Senin, 22 Februari 2016

SEMESTER VII (TUGAS MAKALAH ESKATOLOGI MENURUT INJIL YOHANES)

TUGAS MAKALAH
ESKATOLOGI MENURUT INJIL YOHANES


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kemurahan-Nya tugas makalah ini dapat penulis selesaikan dengan tepat waktu. Tugas ini penulis serahkan kepada pembina mata kuliah Dogmatika 6 (Eskatologi), Bapak Martomo Wahyudianto, MACE.,M.Th, sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada seluruh mahasiswa.

Penulis memohon kepada bapak dosen khususnya, umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam tugas makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi lebih baiknya karya tulis yang akan datang.


Batam, Nopember 2015



Hormat Saya
Roy Damanik



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Injil Yohanes merupakan salah satu kitab yang terdapat dalam Perjanjian Baru. Kitab yang termasuk dalam rangkaian Injil kanonik ini memiliki gaya dan struktur yang membuatnya unik dan berbeda dengan ketiga Injil yang, meskipun begitu Injil ini tetap memuat wawasan peristiwa yang sama dengan ketiga Injil lainnya.[1] Injil Yohanes menekankan tentang keilahian Yesus Kristus, Anak Allah. Tidak ada Injil lain yang menekankan sifat kemanusiawian sekaligus keilahian-Nya dengan tegas dan jelas selain Injil ini. Waktu penulisannya diperkirakan terjadi pada tahun 40-140 M. Memang tidak disebutkan dengan jelas siapa yang menulis Injil ini, tetapi Yohanes adalah orang yang diperkirakan menulisnya.[2]

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, antara lain:
1.      Bagaimana latar belakang penulisan, tujuan serta struktur dan isi injil Yohanes?
2.      Apa yang dimaksud dengan eskatologi?
3.      Bagaimana pandangan eskatologi menurut injil Yohanes?

C.    TUJUAN PENULISAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan tugas makalah ini, antara lain:
1.      Memahami dengan baik latar belakang penulisan, tujuan serta struktur dan isi injil Yohanes.
2.      Memahami dengan baik pengertian eskatologi.
3.      Memahami dengan baik pandangan eskatologi menurut injil Yohanes.

BAB II
PEMBAHASAN

Dalam bab dua ini, penulis akan membahas latar belakang penulisan injil Yohanes, pengertian eskatologi, serta pandangan eskatologi menurut ijil Yohanes.

A.    INJIL YOHANES
Sebelum penulis lebih jauh membahas tentang eskatologi dalam injil Yohanes, penulis akan terlebih dahulu memaparkan tentang penulis, waktu dan tempat penulisan, maksud penulisan, serta struktur dan isi injil Yohanes.

1.      PENULIS
Menurut tradisi yang berkembang pada zaman Ireneus, seorang bapak gereja pada abad ke-2, penulis Injil ini adalah Yohanes bin Zebedeus, murid Yesus. Tradisi yang dianut oleh gereja hingga sekarang juga menyamakan penulis Injil dengan “murid yang dikasihi Yesus”. Dalam seluruh Injil ini, nama Yohanes bin Zebedeus tidak disebutkan sama sekali, padahal menurut Injil Sinoptik, murid-murid yang paling akrab dengan Yesus adalah Petrus, Yohanes bin Zebedeus, dan Yakobus bin Zebedeus (Matius 17:1; Markus 5:37; 14:33); hal ini menunjukkan bahwa Yohanes sendirilah yang menuturkan kisah-kisah dalam Injil tersebut. Penguatan pendapat bahwa Yohanes bin Zebedeus sebagai penulis Injil ini terdapat dalam Yohanes 21:22-23 karena ia murid yang hidup cukup lama dibandingkan Yakobus yang mati terbunuh pada 41 M. Kanon Muratori mengindikasikan bahwa Yohanes menyusun Injil ini dengan sepengetahuan bahkan atas dorongan rasul-rasul yang lain, antara lain Andreas.[3]

2.      WAKTU DAN TEMPAT PENULISAN
Waktu penulisan kitab ini diperkirakan terjadi pada tahun 40-140 M. Menurut Ireneus, Injil Yohanes ditulis di Asia Kecil, yaitu di Efesus ketika pertumbuhan gereja mulai matang dan timbul kebutuhan akan ajaran yang lebih lanjut tentang kaidah iman. Penemuan-penemuan arkeologi mengindikasikan Injil Yohanes memuat detail akurat mengenai Bait Allah di Yerusalem dan lingkungannya sebelum tahun 70 M (misalnya Yohanes 9:7; 10:22-23; 19:13) yang mendukung bahwa Injil ini ditulis sebelum tahun 70 M, yaitu ketika Bait Allah dihancurkan.[4]

3.      MAKSUD PENULISAN
Maksud Injil ini ditulis adalah untuk melawan Gnostikisme dengan mempertahankan suatu keyakinan. Yohanes menyatakan tujuan untuk tulisannya dalam 20:31, yaitu “supaya kamu percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya.” Naskah kuno Yunani dari Yohanes memakai satu dari dua bentuk waktu untuk kata Yunani yang diterjemahkan “percaya”, yaitu aorist subjunctive (“sehingga kamu dapat mulai mempercayai”) dan present subjunctive (“sehingga kamu dapat terus percaya”). Jikalau Yohanes bermaksud yang pertama, ia menulis untuk meyakinkan orang yang tidak percaya untuk percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan diselamatkan. Kalau yang kedua, Yohanes menulis untuk menguatkan dasar iman supaya orang percaya dapat terus percaya kendatipun ada ajaran palsu, dan dengan demikian masuk dalam persekutuan penuh dengan Bapa dan Anak. Walaupun kedua tujuan ini didukung dalam kitab Yohanes, isi dari Injil ini pada umumnya mendukung yang kedua sebagai tujuan utama. Injil ini juga ditujukan bagi mereka yang memiliki minat terhadap filsafat. Kisah-kisah yang terkandung dalam Injil Yohanes juga sengaja ditulis untuk melengkapi berita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis di dalam Injil-injil Sinoptis. Walaupun ada pakar yang meragukan adanya ketergantungan Injil ini dengan Injil Sinoptik, kebanyakan pakar menerima bahwa Injil ini memang mempunyai ketergantungan dengan Injil-injil yang lain, paling tidak, penulisnya mengetahui isi ketiga Injil yang lain.[5]

4.      STRUKTUR DAN ISI
Adapun struktur dan isi dalam Injil Yohanes, dapat dijabarkan sebagai berikut:[6]
1)      Pembukaan surat (1:1-18)
2)      Periode renungan (1:19-4:54) kesaksian Yohanes (1:19-51)
Ø  Kesaksian pekerjaan Yesus (2:1-22)
Ø  Kesaksian perkataan Yesus (2:23-4:54)
3)      Periode perdebatan antara orang yang percaya dan tidak (5:1-6:71)
Ø  Dinyatakan dalam perbuatan (5:1-18)
Ø  Dinyatakan dalam argumentasi (5:19-47)
Ø  Dinyatakan dalam peragaan (6:1-21)
Ø  Dinyatakan dalam ajaran (6:22-71)
4)      Periode pertentangan antara orang yang percaya dan tidak percaya (7:1-11:53)
Ø  Pertentangan dijelaskan pada:
§ Sanak keluarga Yesus (7:1-9)
§ Pada orang banyak (7:10-52)
§ Wanita yang berzinah (7:53-8:11)
§ Kaum Farisi dan orang Yahudi (8:12-59)
Ø  Pertentangan digambarkan dalam:
§ Peristiwa orang buta (9:1-41)
§ Ajaran gembala yang baik (10:1-21)
§ Argumentasi (10:22-42)
§ Kebangkitan Lazarus (11:1-53)
5)      Periode genting (11:54-12:36a)
6)      Periode pertemuan (12:36b-17:26)
Ø  peneguhan Iman
§ Peralihan (12:36b-13:30)
§ Pertemuan dengan para murid (13:31-16:33)
§ Pertemuan dengan bapa (17:1-26)
7)      Periode pelaksanaan (18:1-20:31)
Ø  Kemenangan atas ketidakpercayaan
§ Pengkhianatan (18:1-27)
§ Pengadilan di hadapan pilatus (18:28-19:16)
§ Penyaliban (19:38-42)
§ Penguburan (19:38-42)
§ Kebangkitan (20:1-29)
8)      Kata penutup (21:1-25)
Ø  Tanggung jawab kepercayaan

B.     ESKATOLOGI INJIL YOHANES
Eskatologi dapat dibahagi menjadi dua bagian yang luas: eskatologi pribadi dan eskatologi umum. Eskatologi umum membahas peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, mulai dari kedatangan Kristus yang kedua kali sampai penciptaan langit baru dan bumi baru. Eskatologi pribadi membahas apa yang dialami oleh orang percaya sejak ia mengalami kematian jasmani sampai ia menerima tubuh kebangkitannya.[7]

1.      PENGERTIAN ESKATOLOGI
Kata Eskatologi berasal dari bahasa Yunani: eskhatos yang berarti akhir zaman, yang hampir sama dengan bahasa Inggris “escalate” (terangkat) dan digunakan dalam istilah Theologi untuk menunjuk masa “pengangkatan orang-orang kudus” pada akhir zaman. Lima kali dalam Injil Yohanes, Yesus menggunakan kata ini, yang dihubungkan dengan kebangkitan orang-orang benar yang telah meninggal (Yohanes 6:39-40, 44, 54; 11:24). Dalam konteks ini, eschatos menunjuk pada saat kedatangan-Nya kedua kali ke dunia (bandingkan 1 Korintus 15:52; 1 Tesalonika 4:16). Jadi dapat disimpulkan bahwa Eskatologi adalah ilmu teologi yang berbicara tentang hal-hal yang bertalian dengan akhir zaman.[8]

2.      ESKATOLOGI DALAM INJIL YOHANES
Dalam pembahasan mengenai Eskatologi Injil Yohannes, penulis menggunakan salah satu buku karya George Eldon Ladd yang berjudul A Theology of the New Testament.[9]
Dalam Injil Yohanes, Kerajaan Allah hanya disebutkan dua kali. Ini menyebabkan banyak pakar menyimpulkan bahwa Yohanes secara radikal telah memperbaharui tradisi apokaliptis Injil Sinoptik ke dalam mistisisme Kristus, atau menyuguhkan tradisi yang sangat berbeda di mana unsur-unsur apokaliptis sangat kurang. Dahulu ada seorang pakar apokaliptis yang terkenal, dalam sketsanya mengenai eskatologi Yohanes, mengaitkan kepada Yohanes atau pengharapan yang sungguh akan ‘parousia’ Yesus dalam Yohanes 14:2-3. Pembacaan ini tidak dapat ditafsirkan sebagai kedatangan Yesus untuk menerima murid-murid-Nya pada saat kematian mereka, karena ungkapan dalam Yohanes 21:22, “Jikalau Aku menghenendaki supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah aku.” Menurut Perjanjian Baru kematian mengubah orang-orang percaya kepada Kristus, tetapi tidak pernah Ia mengatakan akan datang dan menjemput mereka. Namun ia bersikeras bahwa kata-kata mengenai kebangkitan tubuh dalam Yohanes 5:28-29 itu bertentangan langsung dengan kebangkitan rohani yang sekarang terjadi dalam Yohanes 5:25-27. Sukar untuk menemukan uraian yang lebih spiritual tentang kebangkitan dalam seluruh literatur abad pertama Masehi. Atas alasan inilah, maka kata-kata dalam Yohanes 5:28-29 ada untuk memulihkan kesatuan pikiran tentang pembacaan itu. Tidak hanya demikian, tetapi ungkapan-ungkapan tentang “akhir zaman” harus dipandang sebagai penambahan dan pelaksanaan. Yohanes menggambarkan kebangkitan hidup terjadi segera setelah kematian, tetapi penggenapannya yang sempurna tidak dapat diperoleh sampai penggenapan terakhir dari segala hal, pada waktu dunia yang ada kini lenyap dan Kristus akan membawa milik-Nya ke surga, lebih sebagai status ketimbang tempat. Pakar apokaliptis ini gagal menunjukkan mengapa harus ada penggenapan bila orang percaya memperoleh kebangkitan hidup pada saat kematian. Kelihatannya Yohanes masih mempertahankan unsur-unsur eskatologi tradisional yang agaknya tidak begitu sesuai dengan pandangan Yohanes yang sebenarnya.
Berbeda halnya dengan pandangan C.H. Dodd tentang sejarah eskatologi Perjanjian Baru. Ia percaya bahwa berita Yesus merupakan pemberitaan dari penerobosan yang kekal ke dalam dunia temporal. Yesus memikirkan satu peristiwa tunggal, terdiri dari kematian, kebangkitan, kenaikan, dan ‘parousia-Nya’ di mana Kerajaan Allah menerobos dalam sejarah. Sesungguhnya Yesus menggunakan bahasa apokaliptis untuk melukiskan peristiwa ini, tetapi itu hanyalah satu cara simbolis untuk menggambarkan perbedaan, yaitu karakter transendental dan Kerajaan Allah. Ketika ‘parousia’ itu tidak terwujud, maka hal itu dipisahkan dari sisa peristiwa Kristus dan ditafsirkan ulang dalam terminologi apokaliptis Yahudi. Yohanes memberikan istilah akhir dalam eskatologi Perjanjian Baru dengan menghaluskan “unsur-unsur eskatologi yang kasar dalam kerygma”. Dalam pikiran Yohanes, “semua pengharapan gereja dalam kedatangan Kristus yang kedua sudah diberikan dalam pengalaman Kristus masa kini melalui Roh.”
Sedangkan Bultmann menafsirkan ulang eskatologi dalam paham ekstensial. Ia menyebut kedatangan Penebus sebagai “peristiwa eskatologis”, “titik-balik zaman” dari ayat-ayat seperti Yohanes 3:19, 9:39. Kata-kata mengenai kedatangan dan bahasa eskatologis “pada waktu itu” dan “akan tiba saatnya” tidak berarti satu peristiwa eksternal tetapi kejadian internal. Kemenangan yang diperoleh Yesus ialah ketika iman timbul dalam manusia dengan mengatasi penolakan atas makna Yesus bagi dia. Namun ada satu ulangan eskatologis dalam Injil “pada akhir zaman”, dan ungkapan yang jelas mengenai kebangkitan tubuh yang “berkontradiksi langsung” dengan kebangkitan masa kini dalam Yohanes 5:25. Bultmann memecahkan persoalan itu dengan berpegang bahwa fragmen-fragmen eskatologis ini adalah pengubahan redaksional untuk menjadikan eskatologi eksistensial Yohanes sesuai dengan eskatologi tradisi yang futuristik.
J.A.T. Robinson berpendapat bahwa eskatologi non apokaliptis Yohanes itu lebih dekat kepada ajaran Yesus daripada Injil Sinoptis. Ia tidak mengikuti pemikiran Dodd bahwa Yohanes memperbaiki eskatologi apokaliptis dari Injil Sinoptis. Sebaliknya, ia menyampaikan satu tradisi purba yang berkaitan dengan Palestina Selatan, bebas dari Injil Sinoptis. Tradisi Sinoptis sangat dipengaruhi secara radikal oleh apokaliptis. Yohanes mempersembahkan tradisi yang tidak dipengaruhi dengan cara ini. Eskatologi Yohanes mengharapkan satu hari yang mencakup kematian, kebangkitan, dan kemuliaan Yesus. Ungkapan-ungkapan tentang kedatangan Yesus pada masa depan tidak merujuk kepada satu “kedatangan kembali”, tetapi hanya kepada kedatangan-Nya. Di sinilah ditemukan dasar-dasar yang nyata dalam kata-kata Yesus tentang kedatangan-Nya. Tetapi kedatangan ini bukan peristiwa eskatologis yang kedua, melainkan penggenapan dan berhasilnya apa yang dibawa kepada penggenapan: kedatangan Yesus dalam Paraclete. Kebangkitan itu menahbiskan ‘parousia’. Pemikiran apokaliptis yang berikutnya, memisahkan kedua peristiwa ini dan menafsirkan kembali ‘parousia’ itu berkenaan dengan apokaliptis Yahudi.
Pandangan-pandangan yang benar-benar dari suatu eskatologi yang telah terwujud itu tidak meyakinkan semua pakar. Mereka memandang perbedaan antara Yohanes dan Sinoptis sebagai satu penekanan dan telah berpegang bahwa sesungguhnya Yohanes memiliki inti eskatologi Kristen purba. Kummel menjawab tafsiran Bultmann tentang eskatologi Injil Keempat dengan satu esei di mana ia menekankan bahwa eskatologi masa depan sangat penting bagi struktur pemikiran Yohanes. Yohanes tidak bermaksud menambahi Injil sinoptis, tetapi menyatakan arti yang sebenarnya. Kemuliaan Allah berada dalam yesus, tetapi hanya dikenal oleh orang-orang yang beriman. Tersembunyinya Kristus dan keselamatan harus berakhir, dan itulah sebabnya penyingkapan yang penuh dari keselamatan dan penanggulangan akhir dari kematian harus menanti dalam masa depan. Yesus berasal dari kekekalan sebagai utusan Allah. Pribadi yang memiliki masa lalu, dan masa kini itu, harus juga memiliki masa depan. Itulah sebabnya pengharapan ‘parousia’ dan satu penggenapan eskatologis adalah satu unsur pokok dalam pemikiran Yohanes. Yohanes tidak menyatakan pengharapan ini dalam istilah-istilah apokaliptis, karena perhatiannya yang utama adalah pada apa yang ditentukan Allah pada pribadi, bukan kosmos.
Salah satu survei yang paling baik dari eskatologi Yohanes ialah dari W.F. Howard. Ia bersikeras bahwa tidak ada konflik antara eskatologi Yohanes dan mistisisme dan mengikuti garis pemikiran yang dibuktikan oleh Kummel, bahwa selubung pernyataan kemuliaan Allah dalam Yesus sejarah menuntut penggenapan di masa depan yang nyata. Pandangan ini didukung oleh penggunaan kata “kekal” (Yunani: aionios), yang memberi ciri kepada hidup. Kata itu sendiri mengandung pengharapan eskatologis. Hal itu terutama adalah “kehidupan masa yang akan datang.” Dualisme eskatologis sekali lagi terlihat dalam kenyataan bahwa Iblis dianggap sebagai “penguasa dunia ini”. Ini sejajar dengan ungkapan Paulus, “ilah zaman ini”. Di sini digunakan ‘kosmos houtos’ dari kata yang lebih umum ‘aion houtos’.
“...Jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.... Jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah”. Ini merupakan padanan Yohanes dengan ungkapan Injil Sinoptis,”... Barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Dalam ungkapan ini Kerajaan Allah adalah suatu kenyataan masa kini untuk diterima sekarang yang melayakkan seseorang untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah pada masa depan. Masa kini dan yang akan datang terikat dan tak terpisahkan. Kerajaan Allah itu adalah berkat eskatologis. Lebih dari itu, Injil sinoptis memandang mereka yang telah menerima Kerajaan itu sebagai anak-anak Allah. Sebagai kesimpulan, kita mengingat kembali bahwa Injil Sinoptis memiliki dualisme vertikal dan juga dualisme eskatologis. Surga adalah alam di atas di mana anak-anak Allah boleh menyimpan pahala. Bila Injil Sinoptis mengenal dualisme vertikal, tetapi menekankan yang eskatologis, Yohanes mengenal yang eskatologis itu, tetapi menekankan yang vertikal.
Kenyataan kebangkitan hidup pada masa kini secara tegas terungkap dalam Yohanes 5:25-26, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah, dan mereka yang mendengarnya, akan hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri.” Dalam beberapa pengertian waktu yang sedang datang itu sudah ada dan manusia yang mati secara rohani dapat datang kepada hidup dengan menanggapi suara Anak Allah. Ajaran tentang menikmati saat ini sebagai suatu kenyataan eskatologi masa depan adalah sebuah ilustrasi tentang struktur eskatologi dasar yang terjadi di seluruh Perjanjian Baru di mana zaman ini dan Zaman Yang Akan Datang begitu tumpang tindih sehingga manusia yang masih hidup dalam masa jahat kini dapat menikmati kuasa-kuasa dan berkat-berkat dari Masa Yang Akan Datang. Kebangkitan eskatologis ini dengan jelas digambarkan dalam pembacaan yang sama di mana Yesus mengatakan kebangkitan sebagai satu kenyataan rohani masa kini. Setelah menegaskan bahwa saatnya telah tiba bahwa mereka yang mendengarkan suara Anak Allah akan hidup, Ia mengatakan, “Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang telah berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum.” Di sini ditegaskan dengan jelas bahwa mereka yang menikmati kenyataan hidup masa kini, yang telah dibangkitkan dari kematian ke dalam kehidupan rohani, pada masa depan akan dibangkitkan dari kubur ke dalam kebangkitan tubuh. Bukti untuk hal ini adalah dihilangkannya ungkapan, “dan sudah tiba”, yang melokasikan kebangkitan dalam masa kini dari pembacaan terdahulu; dan tambahan kata-kata “di dalam kuburan”, yang memberi referensi yang tak terhindarkan tentang kebangkitan tubuh kepada pembacaan ini. Namun, pentingnya kata-kata ini, disisihkan dengan berbagai teknik. Banyak kritik bersikeras mengatakan bahwa ini bukan kata-kata pengarang Injil Keempat yang otentik karena sama sekali tidak seperti ajaran Yohanes; itulah sebabnya kita harus mengenali suatu tambahan di mana suatu unsur asing telah dimasukkan ke dalam eskatologi rohani Injil Keempat. Yang lain mengatakan bahwa kedua pembacaan itu adalah satu referensi rohani; tetapi ungkapan di dalam kuburan menepis hal itu. Yang lain lagi menyarankan bahwa bacaan ini mencakup penggabungan yang aneh dari dua eskatologi, yaitu eskatologi dari Penginjil itu sendiri dan eskatologi realistik populer di mana pengarang itu sama sekali tidak dapat mengabaikan walaupun hal itu tidak sesuai dengan ajarannya sendiri. Pencantuman ungkapan-ungkapan seperti ini menghasilkan penggabungan dua eskatologis yang tak tergabungkan, yaitu yang rohani dan yang realistik. Namun, tak ada pertentangan di antara mereka. Yang ada hanyalah ketegangan antara eskatologi yang sudah terwujud dan eskatologi masa depan.
Pentingnya kebangkitan dalam pikiran Yohanes dicerminkan dalam penekanannya atas kebangkitan Yesus sebagai satu kebangkitan tubuh yang nyata. Jelas bahwa Maria dapat merangkul Dia seolah-olah tidak akan melepaskan-Nya lagi. Yohanes menekankan kenyataan bahwa tubuh kebangkitan Yesus memiliki luka bekas penyaliban. Jelaslah bahwa tubuh kebangkitan memainkan peranan penting dalam pikiran Yohanes. Seperti halnya hidup kekal dan kebangkitan mencakup masa kini, maupun masa depan, demikian juga, penghakiman meliputi pemisahan masa depan pada akhir zaman dan juga sebagai satu pemisahan rohani saat ini antara manusia sesuai dengan hubungan mereka dengan Kristus. Hukuman eskatologi masa depan ditegaskan dalam Yohanes 12:48, “Barangsiapa menolak Aku, dan tidak menerima perkataan-Ku, ia sudah ada hakimnya, yaitu firman yang telah Kukatakan, itulah yang akan menjadi hakimnya pada akhir zaman.” Ini adalah bahasa eskatologis yang memandang kepada akhir zaman pada waktu manusia akan diadili. Dalam hal ini yang menjadi standar penghakiman itu ialah kata-kata Yesus. Pikiran yang sama ditemukan pada kesimpulan dari Khotbah di Bukit di mana Yesus merujuk kepada satu hari penghukuman ketika manusia akan ditolak karena mereka hanya memberikan pelayanan semu, tetapi tidak menaati ajaran-ajaran Yesus. Pikiran pemisahan antara yang baik dan yang jahat juga terjadi dalam ungkapan tentang kebangkitan, pada waktu orang melakukan yang baik akan sampai kepada kebangkitan hidup dan mereka yang telah melakukan kejahatan akan sampai kepada kebangkitan menghadapi hukuman. Orang-orang yang benar akan dibangkitkan untuk menikmati kehidupan kekal yang penuh; tetapi yang jahat akan mengalami kebangkitan supaya dihukum karena perbuatan mereka yang jahat.
 Hukuman masa depan ini telah mengacu kembali pada masa kini dalam pribadi Kristus; dan hukuman eskatologis masa depan pada pokoknya adalah pelaksanaan hukuman yang pada dasarnya ditentukan oleh respons manusia terhadap pribadi Yesus sekarang ini. “Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.” Hukuman masa depan itu telah ditentukan karena manusia menolak untuk percaya kepada Kristus. Meskipun Injil Sinoptis tidak menekankan unsur percaya dalam pribadi Yesus, bagaimanapun kita menemukan pikiran yang sama bahwa sesuatu yang sudah ditentukan Tuhan atas diri manusia tergantung oleh reaksi mereka sekarang terhadap pribadi dan misi Yesus. Setiap orang yang mengakui Yesus Kristus di hadapan manusia, akan diakui oleh Yesus di hadapan Bapa-Nya di surga; tetapi siapa yang menyangkal Dia di hadapan manusia, akan disangkal di hadapan Bapa-Nya di surga. Dalam studi tentang Injil Sinoptis, telah didapati bahwa Kerajaan itu telah hadir di dunia dalam pribadi Kristus dan di dalam pribadi-Nya, manusia diperhadapkan dengan Kerajaan Allah dan dituntut satu keputusan untuk Kerajaan itu. Pada saat manusia dengan imannya menanggapi dengan pasti terhadap Kerajaan Allah yang ada dalam pribadi Kristus itu, mereka sudah ditetapkan untuk memasuki Kerajaan masa depan itu pada waktu kedatangan eskatologisnya. Inilah pokok pikiran yang diungkapkan di sini dalam terminologi yang agak berbeda dengan Injil Keempat. Orang yang percaya Yesus dalam satu pengertian telah melewati hukuman, seakan-akan ia telah berada pada sisi lain dari hukuman itu, telah berpindah dari kematian kepada hidup. Pengenalan hukuman ini sebagai satu kenyataan rohani masa kini sama sekali tidak membenarkan kita mengosongkan isi hukuman eskatologisnya. Hukuman eskatologis masa depan itu tidak diganti dengan hukuman rohani masa kini. Hukuman masa depan itu masih tetap. Di sini, sekali lagi kita memiliki satu contoh struktur eskatologis dasar teologi Perjanjian Baru di mana kedua zaman itu tidak lagi terpisah secara eksklusif oleh parousia, tetapi melalui inkarnasi begitu tumpang tindih sehingga pengalaman-pengalaman eskatologis yang diasosiasikan dengan Masa Yang Akan Datang telah terjadi pada masa kini dan telah terjadi dalam inti realitas spiritual mereka. Jadi penghakiman, seperti halnya kebangkitan, masih merupakan satu pengalaman eskatologis masa depan; tetapi juga menjadi realitas spiritual masa kini, pada saat manusia menanggapi dengan menerima atau menolak, dalam iman atau dalam ketidakpercayaan terhadap pribadi dan pelayanan Yesus. Bagi orang-orang yang percaya, hukuman telah berlalu dan mereka telah dipandang benar. Bagi mereka yang tidak percaya, keadaan mereka telah dimeteraikan, hukuman telah pasti dan alasannya ialah bahwa mereka telah diperhadapkan dengan terang, namun mereka telah menolaknya. Itulah sebabnya hukuman akhir pada kenyataannya adalah pelaksanaan dari hukuman yang telah ditetapkan. Hukuman eskatologis pada “akhir zaman” adalah manifestasi akhir dari hukuman yang sedang berlaku pada saat ini juga sesuai dengan sifat tanggapan manusia atas panggilan dan tuntutan ilahi yang diberikan dalam Yesus Kristus.

BAB III
KESIMPULAN

Kerajaan Allah berarti pemerintahan oleh Allah, yang juga berarti merupakan tempat orang-orang yang sudah ditebus yang menikmati persekutuan yang sempurna dengan Allah dan berkat-berkat secara sepenuhnya, yang disimpulkan dengan ungkapan “hidup yang kekal”. Dengan demikian, hidup yang kekal dan kerajaan Allah kadang-kadang merupakan ungkapan yang dapat ditukar. Istilah “Kerajaan Allah” dalam Injil-injil Sinoptis dan “hidup yang kekal” dalam Injil Yohanes adalah searti. Kerajaan Allah tidak didirikan hanya melalui satu tindakan akhir zaman saja. Melalui penjelmaan-Nya, Kristus mengikat atau memusnahkan Iblis. Ia mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa. Kemenangan melawan Iblis dan maut adalah pekerjaan Kerajaan Allah, pekerjaan pemerintahan penyelamatan oleh Allah dalam Kristus. Kerajaan Allah datang dalam berbagai tindakan penebusan. Penggenapan Kerajaan Allah secara final akan mencakup bumi yang diperbaharui. Dalam Perjanjian Lama tata bumi yang baru itu kadang-kadang dilukiskan seolah-olah melanjutkan tata bumi yang sekarang ini, kadang-kadang timbul dari bencana alam sebagai hukuman yang menimpa tata bumi lama. Dalam Yesaya 65:17, 66:22 tata bumi baru itu disebut “langit baru dan bumi baru”, tapi dalam ciptaan baru ini masih tetap ada suatu bumi. Pengharapan ini dilanjutkan dalam Perjanjian Baru dan bersifat serupa dengan ajaran tentang kebangkitan. Hukuman Allah akan menimpa bumi yang terkutuk karena dosa, dan tata bumi sekarang akan guncang dan akan lenyap. Sesudah hukuman ini timbullah “langit baru dan bumi baru, di mana terdapat kebenaran.” Di bumi yang ditebus dan yang baru inilah akan tinggal umat Allah dalam tubuh-tubuh yang ditebus (baru) pula, yang akan menikmati persekutuan yang sempurna dengan Allah.


DAFTAR PUSTAKA

Bartlett, David L.: Pelayanan dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003)

Hakh, Samuel Benyamin: Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya (Bandung: Bina Media Informasi, 2010)

Ladd, George Eldon: A Theology of the New Testament (Michigan: Grand Rapids, 1993)

Tenney, Merrill C.: Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1995).

Thiessen,  Henry C.: Teoligi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 1997)



[1] David L. Bartlett, Pelayanan dalam Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 114-142.
[2] Merrill C. Tenney, Survei Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1995), 231-232.
[3] Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya (Bandung: Bina Media Informasi, 2010), 302-310.
[4] Ibid, Merrill C. Tenney, 233.
[5] Ibid, Merrill C. Tenney, 234-240.
[6] Ibid, Merrill C. Tenney, 240-245.
[7] Henry C.Thiessen, Teoligi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 1997), 519.
[8] Ibid, Henry C. Thiessen, 520.
[9] George Eldon Ladd, Revised Edition Edited by Donald A. Hagner, A Theology of the New Testament (Michigan: Grand Rapids, 1993), 334-344.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar