Senin, 22 Februari 2016

SEMESTER VI (TUGAS LAPORAN BACAAN BUKU: PAK Dewasa)

TUGAS LAPORAN BACAAN
 BUKU: PAK Dewasa

Puji dan Syukur kepada Yesus Kristus, karena atas pertolongan-Nya Tugas Laporan Bacaan ini dapat terselesaikan. Laporan Bacaan ini saya sampaikan kepada pembina mata kuliah PAK Dewasa, Ibu Sannur Tambunan, M.Th., Sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Adapun buku yang dijadikan sebagai Tugas Laporan Bacaan, adalah:

Judul Buku                  : PAK Dewasa
Penulis                         : Pdt. Dr. Daniel Nuhamara, M.Th.
Penerbit                       : Jurnal Info Media, Bandung (2008, Cetakan Ke-1)
Jumlah halaman           : 108 Halaman
Sumber Buku              : Perpustakaan STT. BASOM

BAB 1
PENDAHULUAN

Dalam pelayanan kategorial yang diadakan didalam gereja, tentu sekali ada signifikansinya. Demikian halnya dengan pendidikan terhadap orang dewasa, ada siginifikansi penting dalam pendidikan orang dewasa, yakni:
1)      Orang dewasa masih membutuhkan pendidikan dan pembinaan dalam gereja agar mereka dapat hidup sebagai orang Kristen yang bertanggung jawab dalam dunia kerjanya (dalam profesi apapun).
2)      Orang dewasa perlu terus dididik agar ia semakin mampu dan terdorong untuk terus mengemban misi/tugas gereja agar terlibat dalam pelayanan, kesaksian, dan persekutuan.
3)      Orang dewasa perlu diperlengkapi dengan pemahaman terhadap permasalahan kekristenan, ditinjau dari perspektif Alkitab, dan orang dewasa didorong untuk mampu dalam penanggulangan masalah.
4)      Orang dewasa perlu didukung dalam mengaktualisasikan diri dan menjalani hidup secara bermakna, maka pendidikan orang dewasa sangat penting dalam rangka itu.

Istilah pendidikan orang dewasa sering disebut dengan Adult Education, Continuing Education, Lifelong Learning Education, ataupun Andragogy. Sehingga pendidikan orang dewasa menjadi sulit didefenisikan, sehingga penulis melalui buku ini memberikan elemen-elemen kunci tentang pendidikan orang dewasa, yakni:
1)      Keseluruhan proses pendidikan adalah usaha yang dilakukan secara sengaja (sadar), sistematis, dan terus-menerus atau bekelanjutan.
2)      Dilakukan oleh gereja baik sebagai persekutuan iman, maupun organisasi pendidikan lainnya organisasi para church (organisasi Kristen) maupun lembaga pendidikan Teologi.
3)      Ditujukan kepada warga gereja atau jemaat atau orang Kristen yang secara usia telah mempunyai peranan social dan merupakan kelanjutan dari pendidikan anak, remaja dan pemuda.
4)      Bertujuan baik untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman, peningkatan keterampilan, kepekaan, sikap dan nilai-nilai kristiani.
5)      Merancang dan membangun program dan pelaksanaannya mempertimbangkan apa yang disebut andragogy.
6)      Apabila kita memasukkan perspektif “transformatif learning” maka tekanan pada transformasi perspektif yang kemudian menyumbang pada transformasi social juga perlu menjadi perhatian.

Dalam mewujudkan tugasnya, kita akan melihat bentuk pendidikan dewasa yang dilaksanakan oleh gereja, baik itu dalam bentuk pembinaan.
1)      Pada level jemaat lokal: misalnya kelompok PA yang rutin, pembinaan guru sekolah minggu atau pemimpin remaja, persekutuan kaum wanita dan persekutuan kaum pria.
2)      Pada level klasis dan sinode: membentuk komisi atau deputat pembinaan warga gereja.
3)      Pada level sekolah atau pendidikan teologi: mengadakan penataran, lokakarya, dan seminar.
4)      Pada level lembaga-lembaga pendidikan dan pembinaan kader atau warga gereja, seperti: LPK, PPAG, IPPTh Balewiyata, Bina Dharma, Bindik PGI, Komisi Pendidikan, CCA, Komisi Pendidikan WCC, dan lain-lain.
  
BAB 2
PAK DEWASA SUATU TINJAUAN HISTORIS

A.    BEBERAPA KONSEP TENTANG BELAJAR
Belajar merupakan suatu perubahan (apapun) dalam kognisi, afeksi, dan keterampilan yang umum dari proses belajar. Orang dewasa dapat belajar:
1)      Sebagai akibat dari suatu proses pengalaman yang random.
2)      Secara insidental sebagai akibat dari partisipasi dalam suatu setting formal yang tujuan utamanya bukan untuk pengajaran.
3)      Sebagai akibat dari aktivitas yang dirancang sendiri atau proyek belajar individual.
4)      Melalui keterlibatan dalam aktivitas pengajaran atau pendidikan.

B.     INSTITUSI AGAMAWI DAN PENDIDIKAN/BELAJAR ORANG DEWASA
Model katekumenat adalah model yang primer dari “adult learning” dalam sebagian besar sejarah kekristenan.Itu berarti bahwa sebenarnya belajar untuk orang dewasa dalam gereja terjadi dan dikembangkan diluar setting pendidikan dan pengajaran formal. Secara Alkitabiah, kebenaran adalah sesuatu kualitas yang hanya dimiliki oleh Allah. Sedangkan pengetahuan, menurut arti Alkitab tidak terutama berarti kemampuan kognitif untuk memahami suatu prinsip abstrak, melainkan terutama untuk mengalami seseorang atau sesuatu.Karena itulah hubungan seksual dalam Alkitab disebut “mengenal seseorang”.Dalam peristiwa apapun, belajar secara agamawi yang terjadi pada orang dewasa Kristen sepanjang sejarah adalah “learning by doing religion” (belajar dengan mempraktikkan agamanya).Dukungan gereja terhadap pendidikan (pengajaran yang sistematis) tidak dapat dipahami tanpa memahami konteks Yunani-Romawi, sebab kekristenan sedikit banyak memperoleh pengaruh dari kedua kebudayaan ini, khususnya dalam kaitannya dengan pendidikan.Dalam tradisi Yahudi, keluarga adalah fokus utama.

C.    PENDIDIKAN ORANG DEWASA SEBAGAI PENDIDIKAN TINGGI
Sekolah-sekolah Kristen berkembang hampir sama dengan cara berkembangnya sekolah Yahudi.Umumnya, kurikulum disekolah ini menekankan belajar Alkitab dan doktrin-doktrinnya.Mengikuti pola Rabbinis dalam Yudaisme, pusat-pusat pendidikan lanjutan (Pendidikan Tinggi) dimulai kurang lebih pada awal abad ke-2.Bentuk awal Perguruan Tinggi (sekolah untuk karier intelektual) berpusat pada teologi, namun mulai merosot lagi pada masa konstantinus.Pola ini berlanjut terus pada abad-abad pertengahan (abad-abad kegelapan).Kebanyakan pendidikan orang dewasa dibatasi hanya pada anggota-anggota luar biasa saja dan juga pada orang-orang dewasa yang terdiri dari golongan-golongan pemimpin feodal masyarakat.Ketika banyak program pendidikan agama dibangun untuk orang dewasa jelaslah pula betapa mudahnya untuk memahami mengapa teologi begitu kuat ditekankan.

D.    PENEMUAN ADULTHOOD (HAL ORANG DEWASA)
Masa dewasa (adulthood) ditemukan bersamaan dengan penemuan masa kanak-kanak (childhood).Berkaitan dengan perhatian yang diberikan kepada masa kanak-kanak, maka niat untuk mempelajari secara mendalam dan sistematis tentang orang dewasa itu dimulai oleh Qoetelet pada pertengahan abad XIX.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gerakan pendidikan orang dewasa mempunyai akar dari sekolah-sekolah Rabbinis dan Akademi Kristen (Perguruan Tinggi Teologi Kristen).

BAB 3
WILAYAH PERMASALAHAN PAK DEWASA

A.    PENDAHALUAN
McKenzie dalam rangka menyelidiki secara lebih teliti terhadap gejala nonpartisipasi orang dewasa dalam PAK Dewasa melakukan suatu penelitian dalam sejumlah jemaat. Hasil penelitiannya mengungkapkan beberapa faktor penyebab, yakni:Kecenderungan menolak perubahan, Keterasingan, Marginality, Social Nonaffiliation, Program Nonrelevane, Activity. Menurut McKenzie akar persoalan dapat digolongkan dalam lima wilayah permasalahan. Kebanyakan program PAK Dewasa dalam gereja:
1)      Didominasi oleh golongan teolog dan majelis gereja (pejabat gereja).
2)      Lebih menekankan pendidikan dengan tujuan formatif ketimbang pendidikan yang kritis.
3)      Terlalu berpusat pada tema teologis dan kurang memperhatikan hal-hal lain yang juga dibituhkan oleh orang dewasa.
4)      Dilaksanakan oleh teolog-teolog yang dipersiapkan secara minim sekali dalam bidang pendidikan sebagai suatu praktek sosial.
5)      Dibangun tanpa dasar penelitian akan kebutuhan.

B.     PENENTUAN PROGRAM OLEH PARA PEJABAT GEREJA
Gereja sebagai suatu persekutuan orang percaya dipengaruhi oleh kasta yang muncul dalam masyarakat juga kasta dalam zaman PL. ada golongan rohaniawan, teolog, pejabat gereja yang mempunyai kuasa danada kelompok mayoritas yang tunduk pada kuasa tersebut. Ada lima alas an pemilikan power menurut analisa French dan Raven:
1)      Expert power (kuasa karena keahlian).
2)      Legitimate power (kuasa yang disahkan).
3)      Coercive power (kuasa menghukum).
4)      Reward power (kuasa memberi imbalan).
5)      Referent power (didasarkan pada identifikasi mereka yang dipengaruhi kelompok).

C.    PENDIDIKAN FORMATIF DAN PENDIDIKAN KRITIS
Pendidikan formatif menekankan penerimaan yang begitu saja tentang apa yang diberikan oleh pendidik. Sedangkan pendidikan kritis menekankan pada pengujian yang evaluatif terhadap apa yang diberikan. Pendidikan formatif dianggap sebagai suatu proses yang mana seseorang peserta pendidik dibentuk oleh seorang guru/pengajar menurut beberapa apriori atau model. Sedangkan pendidikan kritis adalah suatu proses dimana guru dan pelajar terlibat dalam suatu pencarian yang sistematik terhadap isu-isu yang dihadapi.

D.    FIKSASI TEOLOGIS
Fiksasi teologis ialah bahwa seluruh tema dari program pendidikan orang dewasa itu hanya bersifat teologis dan mengabaikan sama sekali hal-hal yang sekuler, padahal pengetahuan mengenai keterkaitan antara hal-hal teologis dengan hal sekuler adalah suatu kebutuhan bagi orang dewasa.Program jemaat untuk orang dewasa, yang secara eksplisit menawarkan hanya hal-hal yang religious (agamawi) dan mengabaikan hal-hal yang sekuler. Sejauh ini ada tiga permasalahan yang ditemukan, yakni: pendidik dalam gereja menentukan tema pendidikan secara sepihak, tanpa memperhatikan kebutuhan orang dewasa; pendidikan gereja bagi orang dewasa hanya bersifat formtif; serta program pendidikan dewasa melulu hanya yang teologis.

E.     PERSIAPAN DARI PARA PENDIDIK KRISTEN UNTUK ORANG DEWASA
Rata-rata pengajar di gereja mempunyai gelar teologi, namun belum pernah mengadakan penelitian pendidikan, dan tidak mempunyai kredibilitas dalam bidang profesional PAK Dewasa. Nampaknya ada tiga alas an pokok mengapa para pendidik orang dewasa dalam gereja kurang memiliki kredibilitas sebagai pendidik orang dewasa:
1)      Mereka dianggap sebagai teolog-teolog yang kebetulan tertarik pada PAK Dewasa.
2)      Mereka cenderung mengisolasikan diri dari bidang pendidikan orang dewasa yang umum.
3)      Mereka menggunakan kata-kata atau istilah bahasa yang mendua arti sehingga kurang komunikatif.

F.     PROGRAM DISUSUN TANPA RISET (RESEARCH VACUUM)
Baik jurnal maupun majalah yang diterbitkan untuk PAK Dewasa, dipenuhi dengan potongan-potongan pikiran dengan spekulasi-spekulasi yang dibumbui dengan hal-hal teologis. Memang hal ini tidak selalu salah, akan tetapi kurangnya penelitian empiris dalam bidang PAK Dewasa dalam gereja menyebabkan hambatan yang besar untuk kemajuan yang substantif dalam bisang tersebut.

G.    TINJAUAN ULANG TERHADAP NONPARTISIPATIF
Gejala nonpartsispatif dalam jemaat (orang dewasa) disebabkan oleh beberapa faktor, yakni:
1)      Keengganan untuk berubah (resistance to change).
2)      Keterasingan (alienation).
3)      Keterpinggiran (marginality).
4)      Nonafiliasi social.
5)      Tidak relevannya program (programme nonrelevance).
6)      Kesibukan kerja.

BAB 4
MENUJU SUATU TEORI PAK DEWASA

A.    PENDAHULUAN
Ada yang mengartikan teori sebagai suatu prisnsip, seperangkat prinsip, analisa dan seperangkat fakta, refleksi yang sifatnya tidak praktis, suatu penjelasan yang menyeluruh dan mendasar tentang suatu fenomena, suatu aksioma atau hukum-hukum, suatu hipotesa, dan lain-lain.

B.     TEORI: APAKAH ITU?
Analisa arti dalam kamus terhadap kata teori ini menunjuk pada banyak arti.McKenzie telah menata arti kata itu dari yang agak sederhana, menuju ke arti yang semakin kompleks. Menurutnya theoreion dapat berarti:
1)      Suatu tempat dari mana kita melihat.
2)      Suatu tempat dari mana kita melihat berbagai peristiwa.
3)      Suatu tempat dari mana kita melihat berbgai peristiwa sebagai suatu kesatuan, dimana peristiwa-peristiwa ini berdiri dalam hubungan satu sama lain.
4)      Suatu tempat dari mana kita melihat kepelbagaian peristiwa yang saling terhubung dari suatu sudut pandang atau acuan tertentu.
5)      Suatu tempat dari mana kita melihat pelbagai peristiwa yang saling terhubung dari suatu sudut pandang atau acuan tertentu, dengan maksud untuk membangun suatu penjelasan dari apa yang telah kita lihat.

Jika kita menata elemen-elemen etimologis yang pokok dari istilah teori, maka kita akan menemukan adanya 4 dimensi teori yang muncul, yaitu:
1)      Teori sebagai perspektif (suatu titik berdiri dimana kita melihat sesuatu).
2)      Teori sebagai visi yang koheren (sesuatu yang dilihat dari titik pandang tertentu; suatu pemandangan internal dari sejumlah ide dan perasaan).
3)      Teori sebagai proposisi (visi atau pemahaman yang dinyatakan secara terpisah satu sama lain, atau bisa disebu sebagai model teoritis).
4)      Teori sebagai praktek, praktek merupakan aktualisasi dari teori proposional secara konkrit. Semua praktek pendidikan didasari oleh teori proposional, mewakili suatu visi realitas tertentu yang diperoleh dari perspektif tertentu.
a.       Fungsi teori proposional
1.Fungsi explanatory (penjelasan).
2.Fungsi menuntun untuk tindakan.
b.      Hubungan antara teori dan praktik, jika praktiknya membawa hasil yang diinginkan, maka ada kesesuaian antara teori proposional dan praktik.

C.    KARAKTERISTIK ORANG DEWASA
Konsep diri orang dewasa berbeda dengan konsep diri anak, ada perbedaan kualitatif antara pengalaman, kesiapan belajar dan orientasi orang dewasa dan anak.
1)      Konsep Diri, orang dewasa pada umumnya melihat dirinya sebagai orang yang mandiri, mempunyai rasa identitas individual.
2)      Pengalaman, orang dewasa lebih banyak mempunyai pengalaman daripada anak; dan juga pengalaman orang dewasa itu berbeda macamnya/kualitasnya dibandingkan dengan pengalaman anak kecil.
3)      Kesiapan untuk belajar, perbedaan antara orang dewasa dan anak dalam belajar sangat dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan hidup yang berbeda.
4)      Orientasi terhadap belajar, orang dewasa dan anak mempunyai persepsi waktu yang berbeda, kebanyakan apa yang dipelajari anak di sekolah tidak dapat diterapkan langsung dalam kehidupan mereka.

D.    MISI AGAMAWI (GEREJA/KRISTIANI)
Fungsi kerygmatis gereja adalah untuk mewartakan suatu berita.Fungsi diakonis adalah untuk melayani mereka dalam kebutuhannya, sedangkan fungsi koinonis adalah untuk membentuk persekutuan.Setiap fungsi mencakup dua yang lainnya.

BAB 5
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN PROGRAM PAK DEWASA

Ada beberapa pendekatan-pendekatan dalam pengembangan program PAK Dewasa, yakni:
1)      Pendekatan Pre-Emptive
Memuaskan kebutuhan pendidik. pre-emptive dalam pengembangan program PAK Dewasa adalah bahwa yang diutamakan adalah memnuhi kebutuhan pemimpin. Hal ini didasarkan pada kebutuhan pendidik dalam PAK dewasa untuk mengajarkan sesuatu yang ia inginkan, bukan berdasarkan pada penelitian tentang kebutuhan dewasa.
2)      Pendekatan Ascriptive
Gaya manajemen atau gaya pembuatan keputusan yang diasosisikan dengan pendekatan ascriptive ini kadang-kadang bersifat dominative. Lebih sering yang dipakai adalah gaya persuasif, yakni bahwa keputusan-keputusan dibuat semata-mata oleh pendidik dan pendidik berusaha meyakinkan orang dewasa bahwa keputusan tersebut baik dan berharga.
3)      Pendekatan Diagnostik/Preskriptif
Pendidik dalam PAK dewasa berusaha untuk menentukan kebutuhan yang dirasakan orang dewasa sendiri sebagai sumber data. Data tersebut tidak langsung diterjemahkan kedalam tujuan-tujuan program.
4)      Pendekatan Analisis/Subskriptif (Analytic/Subscriptive Approach)
Pendidik dalam PAK Dewasa mengawali pengembangan program dengan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasikan berbagai kebutuhan, minat dan keinginan individu orang dewasa yang akan dididik. Tujuan dari model ini adalah pemenuhan dan pemuasan kebutuhan dan minat dari individu sehingga topik-topik dalam aktivitas pendidikan akan sangat bervariasi dan tidak melulu bersifat rohani tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan yang riil.
5)      Pendekatan Kafetaria
Proses pengembangan program dimulai dengan mendata narasumber dalam jemaat yang bersedia berbagi pengetahuan dan keterampilannya dengan sesama anggota jemaat yang lain.

BAB 6
PEMBALAJARAN TRANSFORMATIF

Malcom Knowless menyimpulkan, setidaknya ada 4 ciri karakteristik orang dewasa yang belajar, yaitu:
1)      Konsep diri (Self-Concept), orang dewasa dapat memahami dirinya bukan terutama sebagai pemakai tetapi sebagai produser, dan bertanggung jawab atas perkembanagannya sendiri. Ia lebih suka mengarahkan dirinya sendiri ketimbang diarahkan.
2)      Pengalaman (Experience), orang dewasa cenderung memandang suatu hal dari sudut pandang yang bermacam-macam sesuai dengan jumlah dan jenis pengalamannya.
3)      Kesiapan Belajar (Readiness To Learn), seseorang dimotivasi untuk belajar sesuatu bilamana dengan mempelajari sesuatu itu seseorang dimampukan untuk menyelesaikan tugas perkembangannya, yaitu tugas yang dikaitkan dengan tingkat tertentu dalam perkembangannya sebagai manusia (human development).
4)      Orientasi Terhadap Belajar (Orientation To Learning), bagi orang dewasa ia belajar dalam rangka untuk mampu memecahkan persoalan. Orang dewasa belajar untuk mengaplikasikan yang dipelajarinya untuk kemudian hari.

Menurut Patricia Cranton proses transformasi pribadi dapat terjadi dan tercapai melalui:
1)      Mengalami suatu dilema yang membuat seseorang tidak terarah/bingung.
2)      Menjalani pengujian diri sendiri.
3)      Melakukan suatu penilaian yang kritis terhadap asumsi peran yang terinternalisasi dan juga perasaan terasing dari harapan tradisional..
4)      Menghubungkan perasaan ketidakpuasan dengan pengalaman-pengalaman serupa dari orang lain atau dengan isu umum, dengan menyadari bahwa persoalannya juga merupakan persoalan orang lain, dan bukan secara ekslusif masalah pribadi.
5)      Mencari opsi-opsi cara baru untuk bertindak.
6)      Membangun kompetensi dan rasa percaya diri untuk peranan-peranan baru.
7)      Merencanakan  suatu aksi.
8)      Berusaha memperoleh keterampilan untuk menerapkan rencananya.
9)      Melakukan usaha tambahan untuk mencoba peranan baru dan menilai umpan balik.
10)  Berintegrasi kembali dalam masyarakat atas dorongan prspektif baru.

BAB 7
MODEL-MODEL ALTERNATIF PRAKTIK PAK DEWASA

Gereja dapat menyediakan alternatif yang memungkinkan proses belajar dan bukannya menyerah kepada keadaan. Ada beberapa contoh model belajar, yakni  independent, berpusat pada peserta didik dan belajar kelompok serta individual:
1)      Model Belajar Independent
Peserta didik independen adalah kawan dalam perjalanan kita menuju kepada pertumbuhan dan perkembangan. Pelajaran yang independen biasanya mempunyai gambaran tentang seorang individu yang bekerja dalam isolasi atau terpisah dari fisilitator, pendidik atau pelajar yang lain, mereka beriteraksi dengan sumber-sumber non manusia dalam proses belajarnya.
2)      Model Yang Berpusat Pada Pelajar/ Nara Didik
Nara didik memilih sendiri opsi untuk aktivitas belajar mandiri individual. Hal ini penting karena kebutuhan tiap individu sangat bervariasi dan apabila hal ini tidak difasilitasi, maka kita kehilangan kesempatan meminati individu bertumbuh terus menerus.
3)      Model Belajar Kelompok Dan Individual
a.       The Learning Covenant (Perjanjian/Kontrak Belajar)
Model ini paling efektif dipakai dalam konteks satu dengan satu atau dengan sekelompok nara didik. Model ini paling efektif ketika ada tujuan  khusus yang ingin dipelajari  oleh nara didik khususnya dalam kapasitasnya sendiri.
b.      Model Kelompok Yang Saling Tergantung
Model ini menekankan hubungan kerja antara anggota kelompok. Setiap nara didik tergantung pada nara didik yang lain untuk saling mendukung dalam proses pembelajaran. Dukungan diberikan untuk menjamin pencapain tujuan-tujuan  dan penyelesaian yang berhasil dari proses belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar