TUGAS
MAKALAH
TRI
TUGAS PANGGILAN GEREJA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus,
karena atas kemurahan-Nya tugas makalah ini dapat penulis selesaikan dengan
tepat waktu. Tugas ini penulis serahkan kepada pembina mata kuliah Dogmatika 5 “
EKKLESIOLOGI”, Bapak Agripa Sally, M.A., sebagai salah satu syarat kelulusan
mata kuliah tersebut. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak
dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada seluruh mahasiswa.
Penulis memohon kepada bapak dosen khususnya, umumnya para
pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam tugas makalah ini,
baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi lebih baiknya karya tulis yang akan datang.
Batam,
April 2015
Hormat
Saya
Roy Damanik
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembahasan tentang tugas panggilan
gereja, bukanlah pembicaraan yang baru lagi, secara khusus dalam dunia pelayanan
gereja. Ketika mendengar tugas panggilan gereja, hal pertama yang kita pikirkan
pastilah Persekutuan (Koinonia), Kesaksian (Marturia) dan Pelayanan (Diakonia)
atau yang biasa disebut dengan “ Tri Tugas Panggilan Gereja” . Meskipun tiga
tugas panggilan gereja ini sudah bukan kata atau istilah yang asing lagi dalam
kehidupan pelayanan, akan tetapi tugas panggilan gereja tersebut masih
merupakan proses yang diharapkan selalu dinamis sehingga dalam melaksanakan dan
mewujudkan tugas pelayanan tersebut para pelayan Tuhan selalu menuju pada
kesempurnaan melayani Tuhan. Ketika tugas panggilan gereja ini ditetapkan oleh
Allah untuk dikerjakan oleh gereja, tentu sekali Allah pun membuat ketetapan
serta ketentuan bagi gereja dalam melaksanakan tugas panggilan tersebut. Bagaimana
tiga tugas panggilan gereja ini seharusnya dilakukan, dan seperti apa pandangan
Alkitab tentang tugas panggilan gereja ini akan dibahas dalam makalah yang
penulis sajikan dibawah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud dengan gereja?
2.
Apa
saja yang menjadi tiga tugas panggilan gereja?
3.
Apa
saja yang menjadi tantangan bagi gereja dalam tugas panggilannya
ditengah-tengah dunia?
4.
Seperti
apa ciri gereja yang melakukan tugasnya ditengah dunia?
C. TUJUAN
1.
Memahami
dengan baik pengertian gereja.
2.
Memahami
dengan baik tiga tugas panggilan gereja bagi dunia.
3.
Memahami
dengan baik tantangan gereja dalam pelayanannya.
4.
Memahami
dengan baik ciri-ciri gereja yang melakukan tugasnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GEREJA
Gereja sebagai rumah Tuhan memiliki
beberapa defenisi, baik defenisi secara umum, defenisi menurut perjanjian lama,
maupun defenisi menurut perjanjian baru.
1.
DEFENISI GEREJA
Gereja
berasal dari bahasa Protugis “ igreja”, yang berasal dari bahasa Yunani “ εκκλησία
(ekklêsia)” yang berarti dipanggil keluar (“ ek=keluar” ; “ klesia dari kata
kaleo=memanggil”); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia). Kata
Inggris “ church” merupakan terjemahan yang tepat untuk ekklêsia[1].
2.
GEREJA MENURUT PERJANJIAN
LAMA
Dalam
Perjanjian Lama terdapat dua istilah yang menggambarkan tentang umat Tuhan yang
menunjuk kepada Gereja, yaitu qahal (kahal) yang
diturunkan dari akar kata yang sudah tidak dipakai lagi yaitu qal (kal), yang
artinya “ memanggil” ; dan edhah yang
berasal dari kata ya’adh yang artinya “ memilih”
atau “ menunjuk” atau “ bertemu bersama-sama di satu tempat yang ditunjuk” . Kedua
kata ini kadang-kadang dipakai tanpa dibedakan artinya. Edhah adalah kata yang lebih sering dipakai dalam Keluaran, Imamat,
Bilangan dan Yosua, tetapi tidak dijumpai dalam kitab Ulangan, dan jarang
dijumpai dalam kitab-kitab selanjutnya dalam Perjanjian Lama. Kata qahal banyak sekali dijumpai dalam
Tawarikh, Ezra dan Nehemia. Istilah qahal
biasanya diterjemahkan menjadi jemaat, sedangkan ‘edhah diterjemahkan
menjadi umat (dalam hal ini umat Allah). Septuaginta, menterjemahkan qahal ini dengan ekklesia. Qahal ini juga digambarkan dengan kemampuan berperang
sebagaimana dapat ditemukan dalam kitab Ester 8:11, 9:2, 15, 16, 18 dan yang
tak asing lagi di dalam kitab Hakim-Hakim. Masih banyak refleksi lainnya dalam
ragam penggunaan istilah ini, termasuk dalam pengertian beribadat. Hal ini
menunjukkan variabilitas keadaan jemaat-Nya.([2])([3])
3.
GEREJA MENURUT
PERJANJIAN BARU
Nama
Gereja berasal dari kata Yunani kuriakos
yang artinya “ kepunyaan Tuhan”, yang berasal dari kata igreia (Latin), church
(Inggris), kirche (Jerman), kyrke (Swedia), cerkov (Slavia), kirk
(Scot), kerk (Belanda). Di dalam
Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyatakan pengertian jemaat Tuhan
adalah kata yang diambil dari Septuaginta yaitu ekklesia (1 Ptr. 2:9) diawali
dengan preposisi ek yang berarti “ keluar
dari”, dan kata kaleo menjelaskan
mengenai “ dipanggil keluar dari komunitas tertentu”, dan kata sunagoge, dari
kata sun dan ago yang berarti “ datang atau berkumpul bersama” . Istilah
ekklesia dalam Perjanjian Baru secara umum juga menunjuk kepada Gereja,
walaupun dalam beberapa bagian menunjukkan pertemuan secara umum, Kis.19:32, 39,
41. Biasanya kata ini dipakai dalam konteks pemanggilan penduduk Yunani, keluar
dari rumah mereka berkumpul dalam suatu tempat yang sudah ditentukan.[4]
Gereja
pada jaman perjanjian baru ini pada dasarnya sama dengan Gereja dari jaman
sebelumnya. Keduanya terdiri dari orang-orang percaya yang benar. Pada zaman
Perjanjian Baru, Gereja dipisahkan dari kehidupan nasional bangsa Israel dan
menjadi organisasi yang tidak terikat kepada bangsa itu. Dalam Septuaginta “ jemaat”
diterjemahkan sebagai ekklesia. Suatu istilah yang sudah umum dalam konteks
Yunani yaitu sidang parlemen atau sidang rakyat, yang biasanya diadakan di
Athena pada hari-hari besar, dan dihadiri oleh para wakil rakyat dan penduduk
segenap negeri.([5])([6])
Deismann
menganggap eklesia sebagai satu perkumpulan orang-orang yang dipanggil, dan
Tuhan sendirilah yang memanggil mereka. Oleh karena pengertian tentang Gereja
merupakan sebuah konsep dengan banyak sisi, maka wajarlah jika kata Ekklesia
yang dipakai untuk menunjuk tentang Gereja dan tidak selalu memiliki konotasi
yang sama. Tuhan Yesus yang pertama kali menggunakan kata ekklesia itu dalam
Perjanjian Baru. Dan kata ini ditujukan kepada para murid-murid-Nya yang
bersama-sama dengan Dia (Matius 16:18) dan para murid-murid ini mengenal Dia
sebagai Tuhan serta menerima prinsip-prinsip Kerajaan Allah. Mereka adallah “ ekklesia”
dari Mesias, Israel yang sejati. Dalam perluasaan Gereja, kata “ ekklesia” mendapat
pemakaian yang lebih luas. Gereja-gereja lokal didirikan di mana-mana dan semua
itu disebut sebagai “ ekklesia” sebab mereka itu memanifestasikan Gereja
Kristus yang universal. Berikut ini kita melihat pemakaian yang yang paling
penting dari kata ekklesia:[7]
1)
Kata
ekllesia paling sering menunjuk kepada arti sekumpulan orang percaya di dalam
satu tempat yang sama, yaitu gereja lokal, tanpa harus memperhatikan apakah
orang percaya di situ datang dengan maksud beribadah atau tidak.
2)
Dalam
beberapa hal kata ini juga bisa menunjukkan apa yang disebut sebagai “ ekklesia
domestic” yaitu gereja dalam rumah pribadi seseorang. Misalnya Rom. 16:23; 1
Kor. 16:19; Kol. 4:15; dan Fil. 2
3)
Kata
Ekklesia menunjukan bentuk tunggal dari sekelompok gereja, yaitu gereja Yudea,
Galilea dan Samaria (Kis. 9:31). Hal ini tidak menunjukkan bahwa gereja-gereja
ini membentuk satu oraganisasi yang disebut sekarang sebagai denominasi.
4)
Kata
“ ekklesia” juga berbicara tentang keseluruhan tubuh Kristus di seluruh dunia,
yaitu kesatuan dari orang-orang yang beribadah kepada Kristus dan berkumpul di
bawah pimpinan pejabat-pejabat yang dipilih. Arti kata ini menjadi latar belakang
dari 1 Kor. 10:32; 11:22; 12:28, serta dalam surat Paulus kepada jemaat di
Efesus, yang sepertinya memiliki penekanan tentang Gereja sebagai satu organis
spiritual “ Efesus 4:11-16).
5)
Kata
“ ekklesia” memberikan sebuah pengertian yang menyeluruh, yang menunjukan
keseluruhan tubuh orang-orang beriman, baik dibumi maupun di Surga, yang telah
atau yang akan dipersatukan secara spiritual dengan Kristus sebagai Juru
Selamat mereka. Pemakaian kata “ ekklesia” dapat kita jumpai dalam surat-surat
Paulus kepada jemaat Efesus dan Kolose, seperti: Ef. 1:22; 3:10, 21; 5:23-25, 27,
32; Kol. 1:18,24.
B. TRI TUGAS PANGGILAN GEREJA
Dalam pembahasan makalah ini, adapun
tiga tugas panggilan gereja yang dimaksud adalah: Koinonia, Marturia dan
Diakonia.
1.
KOINONIA
Kata
Yunani κοινωνια-KOINÔNIA (feminine noun) berasal dari: κοινη-KOINÊ, dari kata
dasar κοινος-KOINOS yang artinya “common/umum” (kesamaan), adjektiva. “KOINÔNIA”
dalam Septuaginta (terjemahan Perjanjian Lama dari bahasa Ibrani ke dalam
bahasa Yunani) tidak pernah dipakai untuk hubungan antara Allah dengan manusia.
Terdapat perbedaan di dalam Perjanjian Baru, dimana telah ada perubahan, karena
melalui Yesus Kristus, manusia dapat dipersatukan kembali dengan Allah. Dalam
Kristus Allah datang dan menemui manusia, Dia menebus manusia dari dosa melalui
jalan Salib, dan “KOINÔNIA” antar manusia dengan Allah telah dipulihkan. Rasul
Yohanes, murid yang dikasihi Tuhan Yesus, dia bersaksi bahwa dia telah memiliki
persekutuan dengan Sang Bapa dan Anak-Nya, Yesus Kristus. Dan dia bersama-sama
para rasul lainnya melaksanakan “amanat agung Tuhan Yesus Kristus” (Matius
28:19) dan dengan setia memperkenalkan “Injil Kristus” (kabar baik tentang
Kristus) dan ciri khas “KOINÔNIA” di dalamnya (1 Yoh. 1:3). Dari makna di atas,
kata Yunani KOINÔNIA memiliki makna “kebersamaan memiliki atau berbagi suatu
hal bersama” atau “persekutuan dengan partisipasi intim.” Pada perkembangannya,
kata ini sering digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan hubungan
dalam gereja Kristen mula-mula serta tindakan memecahkan roti sebagai tanda
persekutuan dengan Kristus sekaligus peringatan untuk korban Kristus selama
perjamuan Paskah (Yoh. 6:48-69, Mat. 26:26-28, 1 Kor. 10:16, 1 Kor. 11:24).
Maka, istilah KOINÔNIA digunakan di dalam Gereja Kristen dalam mewujudkan eksistensi
jemaat yang saling mengasihi. KOINÔNIA selain makna yang sudah dijelaskan di
atas, KOINÔNIA dalam Kristianitas biasa diterjemahkan dengan “persekutuan”
saja, namun seringkali juga diterjemahkan dengan “kebersatuan”, “mengambil
bagian” dan “menyumbangkan sesuatu.” KOINÔNIA di dalam jemaat Kristus mencakup
hubungan yang erat (persekutuan) sebagai berikut:[8]
1)
Persekutuan
dengan Kristus (1 Kor. 1:9).
2)
Persekutuan
dengan Roh Kudus (2 Kor. 13:13).
3)
Persekutuan
antara para anggota jemaat sendiri (Kis. 2:42-47).
Dengan
demikian KOINÔNIA dalam Kristianitas berarti juga persekutuan jemaat Kristus
dalam persekutuan Roh Kudus. Kuasa yang nyata dari Roh Kudus yang memimpin,
menolong, menasehati, menghibur, membaharui dan mempersatukan warga jemaat.
2.
MARTURIA
Marturia
(dari bahasa Yunani: martyria) adalah salah satu istilah yang dipakai gereja
dalam melakukan aktivitas imannya, sebagai tugas panggilan gereja, yaitu dalam
hal kesaksian iman. Kesaksian iman yang dimaksud adalah pemberitaan Injil
sebagai berita keselamatan bagi manusia. Marturia biasanya disandingkan dengan
tugas gereja yang lain, yaitu koinonia yang berarti persekutuan dan diakonia
atau pelayanan. Kata “marturia” sendiri sangat dekat dengan kata “martir” (dalam
bahasa Arab: “syahid”), yaitu orang-orang yang mati karena memberitakan Injil
pada zaman sesudah Yesus Kristus. Memang banyak orang Kristen perdana yang
harus mengalami penganiayaan karena kepercayaannya, dan pengorbanan ini terus
berlanjut sampai sekarang. Karenanya, istilah “marturia” dan “martir” itu banyak
kali dirancukan, dan diasosiasikan dengan para “syuhada”, yaitu orang-orang
Kristen yang disiksa sampai mati karena imannya, atau para misionaris yang
dibunuh dalam menjalankan tugasnya, menyampaikan berita Injil ke tempat-tempat
yang belum pernah mendengar berita itu. Istilah “marturia” ini sekarang lebih
sering digantikan dengan kata “Evangelisme” yang berarti pengabaran Injil
Kristen atau praktek penyampaian informasi mengenai doktrin suatu kepercayaan
Kristen kepada orang lain. Istilah “evangelisme” ini tidak terkait dengan
tradisi Kristen manapun, dan tidak sama dengan istilah Evangelikalisme, suatu
kata yang dipakai untuk menyebut kelompok atau gereja “Protestan Evangelikal” atau
“ Injili”.[9]
3.
DIAKONIA
Secara
harafiah, kata diakonia berarti memberi pertolongan atau pelayanan. Diakonia
dalam bahasa Ibrani disebut syeret yang artinya melayani. Dalam terjemahan
bahasa Yunani, kata diakonia disebutkan diakonia (pelayanan), diakonein
(melayani), dan diakonos/diaken (pelayan).[10]
Istilah diakonia sebenarnya sudah terlihat sejak Perjanjian lama. Dalam Kitab
Kejadian jelas dikatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak
ada menjadi ada (Ex Nihilo) dan semua yang diciptakan Allah sungguh amat baik
(Kej. 1:10-31).[11]
Dalam
Perjanjian Baru, di samping kata-kata ini terdapat 5 kata lain untuk melayani,
masing-masing dengan nuansa dan arti tersendiri, yang dalam
terjemahan-terjemahan Alkitab kita pada umumnya diterjemahkan dengan kata
melayani yaitu:[12]
1)
Douleuein,
yaitu melayani sebagai budak. Kata ini terutama menunjukkan arti ketergantungan
dari orang yang melayani. Orang Yunani sangat tidak menyukai kata ini. Perjanjian
Baru, mula-mula memakai kata ini dalam arti biasa sesuai dengan keadaan
masyarakat pada masa itu. Di samping itu, kata ini juga mendapat arti religius.
Orang Kristen adalah budak Tuhan Allah atau hamba Kristus Yesus (Rom. 1:1). Itu
sesungguhnya merupakan suatu gelar kehormatan. Seorang Kristen tidak melakukan
keinginan dan rencananya sendiri, tetapi keinginan dan rencana Tuhan Yesus yang
telah melepaskannya dari belenggu dosa dan dengan demikian sudah
membebaskannya.
2)
Leitreuein,
yaitu melayani untuk uang. Kata bendanya latreia (pelayanan yang diupah) juga
dipakai dalam pemujaan dewa-dewa. Dalam terjemahan Yunani dalam PL, yaitu
Septuaginta (LXX), kata ini terdapat kurang lebih 90 kali, pada umumnya untuk
melayani Tuhan Allah dan pada khususnya untuk pelayanan persembahan . Juga
dalam Perjanjian Baru, kata ini menunjukkan pelayanan untuk Tuhan Allah atau
dewa-dewa, tidak pernah untuk saling melayani manusia. Roma 12:1 menyebutkan
logike latreia (ibadah yang sejati). Melayani Tuhan dengan tubuh, yaitu dengan
diri sendiri dalam keberadaan yang sebenarnya adalah ibadah yang sesungguhnya
dalam hubungan baru antar Kristus dan manusia.
3)
Leitourgein
yaitu dalam bahasa Yunani digunakan untuk pelayanan umum bagi kesejahteraan
rakyat dan negara. Dalam LXX arti sosial politik ini terutama dipakai di
lingkungan pelayanan di kuil-kuil. Dalam Perjanjian Baru (khususnya surat
Ibrani), kata ini menunjukkan kepada pekerjaan Imam besar Yesus Kristus.
Kemudian dalam Roma 15:27 dan 2 Kor. 9:12, kata ini dipakai untuk kolekte dari
orang Kristen asal kafir (suatu perbuatan diakonal) untuk orang miskin di
Yerusalem. Dari kata inilah berasal kata liturgi, yaitu suatu kata ibadah dalam
pertemuan jemaat.
4)
Therapeuein
yaitu menggarisbawahi kesiapan untuk melakukan pelayanan ini sebaik mungkin.
Kata ini juga di tempat lain, dipakai sebagai sinonim dari menyembuhkan.
5)
Huperetein
yaitu menunjukkan suatu hubungan kerja terutama relasi dengan orang untuk siapa
pekerjaan itu dilakukan. Kata ini berarti si pelaksana memperhatikan instruksi
si pemberi kerja.
Dari
semua kata di atas yang artinya saling berkaitan, kelompok kata diakonein
mempunyai nuansa khusus, mengenai pelayanan antarsesama yang sangat pribadi
sifatnya. Kata-kata tersebut di atas menunjukkan arti diakonal. Ada hubungan
antara liturgi dan diakonia, sementara therapeuo dalam arti perawatan orang
sakit erat kaitannya dengan apa yang dimaksudkan dengan diakonia.[13]
Secara
umum, adapun model-model/bentuk-bentuk diakonia dalam gereja terbagi atas tiga
jenis, antara lain:[14]
1)
Diakonia
Karitatif, Diakonia karitatif mengandung pengertian perbuatan dorongan belas
kasihan yang bersifat kedermawanan atau pemberian secara sukarela. Motivasi
perbuatan karitatif pada dasarnya adalah dorongan perikemanusiaan yang bersifat
naluriah semata-mata. Pelayanan gereja terutama pada tindakan-tindakan
karitatif atau amal berdasar pada Mat. 25:31-36. Model ini merupakan model yang
dilakukan secara langsung, misalnya orang lapar diberikan makanan (roti). Diakonia
ini didukung dan dipraktikkan oleh instansi gereja karena dianggap dapat
memberikan manfaat langsung yang segera dapat dilihat dan tidak ada resiko
sebab didukung oleh penguasa. Diakonia jenis ini merupakan produk dan
perkembangan dari industrialisasi di Eropa dan Amerika Utara pada abad ke-19.
2)
Diakonia
Reformatif atau Pembangunan, Model diakonia ini lebih menekankan pembangunan. Pendekatan
yang dilakukan adalah Community Development seperti pembangunan pusat
kesehatan, penyuluhan, bimas, usaha bersama simpan pinjam, dan lain-lain.
Analogi model ini adalah bila ada orang lapar berikan makanan (roti, ikan) dan
pacul atau kail supaya ia tidak sekedar meminta tetapi juga mengusahakan
sendiri. Pada jenis ini, diakonia tidak lagi sekedar memberikan bantuan pangan
dan pakaian, tetapi mulai memberikan perhatian pada penyelenggaraan kursus
keterampilan, pemberian atau pinjaman modal pada kelompok masyarakat.
3)
Diakonia
Transformatif. Dalam perspektif ini, diakonia dimengerti sebagai tindakan
Gereja melayani umat manusia secara multi-dimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan
juga multi-sektoral (ekonomi, politik, cultural, hukum dan agama). Diakonia
bukan lagi sekedar tindakan-tindakan amal (walaupun perlu dan tetap dilakukan)
yang dilakukan oleh Gereja melainkan tindakan-tindakan transformatif yang
membawa manusia dengan sistem dan struktur kehidupannya yang menandakan
datangnya Kerajaan Allah. Diakonia ini bukan hanya berarti memberi makan,
minum, pakaian dan lain-lain, tetapi bagaimana bersama masyarakat memperjuangkan
hak-hak hidup. Diakonia transformatif atau pembebasan boleh digambarkan dengan
gambar mata terbuka. Artinya, diakonia ini adalah pelayanan mencelikkan mata
yang buta dan memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri.
C. TANTANGAN DALAM TUGAS PANGGILAN GEREJA
Gereja dalam perjalanan pelayanannya
tidaklah berjalan mulus saja. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa gereja tidak terlepas
dari berbagai tantangan yang diakibatkan perubahan-perubahan yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat. Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam
pelayanan gereja, antara lain:[15]
1.
Tantangan
materialism, suatu paham yang mengagung-agungkan materi/benda. Segala sesuatu
diukur atas dasar materi. Tak terkecuali dalam kehidupan gereja sendiri. Gereja
mulai memandang bahwa yang paling penting adalah urusan fisik gereja.
2.
Tantangan
pola hidup serba cepat, perkembangan dunia teknologi mengalami kemajuan yang
amat pesat. Manusia tak henti-hentinya berusaha menciptakan cara agar hidup
dapat menjadi lebih mudah. Manusia tidak lagi berpikir mengenai bagaimana
caranya, tetapi bagaimana mendapatkan sesuatu dengan cepat tanpa mengikuti
prosedur yang seharusnya. Mentalitas semacam ini, baik disadari maupun tidak,
telah merasuk kedalam kehidupan gereja. Segala proses kehidupan menjadi proses
yang serba cepat dan mudah, misalnya: mengenai (kesembuhan, rezeki, pemahaman
iman).
3.
Tantangan
munculnya berbagai aliran dalam kekristenan, tidak dapat dipungkiri kalau di
jaman akhir ini bermunculan berbagai aliran gereja dengan masing-masing muncul
dengan gaya dan ajaran yang berbeda. Fenomena semacam ini menuntut kita untuk
bersikap kritis, kita tidak boleh menerima begitu saja atau malah menutup diri.
D. CIRI GEREJA YANG MELAKUKAN TUGAS PANGGILANNYA
Dalam tugas panggilannya sebagai duta
Allah bagi dunia, gereja yang melakukan tugas panggilannya dengan benar, akan
terlihat dari karakteristik gereja yang sehat & dinamis berdasarkan Efesus
2:11-22 dibawah ini, yakni:[16]
1.
Meyakini
bahwa Kristus yang bertahta dalam gereja (Ayat 13).
2.
Menjunjung
tinggi Alkitab (Ayat 20), sebagai harta gereja satu-satunya serta sumber
doktrin dan etika.
3.
Menerapkan
prinsip hidup sebagai satu keluarga Allah (Ayat 19).
4.
Berperan
sebagai pembawa damai (Ayat 16-17).
5.
Bertumbuh
di dalam Tuhan (Ayat 21-22).
6.
Menerapkan
disiplin/siasat gereja atau edukatif-pastoral (Ayat 21).
7.
Sebagai
“Bait Allah”, tempat kediaman-Nya (Ayat 22).
8.
Sebagai
“Bait Allah”, instrumen misi Allah dalam dunia (2:22, 3:8).
Selain hal tersebut diatas, ada delapan
karateristik kualitas pertumbuhan gereja sebagai gereja yang bermisi bagi
dunia, yakni:[17]
1.
Kepemimpinan
yang melakukan pemberdayaan.
2.
Pelayanan
yang berorientasi pada karunia.
3.
Kerohanian
yang haus dan penuh antusiasme.
4.
Struktur
pelayanan yang tepat guna.
5.
Ibadah
yang membangkitkan isnpirasi.
6.
Kelompok
kecil yang menjawab kebutuhan secara menyeluruh.
7.
Penginjilan
yang berorientasi pada kebutuhan
8.
Hubungan
yang penuh kasih
Pertumbuhan
Gereja juga akan terlihat ketika:[18]
1.
Gereja
terbuka terhadap gereja lain.
2.
Gereja
melihat gereja lain sebagai sesama tubuh Kristus.
3.
Gereja
mau belajar apa yang menjadi kelebihan dari gereja lain
4.
Gereja/Gembala
tidak pernah takut kehilangan jemaatnya karena ia telah memberikan yang terbaik
kepada jemaatnya.
BAB III
KESIMPULAN
Demikianlah secara umum uraian tentang Tiga
Tugas Panggilan Gereja di tengah-tengah dunia. Adapun tiga tugas panggilan
tersebut, yakni: Koinonia, Marturia dan Diakonia. Tiga tugas Panggilan Gereja yang
dibahas dalam makalah ini, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lainnya, karena ketiga tugas panggilan gereja tersebut merupakan satu kesatuan
yang utuh. Dengan kata lain, di mana orang percaya bersaksi dan melayani, di
sana pula ia harus bersekutu, juga sebaliknya. Demikianlah secara umum mengenai
Tugas Panggilan Gereja. Semoga makalah singkat ini bermanfaat untuk memotivasi
kita untuk lebih mengerti tugas Panggilan Gereja, secara khusus tugas panggilan
kita dalam melayani Tuhan Kita Yesus Kristus
Tuhan
Yesus Memberkati.
DAFTAR PUSTAKA
Berkhof,
Louis, Teologi Sistematika: Doktrin
Gereja (Surabaya: Momentum, 1997).
Browning,
W.R.F, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010).
Choeldahono,
Novembri, Gereja, Lembaga Pelayanan
Kristen dan Diakonia Transformatif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003).
Guthrie,
Donald, Teologi Perjanjian Baru 3:
Eklesiologi, Eskatologi, Etika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006).
Lassor,
W. S, Pengantar Perjanjian Lama 1
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001).
Noordegraaf,
Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004).
Sally,
Agripa, Bahan Ajar Dogmatika 5
(Batam: STT. BASOM, 2015).
Sihombing,
Lotnatigor, Kultus dan Kultur (Batu,
Malang: Sekolah Tinggi Theologia I-3, 1997).
http://paksis-paksis.blogspot.com/2011/11/tantangan-gereja-dari-luar-mtr-kls-12.html
[1] W.R.F. Browning, Kamus Alkitab (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2010), hal. 118.
[2] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 3: Eklesiologi,
Eskatologi, Etika (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006).
[3] Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT.
BASOM, 2015).
[4] Lotnatigor Sihombing, Kultus dan Kultur (Batu, Malang: Sekolah
Tinggi Theologia I-3, 1997).
[5] Louis Berkhof, Teologi Sistematika: Doktrin Gereja
(Surabaya: Momentum, 1997).
[6] Agripa Sally, Bahan Ajar Dogmatika 5 (Batam: STT.
BASOM, 2015).
[7] Ibid.
[8] http://www.sarapanpagi.org/koinonia-persekutuan-fellowship-vt6304.html
[9]
http://id.wikipedia.org/wiki/Marturia
[10] Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004), hal. 2.
[11] W.S. Lassor, Pengantar Perjanjian Lama 1 (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2001), hal. 122.
[12] Noordegraaf, Orientasi Diakonia
Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hal. 2.
[13] Ibid, hal. 3.
[14] Novembri Choeldahono, Gereja, Lembaga Pelayanan Kristen dan
Diakonia Transformatif (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hal. 48-53.
[15] http://paksis-paksis.blogspot.com/2011/11/tantangan-gereja-dari-luar-mtr-kls-12.html
[16] Agripa Sally, Bahan Ajar
Dogmatika 5 (Batam: STT. BASOM, 2015).
[17] Ibid.
[18] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar