Senin, 22 Februari 2016

SEMESTER VII (TUGAS PRIBADI, TOKOH PENDIDIKAN MASA REFORMASI)

TUGAS PRIBADI
TOKOH PENDIDIKAN
MASA REFORMASI


TOKOH-TOKOH REFORMASI
1.      John Wyclife (1324-1384)
John Wyclife merupakan seorang reformator yang hidup sebelum peristiwa reformasi pada tahun 1517.  Dia disebut sebagai “the Morning Star of the Reformation” (bintang fajar Reformasi) karena ketegasannya terhadap otoritas Paus (bahkan nantinya ia menyebut Paus sebagai si Anti-Kristus) dan penolakannya terhadap praktik dan pengajaran yang tidak alkitabiah di dalam gereja; semangat yang nantinya diteruskan oleh para reformator. Sumbangsih terbesar Wyclife untuk gereja ialah usahanya menerjemahkan Alkitab dalam bahasa asli ke dalam bahasa setempat, dalam hal ini bahasa Inggris. Pada masa itu, Gereja Roma Katolik menggunakan kitab Suci maupun tata ibadah (baik doa dan kotbah) berbahasa Latin, meskipun banyak jemaat tidak mengerti bahasa Latin. Akibatnya, ibadah menjadi tak ubahnya seperti upacara yang wajib jemaat hadiri tiap minggu tanpa mengerti apa makna dan faedahnya. Gereja juga melarang jemaat memiliki dan membaca Alkitab untuk menghindari apa yang mereka sebut salah tafsir. Namun, Wyclife menentang kedua hal tersebut. Ia beranggapan bahwa jemaat berhak membaca dan memiliki Alkitab serta memahaminya dalam bahasa mereka sendiri. Menggunakan salinan tulisan tangan Vulgata (Alkitab terjemahan bahasa Latin), Wycliffe berusaha keras membuat Kitab Suci agar dapat dimengerti oleh orang- orang sebangsanya yang berbahasa Inggris. Edisi pertama diterbitkan. Penerbitan kedua mengalami perbaikan tetapi baru selesai dikerjakan setelah Wycliffe meninggal. Edisi itu dikenal sebagai “Alkitab Wycliffe”, dan dibagi- bagikan secara ilegal oleh para Lollard (skolar dari Oxford). Tindakan Wyclife ini menimbulkan kebencian yang mendalam pada kubu Roma Katolik. Sedemikian bencinya, tiga puluh satu tahun setelah Wycliffe dikuburkan, Konsili Konstanz mengucilkan dan menghukum dia. Pada tahun 1428 kuburannya digali dan tulang-tulangnya dibakar, abunya disebarkan di sungai Swift. Namun, sebagaimana air mengalirkan abunya kemana-mana, semangatnya juga menyebar dan membangkitkan kesadaran banyak orang pentingnya membaca dan memahami Alkitab.

2.      Martin Luther (1483-1546)
Luther kecil terlahir dari kalangan keluarga bangsawan, maka tidaklah mengherankan bila ia mendapatkan kesempatan untuk belajar di universitas terkemuka. Pendidikan yang ia terima, membuatnya menjadi seorang yang kritis dan disegani. Namun, sebuah pengalaman selamat dari bahaya petir membuatnya meninggalkan semua itu dan berkomitmen untuk menyerahkan hidupnya menjadi seorang biarawan, meski orang tuanya tidak menyetujui keinginannya tersebut. Namun, Luther tak peduli. Selama menjalani pembentukan di biara, Luther merupakan seorang yang sangat pandai dan saleh. Semua itu diperbuatnya untuk mencapai kepastian tentang keselamatannya. Tetapi, semuanya justru membawa dia dalam ketidakpastian. Pembelajarannya terhadap Roma 1:16-17  akhirnya membawa dia pada satu keyakinan bahwa kesalehan seseorang tidak akan membawa seseorang dekat kepada Tuhan. Hanya oleh anugerah Tuhan yang diterima melalui iman lah, Tuhan membawa seseorang berkenan kepadanya. Pemahaman ini membuat dia merasa celik dan bersukacita. Penemuan Luther ini tidak menjadi titik tolak meletusnya gerakan reformasi. Pada masa pemerintahan Paus Leo X diadakan penjualan Surat Indulgensia (penghapusan siksa) untuk pembangunan gedung Gereja Rasul Petrus di Roma dan pelunasan hutang Uskup Agung Albrecht dari Mainz. Dengan memiliki Surat Indulgensia, dengan cara membelinya, seseorang yang telah mengaku dosanya di hadapan imam tidak dituntut lagi untuk membuktikan penyesalannya dengan sungguh-sungguh. Bahkan para penjual Surat Indulgensia (penghapusan siksa) melampaui batas-batas pemahaman teologis yang benar dengan mengatakan bahwa pada saat mata uang berdering di peti, jiwa akan melompat dari api penyucian ke surga, bahkan dikatakan juga bahwa surat itu dapat menghapuskan dosa. Luther tidak dapat menerima praktik seperti itu dengan berdiam diri saja. Hatinya memberontak. Itulah sebabnya ia mengundang para intelektual Jerman untuk mengadakan perdebatan teologis mengenai Surat Indulgensia. Untuk maksud itu Luther merumuskan 95 dalil yang ditempelnya di pintu gerbang gereja istana Wittenberg, 31 Oktober 1517. Akibat dari penempelan dalil ini membuat ia harus mengalami bermacam tekanan dari Roma Katolik, namun ia tidak peduli, sebab ia tidak bisa membiarkan hati nuraninya terdiam melihat gereja menginjak-injak kebenaran Allah. Tanggal penempelan dalil ini kemudian diperingati sebagai Hari Reformasi.

3.      Ulrich Zwingli (1484-1531)
Zwingli lahir di Swis dan terdidik dalam keluarga Katolik Roma yang taat. Pola pikirnya cukup dipengaruhi oleh seorang pemikir besar humanis pada waktu itu, yakni Erasmus. Pada tahun 1518, ia dipanggil menjadi imam di Zurich dan mulai berkotbah menurut urutan kitab Perjanjian Baru. Tujuannya ialah mengajarkan Kristus dari sumbernya dan menyatakan Kristus yang sejati dalam hati umat. Sama seperti Luther, Zwingli juga mengajarkan bahwa Alkitab lah, dan bukan gereja, yang menjadi sumber kebenaran Kristen. Ketika di Zurich juga terjadi penjualan surat Indulgensia, Zwingli memperingatkan umatnya agar jangan membeli surat tersebut. Selama dua tahun pertama, ia berusaha mengambil sikap netral. Ia hanya berusaha mengajarkan kebenaran Injil apa adanya. Namun, ketika kebebasannya untuk mengajarkan Injil dibatasi, ia mulai merasa gerah. Ia mulai mewujudkan ketidaksetujuannya dengan menikahi Anna Reinhard di tahun 1522. Ia meminta dewan kota mengadakan perdebatan agama. Ia juga menerbitkan 67 dalil yang menunjukkan bahwa hanya Kristus juruselamat dan pengantara. Perdebatan yang diadakan pada tahun 1523 membuat dewan kota simpatik padanya. Dalam 67 dalilnya, ia menunjukkan bahwa Alkitab ialah otoritas utama yang menjadi petunjuk bagi Kekristenan, Kristus adalah satu-satunya pengantara sehingga tidak perlu ada pengantara-pengantara yang lain. Reformasi berkembang dari Zurich ke kota-kota lainnya. Perkembangan ini menimbulkan ketegangan yang memuncak pada peperangan antara kota-kota Katolik dan kota Reformatoris pada tahun 1529. Peperangan berakhir dengan kekalahan pihak Reformatoris, dan Zwingli gugur dalam pertempuran di Kappel.

4.      John Calvin (1509-1564)
Luther memang merupakan seseorang yang berjasa besar dalam membuka pintu Reformasi, namun dalam hal menata isi sebuah sistem Reformasi, kita sangat berhutang pada Calvin. Sebab hampir semua konsep teologi Reformed hari ini merupakan buah pikiran atau pengembangan dari buah pikiran Calvin, meskipun Calvin sendiri mengembangkan pemikiran Agustinus. Calvin lahir di Noyon, Prancis pada tahun 1509, 8 tahun sebelum Luther memakukan 95 tesisnya di pintu gereja di Wittenberg, Calvin adalah tokoh Reformasi generasi kedua. Ia belajar di beberapa sekolah untuk mendapat pendidikan humanisme. Di antara banyak kontribusi yang diberikan oleh Calvin bagi Reformasi, buku Institutio merupakan yang paling bertahan. Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah pembelaan yang ditujukan Calvin pada raja Perancis, untuk menunjukkan bahwa Protestanisme bukanlah ajaran sesat, melainkan justru sebuah ajaran yang berlandaskan Alkitab. Menjelang penerbitan edisi terakhirnya tahun 1559, buku ini telah bertumbuh dari eksposisi ringan doktrin Kristen (enam bab) menjadi karya teologi Reformasi yang paling signifikan. Mula-mula buku ini adalah suatu diskusi tentang Sepuluh Perintah Allah, Pengakuan Iman Rasuli, dan Doa Bapa Kami. Dalam bentuk finalnya yang terdiri dari delapan puluh bab, buku ini diorganisasi menjadi empat buku yang terdiri dari pokok bahasan tentang Allah, Kristus, Roh Kudus, dan gereja. Setidaknya ada tiga konsep teologis Calvin yang mempengaruhi gereja Reformed. Pertama, soal kedaulatan Allah. Ide-ide Calvin, seperti juga ide-ide Luther, pada dasarnya menghidupkan kembali Augustinianisme. Prinsip fundamental yang mengisi setiap bab Institutes-nya adalah pandangannya tentang Allah sebagai Raja yang berdaulat atas segala ciptaan. Kedaulatan Allah bukanlah suatu ide yang abstrak dan spekulatif, tetapi merupakan suatu prinsip yang dinamis, suatu realitas yang menginformasikan kehidupan yang konkrit, yang membentuk diskusi Calvin tentang setiap doktrin. Kedua, soal manusia. Karena Allah adalah Raja yang berdaulat yang memerintah atas ciptaan-Nya, maka segala sesuatu yang diciptakan-Nya, termasuk manusia, harus melayani dan memuliakan Dia. Motto Calvin menjelaskan tugas kita: “Hatiku kupersembahkan kepada-Mu, O Tuhan, siap dan tulus.” Karena manusia telah berdosa, mereka tidak hidup sesuai maksud asali mereka. Seperti Luther, Augustinus, dan Paulus, Calvin dengan tajam mempertentangkan kemuliaan dan ketulusan asali manusia sebagai gambar Allah dengan kerusakan dan kefasikannya setelah kejatuhan. Kerusakan yang kita warisi berarti bahwa setiap kehendak individual diperbudak oleh dosa, dan kita sama sekali tidak dapat melakukan yang baik. Manusia yang jatuh tidak memunyai kehendak bebas moral. Karena kehendak manusia dalam keadaan naturalnya, belum ditebus, adalah hamba dosa, hanya orang-orang yang telah dibebaskan oleh anugerah Allah-lah yang adalah agen-agen moral yang bebas. Dan ketiga, soal predestinasi. Bahwa dalam kehancuran manusia, Allah yang berdaulat itu, dalam keagungan hikmat-Nya, telah memilih sebagian manusia untuk diselamatkan dan membiarkan sisanya tetap dalam kebinasaan. Allah menjamin keselamatan mereka hingga akhirnya mereka diserupakan seperti Kristus.

5.      Philip Melanchton (1497-1560)
Melanchthon dilahirkan dari keluarga yang terhormat dan saleh pada 16 Februari 1497 di Bretten, Palatin, Jerman. Ia adalah salah seorang sarjana Jerman yang matang sebelum waktunya. Ia memiliki keahlian dalam banyak bidang ilmu pengetahuan terutama philologi klasik. Pada umur 17 tahun ia telah memperoleh gelar MA dari Universitas Tubingen. Ia menulis dan berbicara dalam bahasa Yunani, Latin lebih baik daripada orang Jerman lainnya. Puisi-puisinya disusun juga dalam bahasa-bahasa itu. Ia memulai karyanya di depan umum di Universitas Tubingen sebagai dosen bahasa-bahasa klasik. Namanya terkenal di mana-mana sehingga datanglah tawaran untuk menjadi mahaguru pada Universitas Ingolstadt, Leipzig dan Wittenberg. Ia memutuskan untuk pergi ke Wittenberg untuk menjadi mahaguru Yunani. Di Wittenberg, Melanchthon mendapat penghormatan yang besar dari rekan mahagurunya serta pendengar-pendengarnya. Melanchthon adalah seorang yang berperawakan tinggi, berdahi lebar, bermata biru yang bagus. Kecendekiawannya tidak perlu diragukan dan demikian juga dengan kesalehan dan hidup keagamaannya. Melanchthon mempersiapkan suatu theologia yang sistematis untuk golongan reformatis sementara Luther berada di Watburg. Karangannya itu disebut LOCI COMMUNES, yang diselesaikannya pada tahun 1521. Dalam buku ini Philip Melanchthon menguraikan ajaran-ajaran pokok reformatis terutama mengenai dosa dan anugerah; pertobatan dan keselamatan. Loci merupakan buku dogmatik pertama dari kalangan reformatoris serta mempersiapkan jalan kepada Pengakuan Augsburg, di mana Melanchthon menyusunnya sendiri. Pengakuan Augsburg ini adalah salah satu surat pengakuan resmi Gereja Lutheran. Melanchthon memainkan peranan penting dalam diet-diet yang diadakan oleh kaisar Karel V. Ia hadir dalam Diet Speyer, 1529; di Margburg, 1529. Dalam diet Margburg ia menentang dengan keras ajaran Zwingli tentang perjamuan kudus. Melanchthon di masa-masa akhir hidupnya mencurahkan perhatiannya kepada mengorganisir gerejanya di Saksen atas dasar semi-episkopal. Karena pandangan-pandangan theologinya mirip dengan Calvin, maka Philip Melanchthon sering dicurigai sebagai Cripto-Calvinisme (Calvinisme tersembunyi). Melanchthon meninggal pada tahun 1560 di Wittenberg.

6.      John Knox (1514-1572)

Lahir sekitar 1514 di Skotlandia, Knox memainkan pernanan penting dalam reformasi gereja di Skotlandia. Tidak diketahui jelas kanapan pertobatannya, namun yang jelas pada akhir Maret 1543, ia mulai berkomitmen terhadap Injil Kristus. Ia dididik di universitas St. Andrew. Ketika memiliki kesempatan untuk berkotbah dari Daniel 7:24-24, terlihat jelas bahwa sebenarnya, ia sedang mempersipakan dirinya untuk menyerang akar sistem Katolisisme. Setelah dibebaskan dari kerja paksa di tahun 1549, Knox tinggal di Inggris dan menjadi pelayan dan Gereja Inggris. Ia sempat berpindah ke Franfurt dan Jenewa, namun akhirnya kembali lagi ke Inggris. Di Jenewa, Knox belajar di bawah bimbingan Calvin, itulah mengapa pemikirannya sangat dipengaruhi oleh Calvin. Pada tahun 1559, Knox kembali ke Skotlandia dan membantu memperbaharui gereja di sana. Ia merupakan salah satu dari enam tokoh reformasi terpenting di Skotlandia. Knox meninggal tahun 1572. Selama hidupnya Knox berhasil menyusun beberapa karya, dengan bantuan orang lain maupun hasil pemikirannya sendiri, di antaranya: Book of Discipline (Buku Disiplin, 1561), Book of Common Order (Buku Aturan Umum, 1564), Scots Confession (Pengakuan Iman Skotlandia yang diterima Parlemen Skotlandia dan menjadi Pengakuan Iman Gereja Reformasi Skotlandia sampai tahun 1647, hingga Pengakuan Iman Westminster menggantikannya), serta menulis History of the Reformation of Religion within the Realm of Scotland (Sejarah Reformasi Agama dalam Kerajaan Skotlandia, yang baru terbit secara lengkap tahun 1644).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar