis tentang orang dewasa itu dimulai oleh Qoetelet
pada pertengahan abad XIX.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan
pendidikan orang dewasa mempunyai akar dari sekolah-sekolah Rabbinis dan
Akademi Kristen (Perguruan Tinggi Teologi Kristen).
BAB 3
WILAYAH
PERMASALAHAN PAK DEWASA
A.
PENDAHALUAN
McKenzie dalam rangka menyelidiki secara
lebih teliti terhadap gejala nonpartisipasi orang dewasa dalam PAK Dewasa
melakukan suatu penelitian dalam sejumlah jemaat. Hasil penelitiannya
mengungkapkan beberapa faktor penyebab, yakni:Kecenderungan menolak perubahan, Keterasingan,
Marginality, Social Nonaffiliation, Program Nonrelevane, Activity. Menurut
McKenzie akar persoalan dapat digolongkan dalam lima wilayah permasalahan.
Kebanyakan program PAK Dewasa dalam gereja:
1)
Didominasi
oleh golongan teolog dan majelis gereja (pejabat gereja).
2)
Lebih
menekankan pendidikan dengan tujuan formatif ketimbang pendidikan yang kritis.
3)
Terlalu
berpusat pada tema teologis dan kurang memperhatikan hal-hal lain yang juga
dibituhkan oleh orang dewasa.
4)
Dilaksanakan
oleh teolog-teolog yang dipersiapkan secara minim sekali dalam bidang
pendidikan sebagai suatu praktek sosial.
5)
Dibangun
tanpa dasar penelitian akan kebutuhan.
B.
PENENTUAN
PROGRAM OLEH PARA PEJABAT GEREJA
Gereja sebagai suatu persekutuan orang
percaya dipengaruhi oleh kasta yang muncul dalam masyarakat juga kasta dalam
zaman PL. ada golongan rohaniawan, teolog, pejabat gereja yang mempunyai kuasa
danada kelompok mayoritas yang tunduk pada kuasa tersebut. Ada lima alas an
pemilikan power menurut analisa French dan Raven:
1)
Expert
power (kuasa karena keahlian).
2)
Legitimate
power (kuasa yang disahkan).
3)
Coercive
power (kuasa menghukum).
4)
Reward
power (kuasa memberi imbalan).
5)
Referent
power (didasarkan pada identifikasi mereka yang dipengaruhi kelompok).
C.
PENDIDIKAN
FORMATIF DAN PENDIDIKAN KRITIS
Pendidikan formatif menekankan
penerimaan yang begitu saja tentang apa yang diberikan oleh pendidik. Sedangkan
pendidikan kritis menekankan pada pengujian yang evaluatif terhadap apa yang
diberikan. Pendidikan formatif dianggap sebagai suatu proses yang mana
seseorang peserta pendidik dibentuk oleh seorang guru/pengajar menurut beberapa
apriori atau model. Sedangkan pendidikan kritis adalah suatu proses dimana guru
dan pelajar terlibat dalam suatu pencarian yang sistematik terhadap isu-isu
yang dihadapi.
D.
FIKSASI TEOLOGIS
Fiksasi teologis ialah bahwa seluruh
tema dari program pendidikan orang dewasa itu hanya bersifat teologis dan
mengabaikan sama sekali hal-hal yang sekuler, padahal pengetahuan mengenai
keterkaitan antara hal-hal teologis dengan hal sekuler adalah suatu kebutuhan
bagi orang dewasa.Program jemaat untuk orang dewasa, yang secara eksplisit
menawarkan hanya hal-hal yang religious (agamawi) dan mengabaikan hal-hal yang
sekuler. Sejauh ini ada tiga permasalahan yang ditemukan, yakni: pendidik dalam
gereja menentukan tema pendidikan secara sepihak, tanpa memperhatikan kebutuhan
orang dewasa; pendidikan gereja bagi orang dewasa hanya bersifat formtif; serta
program pendidikan dewasa melulu hanya yang teologis.
E.
PERSIAPAN DARI
PARA PENDIDIK KRISTEN UNTUK ORANG DEWASA
Rata-rata pengajar di gereja mempunyai
gelar teologi, namun belum pernah mengadakan penelitian pendidikan, dan tidak
mempunyai kredibilitas dalam bidang profesional PAK Dewasa. Nampaknya ada tiga
alas an pokok mengapa para pendidik orang dewasa dalam gereja kurang memiliki
kredibilitas sebagai pendidik orang dewasa:
1)
Mereka
dianggap sebagai teolog-teolog yang kebetulan tertarik pada PAK Dewasa.
2)
Mereka
cenderung mengisolasikan diri dari bidang pendidikan orang dewasa yang umum.
3)
Mereka
menggunakan kata-kata atau istilah bahasa yang mendua arti sehingga kurang
komunikatif.
F.
PROGRAM DISUSUN
TANPA RISET (RESEARCH VACUUM)
Baik jurnal maupun majalah yang
diterbitkan untuk PAK Dewasa, dipenuhi dengan potongan-potongan pikiran dengan
spekulasi-spekulasi yang dibumbui dengan hal-hal teologis. Memang hal ini tidak
selalu salah, akan tetapi kurangnya penelitian empiris dalam bidang PAK Dewasa
dalam gereja menyebabkan hambatan yang besar untuk kemajuan yang substantif
dalam bisang tersebut.
G.
TINJAUAN ULANG
TERHADAP NONPARTISIPATIF
Gejala nonpartsispatif dalam jemaat
(orang dewasa) disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
1)
Keengganan
untuk berubah (resistance to change).
2)
Keterasingan
(alienation).
3)
Keterpinggiran
(marginality).
4)
Nonafiliasi
social.
5)
Tidak
relevannya program (programme nonrelevance).
6)
Kesibukan
kerja.
BAB 4
MENUJU SUATU
TEORI PAK DEWASA
A.
PENDAHULUAN
Ada yang mengartikan teori sebagai suatu
prisnsip, seperangkat prinsip, analisa dan seperangkat fakta, refleksi yang
sifatnya tidak praktis, suatu penjelasan yang menyeluruh dan mendasar tentang
suatu fenomena, suatu aksioma atau hukum-hukum, suatu hipotesa, dan lain-lain.
B.
TEORI: APAKAH
ITU?
Analisa arti dalam kamus terhadap kata
teori ini menunjuk pada banyak arti.McKenzie telah menata arti kata itu dari
yang agak sederhana, menuju ke arti yang semakin kompleks. Menurutnya theoreion
dapat berarti:
1)
Suatu
tempat dari mana kita melihat.
2)
Suatu
tempat dari mana kita melihat berbagai peristiwa.
3)
Suatu
tempat dari mana kita melihat berbgai peristiwa sebagai suatu kesatuan, dimana
peristiwa-peristiwa ini berdiri dalam hubungan satu sama lain.
4)
Suatu
tempat dari mana kita melihat kepelbagaian peristiwa yang saling terhubung dari
suatu sudut pandang atau acuan tertentu.
5)
Suatu
tempat dari mana kita melihat pelbagai peristiwa yang saling terhubung dari
suatu sudut pandang atau acuan tertentu, dengan maksud untuk membangun suatu
penjelasan dari apa yang telah kita lihat.
Jika kita menata elemen-elemen
etimologis yang pokok dari istilah teori, maka kita akan menemukan adanya 4
dimensi teori yang muncul, yaitu:
1)
Teori
sebagai perspektif (suatu titik berdiri dimana kita melihat sesuatu).
2)
Teori
sebagai visi yang koheren (sesuatu yang dilihat dari titik pandang tertentu;
suatu pemandangan internal dari sejumlah ide dan perasaan).
3)
Teori
sebagai proposisi (visi atau pemahaman yang dinyatakan secara terpisah satu
sama lain, atau bisa disebu sebagai model teoritis).
4)
Teori
sebagai praktek, praktek merupakan aktualisasi dari teori proposional secara
konkrit. Semua praktek pendidikan didasari oleh teori proposional, mewakili
suatu visi realitas tertentu yang diperoleh dari perspektif tertentu.
a.
Fungsi
teori proposional
1.Fungsi
explanatory (penjelasan).
2.Fungsi menuntun
untuk tindakan.
b.
Hubungan
antara teori dan praktik, jika praktiknya membawa hasil yang diinginkan, maka
ada kesesuaian antara teori proposional dan praktik.
C.
KARAKTERISTIK
ORANG DEWASA
Konsep diri orang dewasa berbeda dengan
konsep diri anak, ada perbedaan kualitatif antara pengalaman, kesiapan belajar
dan orientasi orang dewasa dan anak.
1)
Konsep
Diri, orang dewasa pada umumnya melihat dirinya sebagai orang yang mandiri,
mempunyai rasa identitas individual.
2)
Pengalaman,
orang dewasa lebih banyak mempunyai pengalaman daripada anak; dan juga
pengalaman orang dewasa itu berbeda macamnya/kualitasnya dibandingkan dengan
pengalaman anak kecil.
3)
Kesiapan
untuk belajar, perbedaan antara orang dewasa dan anak dalam belajar sangat
dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan hidup yang berbeda.
4)
Orientasi
terhadap belajar, orang dewasa dan anak mempunyai persepsi waktu yang berbeda,
kebanyakan apa yang dipelajari anak di sekolah tidak dapat diterapkan langsung
dalam kehidupan mereka.
D.
MISI AGAMAWI
(GEREJA/KRISTIANI)
Fungsi kerygmatis gereja adalah untuk
mewartakan suatu berita.Fungsi diakonis adalah untuk melayani mereka dalam
kebutuhannya, sedangkan fungsi koinonis adalah untuk membentuk
persekutuan.Setiap fungsi mencakup dua yang lainnya.
BAB 5
PENDEKATAN-PENDEKATAN
DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAK DEWASA
Ada beberapa pendekatan-pendekatan dalam
pengembangan program PAK Dewasa, yakni:
1)
Pendekatan
Pre-Emptive
Memuaskan
kebutuhan pendidik. pre-emptive dalam pengembangan program PAK Dewasa adalah
bahwa yang diutamakan adalah memnuhi kebutuhan pemimpin. Hal ini didasarkan
pada kebutuhan pendidik dalam PAK dewasa untuk mengajarkan sesuatu yang ia
inginkan, bukan berdasarkan pada penelitian tentang kebutuhan dewasa.
2)
Pendekatan
Ascriptive
Gaya manajemen
atau gaya pembuatan keputusan yang diasosisikan dengan pendekatan ascriptive
ini kadang-kadang bersifat dominative. Lebih sering yang dipakai adalah gaya
persuasif, yakni bahwa keputusan-keputusan dibuat semata-mata oleh pendidik dan
pendidik berusaha meyakinkan orang dewasa bahwa keputusan tersebut baik dan
berharga.
3)
Pendekatan
Diagnostik/Preskriptif
Pendidik dalam
PAK dewasa berusaha untuk menentukan kebutuhan yang dirasakan orang dewasa
sendiri sebagai sumber data. Data tersebut tidak langsung diterjemahkan kedalam
tujuan-tujuan program.
4)
Pendekatan
Analisis/Subskriptif (Analytic/Subscriptive Approach)
Pendidik dalam
PAK Dewasa mengawali pengembangan program dengan suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengidentifikasikan berbagai kebutuhan, minat dan keinginan
individu orang dewasa yang akan dididik. Tujuan dari model ini adalah pemenuhan
dan pemuasan kebutuhan dan minat dari individu sehingga topik-topik dalam
aktivitas pendidikan akan sangat bervariasi dan tidak melulu bersifat rohani
tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan yang riil.
5)
Pendekatan
Kafetaria
Proses
pengembangan program dimulai dengan mendata narasumber dalam jemaat yang
bersedia berbagi pengetahuan dan keterampilannya dengan sesama anggota jemaat
yang lain.
BAB 6
PEMBALAJARAN
TRANSFORMATIF
Malcom Knowless menyimpulkan, setidaknya
ada 4 ciri karakteristik orang dewasa yang belajar, yaitu:
1)
Konsep
diri (Self-Concept), orang dewasa dapat memahami dirinya bukan terutama sebagai
pemakai tetapi sebagai produser, dan bertanggung jawab atas perkembanagannya
sendiri. Ia lebih suka mengarahkan dirinya sendiri ketimbang diarahkan.
2)
Pengalaman
(Experience), orang dewasa cenderung memandang suatu hal dari sudut pandang
yang bermacam-macam sesuai dengan jumlah dan jenis pengalamannya.
3)
Kesiapan
Belajar (Readiness To Learn), seseorang dimotivasi untuk belajar sesuatu
bilamana dengan mempelajari sesuatu itu seseorang dimampukan untuk menyelesaikan
tugas perkembangannya, yaitu tugas yang dikaitkan dengan tingkat tertentu dalam
perkembangannya sebagai manusia (human development).
4)
Orientasi
Terhadap Belajar (Orientation To Learning), bagi orang dewasa ia belajar dalam
rangka untuk mampu memecahkan persoalan. Orang dewasa belajar untuk
mengaplikasikan yang dipelajarinya untuk kemudian hari.
Menurut Patricia Cranton proses
transformasi pribadi dapat terjadi dan tercapai melalui:
1)
Mengalami
suatu dilema yang membuat seseorang tidak terarah/bingung.
2)
Menjalani
pengujian diri sendiri.
3)
Melakukan
suatu penilaian yang kritis terhadap asumsi peran yang terinternalisasi dan
juga perasaan terasing dari harapan tradisional..
4)
Menghubungkan
perasaan ketidakpuasan dengan pengalaman-pengalaman serupa dari orang lain atau
dengan isu umum, dengan menyadari bahwa persoalannya juga merupakan persoalan
orang lain, dan bukan secara ekslusif masalah pribadi.
5)
Mencari
opsi-opsi cara baru untuk bertindak.
6)
Membangun
kompetensi dan rasa percaya diri untuk peranan-peranan baru.
7)
Merencanakan suatu aksi.
8)
Berusaha
memperoleh keterampilan untuk menerapkan rencananya.
9)
Melakukan
usaha tambahan untuk mencoba peranan baru dan menilai umpan balik.
10) Berintegrasi
kembali dalam masyarakat atas dorongan prspektif baru.
BAB 7
MODEL-MODEL
ALTERNATIF PRAKTIK PAK DEWASA
Gereja dapat menyediakan alternatif yang
memungkinkan proses belajar dan bukannya menyerah kepada keadaan. Ada beberapa
contoh model belajar, yakni independent,
berpusat pada peserta didik dan belajar kelompok serta individual:
1)
Model
Belajar Independent
Peserta didik
independen adalah kawan dalam perjalanan kita menuju kepada pertumbuhan dan
perkembangan. Pelajaran yang independen biasanya mempunyai gambaran tentang
seorang individu yang bekerja dalam isolasi atau terpisah dari fisilitator,
pendidik atau pelajar yang lain, mereka beriteraksi dengan sumber-sumber non manusia
dalam proses belajarnya.
2)
Model
Yang Berpusat Pada Pelajar/ Nara Didik
Nara didik
memilih sendiri opsi untuk aktivitas belajar mandiri individual. Hal ini
penting karena kebutuhan tiap individu sangat bervariasi dan apabila hal ini tidak
difasilitasi, maka kita kehilangan kesempatan meminati individu bertumbuh terus
menerus.
3)
Model
Belajar Kelompok Dan Individual
a.
The
Learning Covenant (Perjanjian/Kontrak Belajar)
Model ini paling efektif dipakai dalam
konteks satu dengan satu atau dengan sekelompok nara didik. Model ini paling
efektif ketika ada tujuan khusus yang
ingin dipelajari oleh nara didik
khususnya dalam kapasitasnya sendiri.
b.
Model
Kelompok Yang Saling Tergantung
Model ini menekankan hubungan kerja
antara anggota kelompok. Setiap nara didik tergantung pada nara didik yang lain
untuk saling mendukung dalam proses pembelajaran. Dukungan diberikan untuk
menjamin pencapain tujuan-tujuan dan
penyelesaian yang berhasil dari proses belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar