Senin, 22 Februari 2016

SEMESTER VI (TUGAS PRESENTASE EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME ISRAEL)

TUGAS PRESENTASE
 EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME ISRAEL



KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kemurahan-Nya tugas presentase ini dapat penulis selesaikan dengan tepat waktu. Tugas ini penulis serahkan kepada pembina mata kuliah Teologia Perjanjian Lama 2, Bapak Gomgom Purba, M.Th., sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada seluruh mahasiswa.

Penulis memohon kepada bapak dosen khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam tugas presentase ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya karya tulis yang akan datang.


Batam, Maret 2015



Hormat Kami
Roy Damanik


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Eksklusivisme adalah salah satu cara pandang sebuah agama terhadap agama lain. Dengan pendekatan dimana agama yang dianut  merupakan satu-satunya jalan keselamatan. Sedangkan Partikularisme merupakan paham yang mementingkan diri sendiri, sehingga berusaha memisahkan diri dari masyarakat luar. Paham eksklusivisme menjelaskan bahwa diluar agama yang dianutnya tidak ada keselamatan. Ekslusivisme juga masuk dan berkembang dalam dunia kekristenan, yang pada akhirnya menimbulkan kritik dan pertanyaan. Misalnya saja, bagaimana dengan orang yang hidup sebelum ada agama Kristen atau orang yang belum pernah mendengar tentang agama Kristen?
Namun dalam makalah ini, penulis tidak akan membahas tentang Ekslusivisme dan Partikularisme kekristenan. Namun penulis akan membahas tentang Ekslusivisme dan Partikularisme bangsa Israel terhadap masyarakat diluar Israel.  Makalah ini juga penulis sampaikan sebagai bagian dari Tugas Mata Kuliah Teologi PL 2.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan Ekslusivisme dan Partikularisme Israel?
2.      Apa yang mendasari Ekslusivisme dan Partikularisme Israel?
3.      Seperti apa Ekslusivisme dan Partikularisme Israel terhadap dunia luar?

C.     TUJUAN
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini, antara lain:
1.      Untuk memahami dengan baik Eksklusivisme dan Partikularisme Israel.
2.      Untuk mengetahui dasar Eksklusivisme dan Partikularisme Israel.
3.      Untuk mengetahui seberapa Ekslusif dan Partikurisnya bangsa Israel.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Eksklusivisme berarti paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan diri dari masyarakat.[1] Dan kata Partikularisme berarti sistem yang mengutamakan kepentingan pribadi (diri sendiri) di atas kepentingan umum atau juga aliran politik, ekonomi, atau kebudayaan yang mementingkan daerah atau kelompok khusus; sukuisme.[2]
Dari kedua pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa Eksklusivisme dan Partikularisme Bangsa Israel merupakan suatu sifat atau paham bangsa Israel untuk memisahkan diri dari masyarakat di luar bangsa Israel. Dan hal ini merupakan akibat dari sistem suku bangsa Israel yang mengutamakan kepentingan daerah atau sukunya.

B.     LATAR BELAKANG EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME BANGSA ISRAEL
Menurut TH. C. Vriezen dalam bukunya yang berjudul Agama Israel Kuno, bahwa bangsa Israel merupakan “Benih Suci” yang dipilih oleh YHWH sendiri. Hal tersebut dihubungkan dengan peristiwa perjanjian gunung Sinai dalam Keluaran 19:4-9 “Kamu sendiri telah melihat apa yang Kulakukan kepada orang Mesir, dan bagaimana Aku telah mendukung kamu di atas sayap rajawali dan membawa kamu kepada-Ku. Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel. Lalu datanglah Musa dan memanggil para tua-tua bangsa itu dan membawa ke depan mereka segala firman yang diperintahkan TUHAN kepadanya. Seluruh bangsa itu menjawab bersama-sama: “Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan.” Lalu Musapun menyampaikan jawab bangsa itu kepada TUHAN. Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Sesungguhnya Aku akan datang kepadamu dalam awan yang tebal, dengan maksud supaya dapat didengar oleh bangsa itu apabila Aku berbicara dengan engkau, dan juga supaya mereka senantiasa percaya kepadamu.” Lalu Musa memberitahukan perkataan bangsa itu kepada TUHAN.” dan juga dalam Ulangan 26:5-10. “Ketika orang Mesir menganiaya dan menindas kami dan menyuruh kami melakukan pekerjaan yang berat, maka kami berseru kepada TUHAN, Allah nenek moyang kami, lalu TUHAN mendengar suara kami dan melihat kesengsaraan dan kesukaran kami dan penindasan terhadap kami. Lalu TUHAN membawa kami keluar dari Mesir dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung, dengan kedahsyatan yang besar dan dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizat. Ia membawa kami ke tempat ini, dan memberikan kepada kami negeri ini, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Oleh sebab itu, di sini aku membawa hasil pertama dari bumi yang telah Kauberikan kepadaku, ya TUHAN. Kemudian engkau harus meletakkannya di hadapan TUHAN, Allahmu; engkau harus sujud di hadapan TUHAN, Allahmu”[3]
Setelah keluar dari Mesir, orang-orang Israel sudah merdeka tetapi belum dapat disebut sebagai suatu bangsa. Mereka belum memiliki Undang-Undang Dasar. Masih banyak lagi yang harus dikerjakan supaya orang-orang Israel dapat menjadi bangsa dengan identitas tersendiri. Kemudian Allah memberikan kesepuluh firman (Keluaran 20) dan peraturan perjanjian, semacam UUD dalam “Keluaran 21-23” kepada mereka. Hukum-hukum itu merupakan pedoman hidup bagi umat Allah, yang mencakup hukum-hukum moral, sipil dan keagamaan.[4]
Dalam peristiwa Gunung Sinai, bangsa Israel juga sekaligus menyatakan kesediaannya untuk melakukan segala yang difirmankan oleh Yahweh. Dengan demikian, peristiwa gunung Sinai tersebut menunjuk kepada mulainya hubungan yang istimewa antara Yahweh dan bangsa Israel, di mana bangsa Israel memperoleh identitas yang baru. Bangsa Israel menjadi bangsa yang kudus, kerajaan imamat atau imamat yang berkerajaan, yang beribadah hanya kepada Yahweh saja.[5]
Lalu apa yang menjadi hubungan antara Ulangan 26:5-10 dengan Eksklusivisme dan Partikularisme bangsa Israel? Menurut kebanyakan para ahli isi dari kitab Ulangan 26:5-10 merupakan credo atau pengakuan percaya bangsa Israel. Credo atau pengakuan percaya dalam Ulangan 26:5-10 itu secara ringkas menceritakan sejarah keselamatan bangsa Israel. Melalui Credo itu bangsa Israel mengakui bahwa Tuhanlah yang telah memanggil mereka sehingga mereka ada sebagai umat Tuhan.[6]

C.    EKSKLUSIVISME DAN PARTIKULARISME BANGSA ISRAEL
Dalam teks Alkitab, disebutkan bahwa Israel (Yahudi) mengutuk agama-agama lain dan menegaskan bahwa Yahwe adalah satu-satunya Allah yang benar atau bahwa semua Allah lain harus tunduk kepada Yahweh (Ulangan 5 dan Keluaran 20)[7]. Dari teks ini terdapat gagasan yang menyatakan, bahwa dari semua agama, maka agama yang dianut oleh Israel (Yahudi) adalah satu-satunya iman keagamaan yang diwahyukan Allah dan bahwa hanya iman keagamaan itulah yang benar dalam segala hal. Sehingga akibat dari ini “ibadat kepada Yahweh” terbatas kepada mereka yang lahir dari bangsa Yahudi.[8]
Selain daripada itu, sikap eksklusivisme dan partikularisme bangsa Israel juga dapat dilihat dalam hubungannya atau interaksi sosialnya dengan suku bangsa yang lain atau non-Yahudi, di mana bangsa Israel tidak dapat melaksankan pernikahan (perkawinan campur) dengan suku bangsa lain (Ezra 9-10).[9]
Dari segi adat istiadat, bangsa Israel juga mempunyai sifat Eksklusivisme dan Partikuris, di mana ketika Antiokhus IV, mengeluarkan suatu peraturan yang melarang orang-orang Yahudi mengikuti kebiasaan-kebiasaan agamawi mereka, serta melarang semua perayaan Yahudi dan upacara-upacara korban serta tradisi sunat. Serta memerintahkan agar semua kitab-kitab Taurat dimusnahkan. Dalam hati bangsa Israel bangkit kebencian dan kemarahan. Karena mereka merasa bahwa adat-istiadat mereka lebih tinggi daripada adat-istiadat Yunani.[10] Sampai akhirnya terjadi pemberontakan Makabe pada abad 2 SM (167-142 SM) melawan asimilasi nasional dan kebudayaan helenisasi (Yunanisasi) besar-besaran oleh Raja Syria, yakni Antiokhus IV Epifanes, didorong persisnya oleh keyakinan bahwa Israel adalah umat pilihan Allah satu-satunya dan tanah mereka adalah tanah suci yang dijanjikan Allah. Perlawanan oleh Yudas dari Galilea pada tahun 6 M dan kemudian oleh kalangan Zelotes dalam akhir Perang Yahudi I melawan Roma juga dimotivasi oleh hal yang sama.[11]
Selain daripada itu, semasa bangsa Yahudi berada di kota Alexandria, Mesir. Terdapat sebuah paguyuban[12] yang kuat. Sehubungan karena paguyuban ini hidup di tengah-tengah masyarakat yang yang berbahasa Yunani. Maka, mereka mencoba belajar bahasa dan tulisan daerah setempat, sehingga hasilnya ialah mereka menerjemahkan tulisan PL dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Dalam tulisan dimaksud banyak tulisan-tulisan yang berkaitan dengan agama Yahudi ikut diterjemahkan dan ditambahkan ke dalam PL berbahasa Yunani. Namun, para pemimpin Yahudi yang berada di Palestina menolak tulisan-tulisan yang baru itu, sehingga mereka tidak memasukkannya ke dalam PL Ibrani.[13]
Keeksklusivan dan kepartikularisan Israel tidak hanya terlihat dari dasar Alkitab dan perlawanan yang mereka lakukan saja. Namun juga terlihat dari pilar-pilar Yudaisme yang menopang bangunan agama Yahudi. Adapun pilar-pilar Yudaisme tersebut antara lain:[14]


1.      Monoteisme Yahudi
Monoteisme merupakan pilar mendasar yang mutlak bagi agama Yahudi di masa kehidupan Yesus. Setiap hari, setiap orang Yahudi telah diajar untuk mengucapkan shema (“Dengarlah”) “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!” (Ulangan 6:4). Berdasarkan Ulangan 6:7, seorang Yahudi mengucapkan shema dua kali sehari. Begitu juga, Sepuluh Perintah Allah dalam Keluaran 20 dimulai dengan perintah pertama yang juga menegaskan keharusan Israel untuk menyembah hanya satu Allah: “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku” (Keluaran 20:3). Orang Israel diharuskan untuk mengucapkan shema dan perintah pertama ini setiap hari. Yosefus, seorang sejarawan Yahudi, dalam salah satu karyanya menyatakan, “Bahwa Allah itu esa, adalah pandangan yang umum dipegang semua orang Ibrani”.

2.      Pemilihan
Hal ini juga sama mendasarnya bagi pemahaman diri Israel, dimana mereka memiliki keyakinan bahwa mereka telah secara khusus dipilih oleh Allah dari antara segala bangsa, bahwa Allah yang esa dan satu-satunya telah mengikatkan diri-Nya dengan Israel dan Israel dengan diri-Nya melalui suatu ikatan perjanjian. Allah sudah mengawali ikatan perjanjian ini dengan Abraham, yang disertai dengan janji pemberian tanah kepadanya dan kepada keturunannya (Kejadian 12:1-3; 15:1-6; 15:17-21; 17:1-8). Status sebagai umat pilihan Allah, serta tanah yang dijanjikan kepada mereka, dan keharusan untuk Israel hidup murni dan tak bercampur dengan bangsa lain, diulang-ulang dalam banyak dokumen suci Yahudi lainnya, kanonik dan ekstra-kanonik, sampai ke kurun Bait Allah Kedua (Ulangan 32:9; 1 Raja-Raja 8:51, 53; 2 Raja-Raja 21:14; Mazmur 33:12; 74:2; Yesaya 41:8-9; 44:1; 63:17; Yeremia 10:16; Mikha 7:18;).

3.      Perjanjian yang berpusat pada Taurat
Dalam kesadaran diri Israel sebagai bangsa pilihan Allah, Taurat menempati kedudukan sangat penting dan menentukan. Hal ini paling jelas diungkapkan dalam kitab Ulangan. Bagian terpenting kitab ini (Ulangan 5-28) memuat pernyataan kembali perjanjian Allah dan Israel yang dibuat di Horeb/Sinai (5:2-3). Seluruh batang tubuh pengajaran/hukum yang disampaikan dalam pasal 5 sampai pasal 28 dirangkum dalam 29:1, demikian, “Inilah perkataan perjanjian yang diikat Musa dengan orang Israel di tanah Moab sesuai dengan perintah TUHAN, selain perjanjian yang telah diikat-Nya dengan mereka di gunung Horeb.” Dalam seluruh kitab Ulangan, perjanjian yang diikat Allah dengan Israel ditegaskan dan diperkuat; dan Taurat diberikan sebagai bagian dari perjanjian itu. Sebagai respons orang Israel terhadap ikatan perjanjian itu, yang menjadikan mereka umat khusus kepunyaan Allah, mereka harus menaati Taurat dengan sepenuh hati mereka, dengan seluruh cara kehidupan mereka sebagai umat perjanjian. Ada janji dan peringatan yang disampaikan kepada mereka sementara mereka menjalani kehidupan mereka: apakah mereka akan menaati Taurat, ataukah tidak. Pada Ulangan 4:1 ditegaskan, “Maka sekarang, hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allah nenek moyangmu” Jika Israel melakukan perintah Taurat atau hukum Allah (4:8; 32:46) atau kelima kitab Musa (30:10), mereka akan hidup dan menerima berkat Allah; jika mereka tidak melaksanakan Taurat, mereka akan terkena kutuk (Ulangan 28:1-6, 15). Ketaatan Israel pada Taurat menjadi ciri khas mereka sebagai umat istimewa pilihan Allah yang dengan mereka Allah telah mengikat perjanjian. Setidaknya ada 3 hal penting yang menjadi ciri mereka sebagai umat istimewa pilihan Allah: Sunat lahiriah, Perayaan Sabat, dan aturan tentang Makanan Yang Halal dan Makanan Yang Haram.

4.      Tanah Israel yang berpusat pada Bait Allah
Dalam kehidupan yang dijalani Israel di tanah yang dijanjikan, yang diisi dengan ketaatan pada Taurat, Bait Allah di Yerusalem merupakan pusat kehidupan nasional dan keagamaan mereka. Bahkan lebih luas dari itu, bagi Israel, kota Yerusalem, Bukit Zion, dan Bait Allah di dalamnya adalah pusat jagat raya. Bait Allah memikul beberapa fungsi bagi kehidupan nasional Israel. Pertama, Bait Allah adalah suatu sentra politis, dan ini menjadikan Yudea sebagai negara Bait atau tanah Bait, maksudnya: Bait Allah di Yerusalem memberikan suatu alasan bagaimana kawasan Yudea menjadi suatu kawasan yang terpisah dan khusus di dalam wilayah luas Yunani-Romawi. Kedua, Bait Allah adalah suatu sentra ekonomis bagi kota Yerusalem dan Yudea, yang menarik orang dari kawasan lain untuk mendatangi Yerusalem, baik untuk kebutuhan keagamaan maupun untuk kebutuhan lain seperti kebutuhan perdagangan, finansial dan pembayaran pajak untuk menopang kelangsungan kehidupan Bait Allah. Dan, terakhir, Bait Allah adalah suatu sentra keagamaan. Seluruh sistem pemberian kurban, kultus, pendamaian dan pengampunan, yang sangat mendasar bagi Yudaisme kurun Bait Allah Kedua, seluruhnya terfokus pada Bait Allah. Umat Allah dan tanah perjanjian, dan pelaksanaan Taurat, semuanya terfokus pada Bukit Zion, Yerusalem dan Bait Allah di dalamnya.


BAB III
KESIMPULAN

Dalam kehidupan zaman sekarang ini ada banyak orang, kelompok atau aliran pengajaran Kristen yang menyatakan bahwa hanya “akulah” yang benar, hanya “ajarankulah” yang benar, hanya “organisasi agamakulah” yang benar, hanya budayakulah yang paling baik. Sehingga akibatnya ialah terjadi kutuk-mengutuk di antara kedua belah pihak. Dan akhirnya berakhir dengan sebuah konflik dan pertengkaran. Benarkah hal yang demikian? Apakah model pemikiran seperti itu bukan merupakan sebuah warisan bangsa Israel? Yang mengakui bahwa hanya dialah yang paling kudus, karena dia adalah bangsa yang dipilih oleh Tuhan.
Lalu bagaimana juga dengan keadaan gereja Kristen yang sekarang ini? Apakah gereja telah membuka diri terhadap orang-orang yang tidak sedogma dengan dia? Atau kepada organisasi agama lain? Apakah gereja pada saat ini bukan sebagai pewaris dari faham Eksklusivisme dan Partikurasime bangsa Irael ini? Penulis yakin dan percaya bahwa ini masih ada dalam tubuh organisasi gereja meskipun tidak terlalu nampak. Oleh karena itu, sebagai para pelayan Tuhan dan Generasi penerus gereja, kita sangat perlu memperhatikan hal tersebut, dan mencermati dengan baik bagaimana kita harus bersikap dalam kehidupan kekristenan kita.



DAFTAR PUSTAKA
 
Hinson, David F.: Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK GM, 1996)

Vriezen, Th. C: Agama Israel Kuno (Jakart: BPK Gunung Mulia, 2003)

Wahono,  S. Wismoady: Hubungan Tuhan dan Israel (Jakarta: BPK GM, 1983)

Wahono, S. Wismoady: Di Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009)







[1] http://kbbi.web.id/eksklusivisme
[2] http://kbbi.web.id/partikularisme
[3] Th. C. Vriezen: Agama Israel Kuno (Jakart: BPK Gunung Mulia, 2003) p. 285
[4] S. Wismoady Wahono: Hubungan Tuhan dan Israel (Jakarta: BPK GM, 1983) p. 84-85
[5] Ibid
[6] S. Wismoady Wahono: Di Sini Kutemukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009) p. 61
[7] Kesepuluh Firman                   
[8] Th. C. Vriezen: Agama Israel Kuno (Jakart: BPK Gunung Mulia, 2003) p. 285
[9] S. Wismoady Wahono: Hubungan Tuhan dan Israel (Jakarta: BPK GM, 1983) p. 260
[10] David F. Hinson: Sejarah Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK GM, 1996) p. 246
[11]http://alumnisetiagzd.blogspot.com/2010_08_01_archive.html
[12] Paguyuban atau gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama di mana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata dan organis.
[13] S. Wismoady Wahono: Hubungan Tuhan dan Israel (Jakarta: BPK GM, 1983) p. 242
[14] http://alumnisetiagzd.blogspot.com/2010_08_01_archive.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar